28.

991 84 12
                                    

Tok, tok, tok...

Terdengar tiga ketukan di pintu flat Gi. Gi tahu benar siapa yang akan datang karena dia sangat menantikan orang di balik pintu depan tempat tinggalnya. Gi sudah mengganti pakaiannya dengan yang lebih wangi dan tentunya lebih rapi serta enak dilihat. Tidak tahu apa yang membuatnya begitu bersemangat pagi ini untuk terlihat lebih menarik dibanding biasanya.

Gi membukakan pintu dan senyumnya mengembang di wajah yang sudah ia basuh berkali-kali sebelumnya. "Hai, Harry!"

"Hai, Gi!" sapa Harry membalas senyuman Gi. Harry memakai mantel coklat yang Gi baru saja lihat di timeline twitternya.

Gi mempersilahkan Harry masuk dan anehnya ia merasa begitu gugup saat bertemu dengan Harry, padahal ia tidak pernah merasa gugup sebelumnya jika bertatap muka dengan laki-laki itu.

"Ada apa?" tanya Harry yang sepertinya tahu ada yang berbeda dengan Gi.

"Tidak ada apa-apa." jawab Gi cepat.

"Kau yakin?" Harry meragukan jawaban Gi.

"Tentu, kau mau minum apa? Biar kuambilkan." tawar Gi. Sebenarnya ia berusaha menjauhi Harry sebentar dan berupaya untuk menghilangkan rasa gelisahnya di dapur dan kembali dengan keadaan yang normal.

"Boleh aku minta teh? Di luar dingin sekali." kata Harry sambil menggosok-gosok punggung tangannya dan meniupnya.

"Boleh." Gi langsung melesat ke dapur tanpa melihat Harry.

Gi bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Ia belum pernah segugup ini dan jantungnya terasa begitu berdebar-debar. Harry bahkan hanya menyapanya, tidak memujinya. Tapi kenapa dirinya sangat gelisah?

"Gi?" panggil Harry.

Gi terlonjak dari tempatnya. Rupanya Harry sedari tadi berada di belakang Gi mengikutinya.

"Kau mau terus melamun?" tegur Harry dan lesung pipinya tampak di kedua sisi bibirnya.

Gi meringis dan tidak menjawab, namun melanjutkan menyeduh teh untuk dirinya dan Harry. "Kau sudah sarapan?"

Bahu Harry terangkat dan ia menempatkan dirinya di salah satu kursi di pinggir meja makan Gi. Dagunya ditopang dengan tangan kirinya yang dipenuhi tato sambil memandangi Gi dari jauh. Harry mengamati Gi dengan seksama dan menyadari bahwa Gi membuatkan sarapan untuknya.

Gi menggeser sebuah piring berisi dua lembar roti panggang di hadapan Harry. "Maafkan aku, aku tidak sempat membuatkanmu kue dadar atau yang lain." kata Gi menatap ujung jari kakinya.

Harry terkekeh lalu berkata, "Aku tidak memintamu membuatkan itu. Ini sudah cukup bagiku. Tidak usah repot-repot, Gi."

"Aku kan hanya berusaha menjamu tamuku." Bibir Gi terlihat mengerucut.

"Tadi aku cuma meminta teh kan, jadi kau tidak perlu sampai membuatkanku roti." balas Harry masih menyunggingkan senyumnya.

"Iya, tapi kau kan belum sarapan. Aku juga belum sarapan. Jadi kupikir tidak ada salahnya kan kalau kita sarapan bersama?" tanya Gi sambil duduk di hadapan Harry dengan piring sarapan yang tergenggam di tangannya.

"Kalau memang kau mau sarapan denganku, ya sudah ayo makan, selagi rotinya masih hangat."

Tak lama, mereka sudah mengunyah gigitan pertama mereka. "Enak kan?" tanya Gi takut-takut mendengar respon Harry.

"Enak kok. Kau kenapa sih? Kelihatannya aneh begitu?"

Gi menggerutu dalam hatinya. Kalau ia tahu ia kenapa, ia sudah berhenti bersikap tidak jelas seperti ini. Namun Gi memilih diam dan hanya menggelengkan kepalanya.

the lucky one (h.s./l.p.) | COMPLETEDWhere stories live. Discover now