Divide

4.6K 1K 508
                                    

Tentunya, tak ada terdengar jawaban apapun dari pertanyaan penuh keherananku ini.

Tak ada suara apapun datang dari langit yang terdengar.

Aku jadi terkekeh dalam hati.

Lebih baik seperti ini sih memang!

Aku, bahkan yang lain bakal pingsan ketakutan juga jika beneran muncul suara datang dari langit.

Lagipula aku kan memohon lewat keheningan dalam hati, berarti Tuhan menjawab bisa lewat keheningan malam juga.

Leherku serasa dikalungkan besi seberat sepuluh kilo, tapi pelan aku berhasil juga untuk menegakkan diri, mendongak balik menatap wajah Kapt.

Kami jadi bertatapan walau tak ada berkata apapun.

Kapten bahkan diantara Chef Yuan serta Briptu Yoga yang langsung mengajak bersalam, nyerocos penuh semangat memperkenalkan Pak Damkar hanya memberi respon anggukan sekilas pada mereka dengan pandangannya tak lepas dariku.

Pasti Uncle Cyril yang utus Kapt kesini, entah apa alasannya.

Fokusku turun dari wajah amat lelahnya, kepada darah yang kembali merembes keluar dari luka pada bahu, membasahi kaus putihnya.

Oh Tuhan.

Aku menggigit bibir, rasa bersalah menyesak batinku.

Aku ini, yang bisa dibilang merupakan inti dari segala permasalahan, sampai saat ini tak mengalami luka gores apapun. Ryan yang cuma terikut saja dalam pusaran bisa sampai jadi punya cedera luka yang darahnya keluar terus menerus.

Aku kembali tertunduk.

Atau mungkin,

Mungkin kedatangan Kapten Ryan yang sungguh pas sekali ini sebenarnya bukan untuk menjawab pertanyaanku sebelumnya.

Tapi ini adalah lebih ke sebuah pernyataan Tuhan sebagai pemberian kesempatan bagi diriku ini untuk bisa jujur.

Aku mengerjap.

Memang benar bukan?

Sampai kapan aku juga bakal terus berlari, menutup-nutupi apa yang telah terjadi.

Seperti yang nasihat baik yang Vincent beri sebelumnya, terkadang kebenaran adalah hal yang menyakitkan.

Sebenarnya sih ini lebih menyakitkan bagi diriku , jelas.

Bukan buat Kapten Ryan.

Aku rasa kebenaran ini justru akan membebaskan dirinya.

Dia tak perlu capek-capek sebenarnya sampai tak perduli dengan nyawanya sendiri demi membelaku dan kakakku.

Kutarik napas.

Di momen seperti ini aku jadi semakin sadar kalau aku benar-benar menyayangi Kapten Ryan.

Setelah semua yang telah terjadi, hingga aku kembali di Jakarta saat ini, perasaanku tak ada berkurang, bertambah besar malah.

RED CITY : ANNIHILATION Where stories live. Discover now