Illude

24.3K 3.4K 252
                                    

Apa yang telah terjadi di pangkalan militer akhir jakarta barusan menjadi suatu peristiwa yang benar-benar memukulku.

Napasku menjadi sesak mencekik, dan tubuhku memberat, seakan ada batu yang bertumbuh semakin besar diparu -paru.

"Hei, tenang tarik napas-"
Bisik penumpang perempuan disampingku berulang-ulang.

Regi akhirnya menyuruhku untuk mengambil sebutir pil penenang yang botolnya disimpan bersama HT di resleting saku kiri jaket kepunyaannya yang sedang kupakai sekarang.

"Botol minumnya ada di tas dibawah kursimu,"
Sebutnya ketika aku sedang mengerjap menatap pill penenang berbintik hijau itu ditanganku.

Sejujurnya sih, aku belum pernah minum obat penenang.

"I--ini-takkan membuatku jadi ketergantungan kan?"
Tanyaku kembali,

memastikan.

"Kau kan baru minum sekali,"
Jelasnya dengan mengangkat satu alis.
"Tentu tidak."

Kugelindingkan pill hijau di telapak tangan.

Mungkin tak apa,

Kan cuma sekali...

Pill itu pun berguling masuk kemulut.

Aku membungkuk sekarang dengan masih gemetaran parah, ingin membuka tas abu berbahan parasut yang ditunjuk Regi sebelumnya.

Tepat ketika aku ingin menarik buka resletingnya, tentara yang terlihat tak suka denganku itu berteriak menyentak, sampai membuat badanku terlonjak.

"Sedang apa kau!!"
Pelototnya dengan bergerak maju.

Dua penumpang lainpun sampai ikut jadi gelagapan.

"Cu...ma"
Gagapku ingin menjawab namun mengalami kesulitan, karena pill hijau itu keburu meleleh dan menimbulkan rasa pahit yang amat sangat dilidah.
"ma...u-"

Ia sekonyong menodongkan senapan ditangannya.

E--eh?

Aku terperangah melihat reaksi berlebihannya.

"Kau,"
Regi menyentaknya dengan galak.
"Ingin menyerang perempuan muda yang mau minum obat?"

Pandangan tentara itupun jadi beralih.

"Memang benar ternyata, rata- rata bawahan Kapten Taruma itu..."
Regi melanjutkan dengan bersenderan santai.
"Kalau gak goblok,

Aku membelalak.

"--ya pengecut. Antara itu saj--"

Sudah bisa tertebak selanjutnya tentara itu pun maju mengamuk, namun satu tentara yang berada dibelakangnya melompat, menjambak punggung baju seragamnya.

"Prajurit Andra! jangan!"
Peringat tentara pelerai itu kembali.
"Dia kan ditunggu oleh orang pusat!"

Tangan terkepal Prajurit Andra sudah berada dekat sekali jaraknya dengan wajah Regi.

"Ya, Prajurit Andra"
Lanjut Regi dengan nada menggeram rendah.
"Dan aku disini masih sebagai atasan kalian,"

Lalu mereka diam, saling berpandangan menantang.

Bola mataku bergerak cepat melirik ke kiri kanan sampai sakit rasanya, mengamati penuh siaga mereka berdua.

"Ya kau benar,"
Perlahan, tangan Prajurit Andra menurun,

membuat napasku agak melega.

Ia menepis kasar tangan kawan yang menahannya dan menegakkan tubuhnya kembali.

RED CITY : ANNIHILATION Where stories live. Discover now