9.

1.9K 151 31
                                    

Mobil itu melaju dengan kencang namun tetap tenang. Di dalamnya, terdengar sebuah lagu dimainkan dengan volume yang pelan namun masih bisa ditangkap oleh kedua telinga penumpang maupun orang yang menyetir.

"Gi, kenapa diam saja begitu?" tanya Harry masih menatap lurus ke arah jalan. Kedua tangannya berada di pegangan setir.

"Aku tidak apa-apa." jawab Gi masih melihat ke luar jendela. Dari tadi ia menempelkan dahinya ke kaca jendela dan tidak mengeluarkan sepatah kata pun.

"Sebentar lagi kita sampai. Aku harap nanti kau tidak akan diam seperti ini."

"Memangnya salah kalau aku diam seperti ini? Bukannya ini akan menjadi lebih mudah untukmu?" tanya Gi yang sudah memalingkan wajahnya ke arah Harry. Ia memanyunkan bibirnya lalu menyilangkan kedua tangannya di dada.

Harry malah terkekeh. "Tidak, bukan begitu. Kau tidak seperti biasanya saja. Aneh rasanya melihatmu jadi pendiam begini."

"Ya, ya, terserah kau saja. Lebih baik urusi saja jalanan di depanmu. Aku tidak mau mati muda karena kau." Gi memutar bola matanya dan menyenderkan tubuhnya.

Gi masih malas untuk angkat bicara karena Mike. Suasana hatinya jadi aneh dan tidak jelas. Mike-lah si perusak suasana hatinya. Kalau saja, siang ini ia tidak bertemu Mike, mungkin ia akan super gembira karena akan pergi ke kantor manajemen artis kesukaannya. Ia cuma butuh ketenangan untuk menjadikan dirinya lebih baik.

Harry memutar setirnya dan membelokkan mobil ke kanan. Kini mereka memasuki sebuah lahan parkir yang terlihat lumayan penuh.

"Kita sudah sampai." katanya saat menarik rem tangan sesudah memarkirkan mobil hitamnya.

Gi diam sebentar dan menarik napas panjang. Tiba-tiba saja, ritme jantungnya sudah tidak karuan. Ia sangat gugup saat akan bertemu artis idolanya. Ini merupakan kesempatan langka baginya, sungguh langka. Gi sudah pernah bertemu mereka tetapi ia tidak pernah segugup ini. Bagaimana kalau kali ini mereka tidak mau bertemu Gi?

Ia menyisir rambutnya terburu-buru dengan sela-sela jari tangannya. Tak lupa juga ia rapikan sweater hijau tua yang ia kenakan sedari tadi. Setelah itu, terdengar tawa kecil dari sampingnya.

"Kau ini ribet sekali, sih?"

Gi langsung cemberut. "Hei, aku tidak mau memberikan kesan buruk kepada teman-temanmu. Setidaknya aku harus terlihat oke di depan mereka."

"Kau sudah oke seperti biasanya, kok."

Gi yang tadi sudah menyiapkan balasan untuk kalimat Harry sekarang hanya bisa menganga. Ia terdiam di tempat. Jantungnya kini berdegup lebih kencang daripada sebelumnya.

Harry sudah turun dari mobil dan menutup pintu, ia menunggu Gi di depan mobil. Akhirnya Gi tersadar dan langsung menyusul Harry keluar mobil.

Ia tertegun di antara langkah-langkahnya. Tiba-tiba saja terlintas di pikirannya, bagaimana kalau pilihannya ke tempat ini adalah sebuah kesalahan? Ia bahkan tidak meminta ijin kepada Mike seperti biasanya. Bagaimana jika seharusnya memang dia tidak berada di sana? Entah mengapa ia punya firasat tidak enak dengan kedatangannya ke tempat itu. Apakah ia gugup? Mungkin saja, walaupun ini adalah kali kedua Gi pergi menemui grup musik favoritnya.

"Kenapa gelisah seperti itu? Sudah kubilang, kau terlihat oke kok." kata Harry cuek.

"Tidak tahu. Aku merasa aneh saja berada di sini."

Kini mereka berjalan menjauhi mobil dan memasuki lobi gedung.

"Apanya yang aneh? Kau seharusnya bersyukur bisa ke tempat ini secara cuma-cuma."

Gi berdecak pelan. Harry tidak tahu apa yang mengganggu pikirannya sama seperti dirinya. Gi sendiri bahkan tidak tahu cara menghilangkan perasaan tidak enak yang daritadi mengganggunnya. Gi hanya bisa diam dan menggigit bibirnya gelisah.

the lucky one (h.s./l.p.) | COMPLETEDWhere stories live. Discover now