Resolute

13.6K 2.3K 419
                                    

Aku sempat terdiam lima detik penuh sebelum akhirnya mampu menyahut.
"Kami diterima bergabung, Sir?--"

"Ya, tidakkah cukup jelas pernyataanku tadi?"

"I..ya tentu jelas, Sir."

Walau diterima,

tapi sungguh aku tak merasakan kelegaan sama sekali.

"Ka..lau begitu, Terima kasih banyak Ko..mander Pride-"
Sebutku kaku.
"Dan apa tugas serta ketentuannya?--"

Ketentuan dalam arti syarat.

Aku memang belum mengenal sehingga belum tahu apakah ia sungguh baik atau tidak.

Lagipula terlalu mustahil rasanya ia memberi bantuan yang ada 'resiko'nya secara cuma-cuma seperti ini.

Untuk pertanyaan tugas, walau aku bilang punya pengalaman menembak, tapi nyatanya aku bukanlah tentara.

Yeah,

Dan rasanya, takkan apa jika masuk bagian tim bersih-bersih kapal.

Hahah!

Tak menyangka prospek untuk menjadi tukang pel akan menggiurkan bagiku sekarang.

Setidaknya, itulah tugas yang takkan menarik perhatian.

"Tugas bagian pembersih--"

Aku terhenti, menyadari dahi Komander Pride sekarang yang mengkerut.

Pandangannya berlalu ke belakangku.

"Dia.. Apa dia sudah mulai berbicara?"

Otomatis kepalaku menoleh sekilas kebelakang.

Oh i..ya!

"Eng-"
Pandanganku jadi berpindah-pindah ke Komander lalu ke Vincent.

Aku sungguh lupa tentang dirinya!

"Belum Sir, belum ada bicara sama sekali-"

"Hei! Kau bisu atau apa?!-"
Potongnya tiba-tiba, mendesak.
"Katakan sesuatu!"

Aku balik menoleh pada Vincent.

Dia memang pernah mengeluarkan suara.

Tapi suara sesak meminta tolong ketika tak bisa bernapas kemarin hari.

Ketika baru keluar dari peti pembeku..

"Hei, a..yo-"
Bujukku pelan, sambil coba menggosok lengannya dengan setitik kengerian.
"Jawab saja,"

Ia hanya diam memandangku.

"Ayo, tak apa-apa."
Aku tersenyum tipis.
"Vincent."

Wajahnya yang mengeras kaku, berhasil merileks.

Ia berkedip sekali lagi sebelum mulutnya membuka.

"Ya,"
Pandangannya akhirnya bergeser dariku ke depan.

"Sir. Ya, saya bisa bicara."

Komander Pride membuang napas panjang lega.

Sedangkan aku, sekarang gantian tercengang memandang Vincent setelah mendengar suara normalnya pertama kali.

Suaranya terdengar tenang, terkontrol.

Atau bisa dibilang bagus.

Mengingatkanku pada suara yang dimiliki oleh pria pembawa acara berita di channel tv asing yang suka kutonton.

Pipiku berkedut, menahan sembur tawa geli.

Good God,

Moodku berubah-ubah seperti ini.

RED CITY : ANNIHILATION Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang