Axis

12.8K 2.4K 428
                                    

Untuk sesaat, semua hampir terlihat normal.

Anggap saja aku sedang rekreasi ke pinggir pantai, mengunjungi kapal pancing, melihat para nelayan yang sibuk dengan hasil tangkapan ikannya.

Para nelayan yang kebetulan memakai seragam tentara navy.

Para nelayan yang kebetulan bukan memegang pisau dapur, tapi golok berukuran hampir sepanjang pedang samurai untuk memotong ikan tangkapannya hari ini.

Tanganku terangkat menyila, masih dalam posisi berdiri menyender di pinggiran geladak.

Kutelengkan kepalaku sedikit ke kanan, mengamati ikan hiu besar yang tergeletak lima langkah didepan.

Hiu itu tergeletak menyamping dengan kepalanya terkulai menghadap ke arahku.

Kepalanya besar sekali,
lebar kepalanya melebihi atas dengkulku dengan mulutnya yang membuka.

Bukan membuka seperti ingin menerkam. Membuka seperti melongo terkejut.

Bisa kubayangkan, mungkin dia sedang berenang ringan santai lalu mati dalam keadaan syok ketika mendadak ada tombak yang menusuk punggungnya.

Aku berdecak.

Kasihan.

Tapi setidaknya, stok makanan jadi mendadak full untuk kami semua.

Para tentara yang sudah memarkirkan speedboatnya di buntut kapal pun berlarian kembali ke geladak atas bergabung membentuk lingkaran mengerumuni hiu itu dilantai.

Mereka masih terus saja tertawa penuh ketidak percayaan, menyebut terus 'pengalaman pertama'.
Kadet Silvia pun terlihat cerah, ikut mengoceh jenis-jenis hiu pada Hugo sambil terus meraba-raba buntut hiunya, dan sebagian lainnya sedang sibuk menghitung-hitungi bersama jatah daging jika nanti di masak.

"Dia benar-benar hebat."

Kulihat dari ujung ekor mata, sosok pria berambut merah pendek yang melangkah mendekat.

Archibald.

Benar-benar baru sadar keberadaannya disini

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Benar-benar baru sadar keberadaannya disini.

"Bisa dibilang ini tangkapan hiu pertama tentara Kapal Aegis."
Ocehnya sambil menyenderkan punggung di pegangan pembatas.

"Oh,"
Aku mengangguk tanpa menoleh. "Benarkah?"

"Ya, tak pernah juga kami memburu hiu,"
Ia memiringkan kepalanya, berbicara dengan bisik rahasia.
"Lagipula hal itu dilarang dalam hukum internasional, tentunya."

"Oh begitu ya,"
Sahutku menelan ludah.

Ia mengangkat bahu.
"Tak menyalahkanmu juga sih. Kau sebelumnya kan hanya penduduk sipil biasa yang bisa minim informasi. Tapi kakakmu itu, dia orang militer juga kan?"

Aku berkedip.

"Seharusnya dia tahu dong aturannya-"

Pembicaarannya sempat terhenti ketika ada satu tentara yang lewat menyapanya.

RED CITY : ANNIHILATION Where stories live. Discover now