61.

586 59 6
                                    

Gi terbangun di samping Harry yang masih terlelap.

Selimut tebal menutupi keduanya. Gi mengucek matanya sebentar lalu berpaling kepada laki-laki yang tampak begitu damai di sampingnya. Pemandangan yang ia lihat pagi itu terlalu indah, sampai-sampai Gi hanya bisa diam memandang begitu lama. Terlalu kagum dengan Harry.

Sayangnya, apa yang dilakukan Gi hanya bisa berlangsung sebentar. Neo menyadari kalau Gi bangun dan ia langsung melompat ke atas kasur. Anjing itu mendesak mencari tempat di antara Harry dan Gi. Otomatis hal itu membangunkan Harry.

Harry membuka matanya sedikit untuk melihat Neo lalu menutupnya lagi. "Ya ampun, Neo, jangan memberi jarak antara aku dan Gi."

Neo menggonggong sekali. Gi spontan tertawa dengan sikap anjing itu lalu menariknya dan menempatkan anjing itu di atas tubuhnya. Gi mengangkat anjing itu dan berkata, "Jangan mengganggu Harry, dia baru tidur sebentar."

Neo hanya menjulurkan lidahnya dan saat Gi menurunkannya ia pun menjilati pipi Gi. Membuat Gi terbahak-bahak dan rupanya hal tersebut mengusik Harry.

Harry menutup mulut Gi dengan telapak tangannya yang lebar. "Kau juga mengganggu, Gi."

Gi memindahkan Neo ke ruang kecil di antaranya dan Harry. Ia pun melepaskan tangan Harry dari bibirnya. "Kalau begitu aku dan Neo keluar saja."

Harry sekejap membuka matanya dan mengulas senyum. "Dasar tukang ngambek." Ia pun menggapai tubuh Gi dan menariknya lebih dekat. Neo menggonggong lagi karena terjepit, ia pun berlari turun dan keluar dari kamar.

"Yang tukang ngambek itu Neo, bukan aku."

Harry menghadapkan tubuh Gi ke arahnya agar lebih mudah menatap mata gadis itu. "Selamat pagi juga, Gi." Bibirnya melengkung tersenyum lalu mengecup kening Gi.

Mau tak mau Gi jadi ikut senyum. "Sikatlah gigimu dulu, Styles."

Harry tidak mempedulikan ucapan Gi dan mendekatkan Gi lagi sehingga Gi hanya bisa melihat dada Harry yang dilapisi kaus putih tipis. Hidung Gi sudah akrab dengan wanginya. Wangi laut yang belum berubah sejak pertama kali bertemu. Gi pun memejamkan matanya.

"Bolehkah seharian kita diam seperti ini saja?" kata Harry pelan.

Gi diam tidak mau merusak momennya. Matanya masih tertutup. Hembusan napas Harry menggelitik kulitnya tapi Gi menyukainya. Apalagi setiap kali Harry mengelus rambutnya perlahan. Membuat Gi semakin yakin kalau Harry memang menyayanginya. 

"Kau tidur lagi ya?" Harry bicara lagi. Ia melepaskan pelukannya, menyebabkan Gi mengerang. "Bukan hanya tukang ngambek, tapi tukang tidur juga."

Gi membuka mata lalu memutar keduanya. "Yang bangun lebih dulu kan aku, bukan kau. Jadi siapa yang tukang tidur sebenarnya?"

Harry malah mengecup pipi Gi. Ia tahu kalau itu bisa membuat Gi membisu. "Kalau tukang ngambek bukan aku, tapi kau."

Dalam hati Gi ia melonjak-lonjak senang tapi ia menyembunyikannya dengan bersikap biasa saja. Lalu Gi mendorong tubuh Harry dan bangun dari tempat tidur. "Aku mau membuat sarapan. Kau mau atau tidak?"

Harry mengangguk. "Aku mau tidur beberapa menit dulu. Kalau sudah jadi bangunkan saja."

Gi mendesah lagi. "Tuh, terbukti kan siapa yang tukang tidur." Gi meninggalkan Harry yang sudah memejamkan matanya lagi.

Neo menyambut Gi dengan gonggongan lagi saat pintu kamarnya terbuka. Ia mengikuti langkah Gi yang menuju dapur. Gi mengeluarkan bahan-bahan untuk membuat adonan panekuk. Sembari mengerjakan hobinya memasak, Gi bersenandung.

Hari ini hari ketiga Harry menginap di flat Gi sejak kejadian Gi mengurung diri. Anehnya, Harry menepati janjinya untuk menemani Gi hanya karena ancaman Gi. Kalau dipikir-pikir, rasanya Harry itu terlalu baik. Seharusnya laki-laki itu sudah pergi meninggalkan Gi gara-gara sikap Gi yang kekanak-kanakan, tapi Harry malah masih di sini.

the lucky one (h.s./l.p.) | COMPLETEDWhere stories live. Discover now