4

8.9K 487 183
                                    

"Pertemuan kita memang tak terduga, tapi aku yakin ini bukanlah ketidak sengajaan"

.
.
.
.
.

Jam menunjukkan pukul 00.11 malam. Killa merasa ternggorokannya kering, membuatnya mau tak mau harus turun ke dapur untuk mengambil minum. Biasanya Killa selalu menyiapkan segelas air putih di nakas untuk berjaga – jaga jika kehausan melanda ditengah malam seperti ini. Tapi malam ini Killa lupa untuk menyiapkannya dan memilih tertidur ketika merasakan empuknya kasur miliknya.

Killa berjalan menuruni tangga rumahnya, dengan kesadaran yang minim akibat kantuk dan cahaya lampu yang minim ia berjalan perlahan agar tak jatuh. Sesampainya di dapur, Killa bergegas menuju tempat dimana kulkas berada.

“Kenapa belom tidur?” Lagi-lagi Killa dikagetkan lagi oleh satu mahluk ciptaan Tuhan ini. Entah mengapa Abang-nya hobi sekali tiba-tiba muncul.
Killa mengelus dada sebagai bentuk keterkejutannya. “Kebiasaan deh ngagetin! Abang sendiri ngapain?”

“Kenapa belom tidur?” tanya ulang Abang-nya itu.

“Killa haus, jadi mau ngambil minum.”

“Yaudah nih! Abisin.” Ucapnya sambill memberikan gelas berisi air putih kepada Killa. Killa menerimanya dengan senang hati lalu meminumnya sampai habis.

“Abang abis ngapain?” tanya Killa setelah menghabiskan minumnya.

“main.” Katanya.

“Berantem?” tanya Killa lagi.

“Main sayang. Yaudah sana lanjut tidur lagi.” Ucapnya memberi perintah setelahnya.
Killa pun mengangguk patuh akan apa yang diperintahkan Abang-nya itu. Killa berjalan menaiki tangga, masuk ke kamarnya, menarik selimut dan tertidur lagi.

.....................

Arkan memasuki rumahnya dengan santai. Tak memeprdulikan luka yang ada pada tangan, kaki, serta mukanya. Menurutnya semua kegiatan pasti ada resikonya. Tawuran resikonya kena pukul, balap motor resikonya jatuh dari motor. Jadi untuk apa memusingkannya?

“Dari mana kamu?” suara khas Adhitama menggema di penjuru rumah, membuat Arkan berhenti melangkahkan kakinya.

“Biasa.” Balas Arkan sekenanya.

Laki-laki paru baya itu berjalan mendekat ke arahnya. Melihat kondisi anaknya yang sebenarnya jauh dari kata baik-baik saja.
“Arkan, Ayah tak pernah membatasi pergaulan kamu diluar sana karna Ayah tau anak Ayah tidak akan berbuat macam-macam apalagi sampai mempermalukan nama keluarga.” Ucapnya panjang lebar. Arkan hanya menatap sosok didepannya datar tanpa ekspresi.

“Tapi kamu juga harus bisa menjaga diri kamu sendiri. Lihat kondisi kamu sekarang! Bundamu bisa saya menangis melihat anak sulungnya mengeluarkan darah seperti ini.” Lanjutnya.

“Maaf.” Satu kata. Tapi cukup membuat Adhitama tersenyum. Arkan memang tak banyak bercerita ini itu kepada keluarganya.

“Yasudah, masuk kekamar lalu istirahatkan badanmu.” Perintah akhirnya.

Ketika bersama Draka, maka Arkan yang memerintah. Tetapi ketika dirumah, maka jabatan tertinggi ada pada Ayah-nya.
Adhitama, itulah nama ayah sekaligus pemimpin keluarga. Adhitama tak pernah membatasi anak – anaknya dalam bergaul karna dia pernah merasakan posisinya. Memimpin geng terkenal pada masanya, dan sepertinya bakat itu turun kepadanya.

KILLARKANWhere stories live. Discover now