Hero

9.9K 1.9K 1.2K
                                    

Dibandingkan merespon ajakan, aku lebih penasaran dengan jawaban apa yang diberi Regi padanya.

"Lalu apa kata dia? kau- minta ijin-"

"Katanya--silahkan saja."

Badanku ambruk sedikit kedepan.

"S-silahkan saja katanya?"

"I-ya-"

"Dia?!-Reginald Joshua Aulian-"
Lengkingku.
"Langsung membolehkan? Tanpa ada tambahan kata-kata lain?"

"I-ya-memang itu katanya."
Vincent meyakinkan.

Aku ternganga.

Ajaib sekali dia tidak merepet-

"Ia mengijinkan, tapi semua terserahmu. Mau atau tidaknya-"

"Oh oke."
Mataku mengerjap-ngerjap.
"Well yah-"
Aku menggosoki leher dengan kaku.
"Eng- kau memangnya tidak mengantuk-capek setelah kemarin-"

"Tidak terlalu-"
Potongnya cepat.
"Lelah sedikit-"
Ia memiringkan kepalanya.
"Tapi kapal ini keren, jadi aku ingin menjelajahinya denganmu-setelah pesta pertemuan Pierre-"

"Pesta pertemuan Pierre okey,"
Aku terkekeh. Makin meyakini ini acara terselubung Pierre untuk bersenang-senang.
"Emm ya baiklah Vincent-lagipula kata Kadet Silv kita hanya akan sementara disini jadi ya-"

Vincent bergeser menutup jalan keluar.
"Tunggu dulu Luce,"
Tahannya dengan sebelah alis terangkat.

Didorongnya diriku mundur.

Vincent lanjut maju perlahan selangkah demi selangkah dengan tersenyum, tangannya tak lupa menarik pintu dibelakangnya.

"E-eh- ada apa? Kenapa ditutup pintunya?"

Tangan kirinya tiba tiba terangkat, terlihat seakan menggenggami sesuatu.

Ia mendiamkan dulu didepan wajahku, sebelum membuka perlahan kepalan tangannya.

"Uwah-"
Pukauku memandangi batu permata merah seukuran kuku jari yang berkerlap-kerlip kemerahan dihadapan mata.
"Kau dapat dari mana ini--"

"Titipan Sophia- dia lupa memberi ini-katanya ini pasangan buat gaunmu itu-"

"Waduh-"
Kataku malah jadi merasa khawatir.
"I-tu terlihat mahal-e-entahlah Vincent, tanggung jawabku jadi bertambah, gaun mahal, sepatu mahal-"
Aku menunjuk sepatu heels hitam yang terselip dalam tas kedua ditempat tidur.
"Lalu kalung-eih!"

Vincent menarik siku-ku, menyeretku mendekat menuju cermin kembali.

"Katanya kau harus memakainya-"
Ia berdiri di tepat belakangku, menatap lewat cermin.
"Biarku memasangkannya dilehermu."

Aku jadi tercekat merasakan tangan Vincent langsung menyasar kulit punggung belakangku, mengusap rambut tergeraiku kepinggir bahu.

Ia lanjut membuka kenop pengunci rantai kalung, lalu menyelipkannya kedepan leherku dan kembali menguncinya lagi.

"Nah,"
Ucapnya dengan kedua tangannya mendarat di masing-masing bahuku yang terbuka.
"Sudah lengkap sekarang."

Aku bahkan tak sempat lagi melihat tampilan kalung itu dileher karena langsung bergeser cepat kesamping, meloloskan diri dari tangannya.

"Oke terimakasih-"
Sambungku cepat, berusaha mengabaikan sensasi merinding parah meluncur disekujur tubuh.
"Y-yuk kita keluar- jemput Regi-aku sebentar pakai sepatu dulu ya-"

"Mau kubantu pasangkan sepatumu-"

"T-tidak perlu."
Gelengku cepat.
"Kau kan kawanku, bukan asistenku."

RED CITY : ANNIHILATION Où les histoires vivent. Découvrez maintenant