11.

1.6K 135 16
                                    

"Laki-laki yang tadi pakai kupluk dan naik mobil hitam di depan apartemenmu. Aku melihatnya Gi, kuharap kau mau menjelaskannya."

Tangan Gi yang berada di gagang pintu pun segera membeku. Otaknya berputar cepat mencari akal untuk manjawab pertanyaan Mike. Badannya masih membeku di depan pintu dan ia tidak mengeluarkan sepatah kata pun karena takut kalau-kalau ia salah bicara.

"Gi? Buka pintunya." suara Mike masih tenang, tidak seperti biasanya, tidak ada emosi. Namun Gi justru lebih mengkhawatirkan Mike yang ini, daripada Mike yang mudah marah.

Gi pun tersadar dan segera membuka pintu apartemen dan menyalakan seluruh lampu yang ada di apartemen. Ia mencoba melupakan keberadaan Mike sejenak agar bisa berpikir jernih, baru ia bisa menemukan kata-kata yang tepat untuk menjawab pertanyaan yang Mike lontarkan.

"Jadi," Mike duduk di sofa dan menghela napas, "siapa laki-laki tadi, Gi?"

"Dia hanya teman kuliahku dulu, aku bertemu di jalan saat turun dari kereta." jawab Gi berbohong.

"Kau yakin? Tapi, kalian sepertinya berasal dari tempat yang sama? Aku lihat kantong belanja yang ia bawa sama dengan yang kau pegang tadi." tukas Mike curiga, kini ia menyandarkan punggungnya ke sofa sementara Gi melirik kantong belanja berisi cokelatnya.

"Yakin, Mike. Kau tidak percaya padaku?" kini Gi mencoba menantang Mike. Ia beranjak ke dapur dan meletakkan kantong plastik belanjaannya lalu mengeluarkan bahan-bahan untuk makan malamnya.

"Bukan begitu, Gi. Aku tidak suka kau berbohong, percuma saja kau bohong padaku, aku selalu tahu kalau kau berbohong." kemudian suara Mike disusul dengan suara pertandingan sepakbola yang tentunya berasal dari televisi.

"Tenang saja, kau tahu aku tidak pandai juga berbohong." balas Gi yang mencoba menahan dirinya agar tidak salah kata. Ia mengalihkan perhatiannya ke piring-piring yang ia letakkan di konter dapur.

"Okelah kalau kau tidak berbohong, lalu yang tadi di perpustakaan itu teman kuliahmu juga?" Entah kenapa Mike kali ini mudah percaya, sepertinya suasana hatinya sedang bagus dan rupanya ia mengingat Harry yang berkunjung ke tempatnya dan Gi bekerja.

"Masa kau tidak tahu? Sudah kubilang dia Harry. Dia personil One Direction. Ya ampun Mike, aku tidak habis pikir denganmu, kau ini sudah lama denganku, sering mendengar ocehanku tentang One Direction, masa kau tidak tahu atau mengingat mereka sedikit pun?" Gi mengoceh panjang lebar sambil mengiris beberapa sayuran.

"Tuh kan, kau mau bohong lagi ya? Mau apa coba artis macam dia menjemputmu?" tanya Mike sambil berjalan menuju meja makan dan duduk di salah satu kursinya.

Gi pun menceritakan semua hal yang terjadi hari ini namun ia tidak menceritakan perjalanannya bersama Liam karena malah akan terbongkar. Ia tidak ingin menambahkan kebohongan yang lain. Sudah cukup ia berbohong tentang Liam karena jika ditambah dengan kebohongan yang lain akan makin besar pula resiko untuk salah bicara dan membongkar semuanya.

Mike terlihat geram mendengar cerita Gi, entah ia geram kepada Harry, Kendall, atau keduanya. Gi baru tahu saat mendengar komentar laki-laki berambut pirang itu.

"Tidak usah bertemu lagi dengan Harry atau One Direction lagi, Gi," Gi bisa lihat rahang Mike menegang. "Aku tidak mau keadaanmu jadi sulit karena mereka, terutama karena Harry dan pacarnya."

Sesaat, Gi tidak percaya dengan kalimat Mike karena sejak awal Mike tidak memercayainya, tapi ia langsung menyadari kini Mike sudah percaya akan ceritanya dan tidak ingin Gi kesusahan. Ia tahu sebenarnya Mike memang sayang padanya, hanya saja terkadang caranya menunjukannya salah dengan kecemburuannya itu.

"Sebenarnya, aku juga ingin begitu, tapi setelah kupikir-pikir Harry tidak sepenuhnya salah." kata Gi sambil mengolah tumis sayuran di wajan, sesekali ia menengok ke arah Mike memperhatikan sikap laki-laki itu.

the lucky one (h.s./l.p.) | COMPLETEDWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu