31.

952 82 10
                                    

Pertengahan Oktober sudah tiba. Semua pertokoan sekarang berhiaskan aksesoris khas musim gugur. Warna-warna pakaian penduduk kota London pun bernada serupa dengan daun yang berjatuhan dari ranting pohon. Oranye, hijau tua, kuning muda, merah, kuning tua. Warna-warna yang bisa kita temui di bulan itu pada umumnya.

Warna pakaian Harry juga tak kalah cerahnya dengan warna daun yang melayang ke arah kepalanya. Ia menyingkirkan selembar daun tersebut dan melirik ke arah arloji yang melekat di tangan kirinya. Sudah waktunya untuk Harry segera meluncur ke flat Gi dan membawa gadis itu pergi.

Sebelumnya, Harry memang sudah memberitahu Gi bahwa ia ingin mengajak Gi keluar dari tempat tinggalnya. Ia tahu benar Gi pasti sudah penat karena tidak keluar sepanjang akhir pekan kemarin. Gi bilang ia baik-baik saja, tapi ketika mendengar suaranya di telepon, Harry langsung sadar kalau Gi berbohong. Pasti ia sangat suntuk di dalam flatnya.

Harry langsung menginjak pedal gasnya setelah memasangkan sabuk pengaman untuk dirinya. Dia sudah tidak sabar untuk bertemu Gi, gadis yang selalu ia ingat saat pertama kali terbangun dari lelapnya. Gadis yang selalu Harry ingin ketahui seluk beluknya. Terkadang Harry iri kalau mengingat bagaimana Mike bisa dekat dengan Gi seperti itu. Bagaimana Mike mengenal Gi lebih dulu ketimbang dirinya.

Pikirannya dipenuhi oleh bayangan Gi. Sudah berhari-hari ia tidak bertemu dengan Gi. Mereka hanya saling kontak lewat pesan atau bicara melalui telepon. Harry selalu berusaha menyempatkan waktu untuk mengecek keadaan Gi di sela-sela jadwalnya yang padat. Untung saja, Gi tidak pernah merasa terganggu dengan Harry. Harry sudah pernah menanyakan hal itu pada Gi dan menurut Harry, Gi tidak berbohong. Gi memang tidak pernah pandai berbohong juga.

Hari itu Harry akan mengajak Gi pergi ke tempat tinggal Zayn. Kebetulan juga jadwal Harry sedang kosong dan mereka hendak membicarakan lagu yang akan dijadikan single terbaru. Harry yakin Gi akan merasa senang karena Gi sudah menjadi penggemar Harry dan lainnya sejak lama. Lagipula, di rumah Zayn hanya akan ada Louis dan Perrie. Ya, Perrie sedang mengunjungi Zayn. Mereka berdua selalu bertemu kalau ada kesempatan, apalagi di saat keduanya belum ada tur seperti sekarang.

Mobil hitam Harry menepi tepat di depan bangunan yang merupakan flat Gi. Harry mengecek layar ponselnya namun tak ada pesan yang ia lihat di sana. Lalu ia memutuskan untuk menelepon Gi saja.

"Aku sudah di depan." kata Harry pelan.

Terdengar suara barang berjatuhan dan mengaduh dari ponsel Harry. "Iya, sebentar, kenapa kau tidak bilang kalau sudah berangkat sejak tadi?"

"Aku kan sudah bilang aku bakal datang jam berapa. Kau saja yang terlalu lama berdandan." balas Harry sambil tersenyum tipis membayangkan Gi.

"Aku tidak berdandan, Styles! Ini hanya beberapa sentuhan kecil saja. Kau memang mau aku terlihat buruk di depan teman-temanmu?" gerutu Gi di telepon.

"Tidak apa-apa kok, di mataku kau tidak pernah terlihat buruk. Begitu juga di depan teman-temanku." jawab Harry santai.

Sesaat Harry mendengar tidak ada suara yang muncul dari ponselnya. Harry menunggu namun masih tidak ada jawaban. "Hei? Gi? Kau masih di sana tidak?"

"Ah, iya. Maaf, maaf. Aku segera turun kok. Sudah tunggu saja." Tak lama, sambungan telepon pun terputus. Harry bingung sendiri dengan Gi. Kenapa gadis itu tiba-tiba terdiam dan langsung mematikan teleponnya? Apa Harry salah bicara? Tapi Harry rasa ia sudah bicara yang sejujurnya.

Keluarlah Gi dari pintu kayu bangunan itu. Tubuh mungilnya sudah terbalut jaket berwarna hijau seperti warna baju yang dikenakan Harry sekarang. Lehernya juga sudah tertutupi oleh syal berwarna merah.

"Maaf ya sudah menunggu lama, aku bingung harus pakai baju apa." ujar Gi saat masuk ke dalam mobil dan menutup pintu di sebelahnya. Ia menggosok-gosok telapak tangannya berharap mendapat kehangatan.

the lucky one (h.s./l.p.) | COMPLETEDWhere stories live. Discover now