34.

1K 115 29
                                    

Sebelumnya, aku minta maaf krn ngmg gini. Aku sedih bgt nih soalnya yg chapter sblmnya votenya beda jauh bgt sm jumlah readnya. Tolong dipencet button bintangnya ya :( sedih loh kalo karyaku jg gak dikasih feedback. Kl kalian di posisiku jg pst bakal ngerasa hal yg sama kan? hehe makasih, sekian. (maaf chapter ini bkl pnjg bgt :( hehe)

Harry langsung terlelap di sofa setelah menghabiskan makan malamnya bersama Gi. Sementara Gi masih membereskan bekas piring makan malam mereka. Tadinya Harry mau membantu Gi, tapi Gi menolak. Alasannya adalah Harry butuh banyak istirahat karena mulai besok jadwalnya sudah padat. Sebelum makan malam saja, banyak jadwal dadakan yang ditambahkan oleh kru mereka.

Gi duduk di kursi meja makan dalam diam. Matanya menatap kosong ke arah ponsel di depannya. Ponsel Gi bergetar di atas meja dan Gi melirik layarnya. Satu panggilan dari Liam. Gi menopang dagu dengan tangan kanannya. Ia menimbang-nimbang apakah ia sedang ingin menjawab panggilan itu. Sejujurnya, ia sedikit merasa bersalah karena ia sudah mengucapkan bahwa ia hanya ingin berteman dengan Liam, meskipun ia tidak mengutarakannya langsung pada Liam.

Gi memutuskan untuk mengabaikan Liam. Ditekannya lingkaran merah di layar ponselnya untuk menolak panggilan itu. Beberapa detik kemudian, Gi sadar ia sudah salah langkah. Seharusnya ia membiarkannya saja, tidak usah menekan tombol apapun.

Sekali lagi, ponselnya bergetar. Gi belum tahu bagaimana cara bicara santai pada Liam sementara ia tadi sudah berkata hal yang buruk tentangnya. Tapi, kalau ia mengatakan kenyataan meskipun buruk, tidak ada salahnya bukan? Gi mencubit-cubit atas hidungnya sambil berpikir.

Ponselnya sudah berhenti bergetar. Gi memilih untuk menjawab telepon dari Liam kalau ia menelepon kembali. Ia tidak boleh bertingkah aneh dan seperti pengecut yang malah menghindari masalah dan bersembunyi. Gi harus menyatakan yang sejujurnya.

Saat ponsel itu bergetar lagi, Gi langsung menjawab, "Halo?"

"Hai, Gi. Kenapa tadi tidak menjawab teleponku?"

"Tadi aku sibuk membereskan dapur lalu tidak sengaja menekan tombol itu. Oh ya ada apa meneleponku?"

"Hanya ingin mendengarkan suaramu saja," jawab Liam dan semakin menambah rasa bersalah di dalam hati Gi. "Kau sendirian?"

Gi menggeleng dan ia merasa bodoh karena baru sadar Liam kan tidak bisa melihatnya. "Tidak, ada Harry di flatku."

Beberapa detik berlalu dalam diam. Liam tidak berkata apa-apa dan Gi tidak tahu harus bicara apa. "Harry di tempatmu? Bagaimana bisa?" tanya Liam pada akhirnya.

"Dia sejak pagi membantuku membereskan kamar untuk Tia." jawab Gi.

"Terus kenapa dia malah menginap di sana? Atau dia tidak menginap?" Liam terus mencoba menggali informasi dari Gi dan Gi tidak keberatan menjawabnya. Ini lebih baik daripada harus diselimuti rasa bersalah yang tak kunjung hilang.

"Iya, dia ingin menghabiskan waktu denganku, katanya." Kalimat itu terdengar salah, namun bagaimana mengoreksinya kalau sudah terlanjur keluar dari mulut Gi? Sudah tidak bisa diralat juga.

"Denganmu? Coba ceritakan apa yang kalian lakukan seharian. Kau tidak keberatan kan untuk menceritakannya?"

"Tidak kok. Aku kan sering bercerita padamu," Gi menelan ludah. "Tadi pagi, Harry datang menemaniku membereskan kamar, kemudian kami menonton How I Met Your Mother. Setelah itu, datang sebuah paket untukku."

"Paket? Paket apa? Dari siapa?" Pertanyaan bertubi-tubi dari Liam membuat Gi sempat menghela napas lalu melanjutkan penjelasannya.

"Awalnya aku bingung, aku tidak pernah memesan barang apapun akhir-akhir ini. Setelah aku buka, keluar seekor anak anjing jantan. Lucu sekali, Liam! Kau harus bertemu dengannya."

the lucky one (h.s./l.p.) | COMPLETEDWhere stories live. Discover now