25

5K 261 111
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

.
.
.
.

Semuanya sudah pulang, kini hanya Killa sendirian di dalam ruangan berwarna putih dengan sedikit bau obat-obatan. Orang tuanya juga sudah pulang sedari tadi bahkan sebelum dirinya siuman. Itu karena abangnya yang menyuruh agar orang tuanya beristirahat di rumah dan berjanji bahwa Killa akan baik-baik saja karena ada dirinya. 

Evan belum kembali, sebelumnya berkata akan mengantarkan para sahabatnya pulang sampai depan saja lalu kembali lagi. Tapi sepertinya Evan menyusul Raka yang tengah membeli makanan padang di depan rumah sakit.

Killa bosan, ingin tidur tapi perutnya juga lapar. Sungguh sangat menyiksa ketika rasa lapar melanda di tengah malam. Tiba-tiba pikirannya kembali mengingat kejadian sore tadi yang mengakibatkan dirinya di rumah sakit, lebih tepatnya Arkan yang harus dilarikan ke rumah sakit akibat luka tusuk karena menyelamatkannya. 

"Kak Arkan gimana ya? Udah siuman apa belum ya?" ucap Killa bermonolog. Killa menyentuh dadanya dengan menggunakan tangan kanannya sendiri. Terasa sesak, perasaannya tak enak. Ada rasa khawatir yang mengharuskannya bertemu Arkan sekarang. Tapi takut kedatangannya justru mengganggu istirahat kakak kelasnya itu. Serba salah? memang!

Tiba-tiba pintu terbuka menampilkan sosok yang menjadi tokoh utama rasa khawatirnya sebelumnya. Dengan selang infus yang menempel pada tangan kanannya, serta tangan kirinya membawa botol infus. Killa membelalakkan matanya. Bukan karena apa, tapi apakah Arkan tak mementingkan kondisinya saat ini?

"Kak Arkan ngapain kesini?" Killa hendak turun dari hospital bed yang ia tempati, namun suara serak Arkan menghentikan Killa.

"Tetep di situ." Killa menurut. Arkan duduk di tepi tempat tidur yang cukup lega untuk mereka berdua.

"Kak Arkan ngapain sih?! Aturan Killa yang ke sana bukan Kak Arkan yang kesini." Ucap Killa menggebu-gebu, meski sebenarnya Killa senang melihat kondisi Arkan yang baik-baik saja tapi tetap saja terselip rasa khawatir pada dirinya.

"Udah ngomongnya?" Arkan menatap tepat pada iris mata Killa. Killa pun sama menatap iris mata gelap milik Arkan. 

Cukup lama mereka saling menatap, entah ekspresi apa yang ada pada wajah Arkan sekarang. Killa sama sekali tak mengerti bahkan tak bisa menebaknya. Hingga sesuatu yang dingin menyentuh kulit pipinya membuat Killa sedikit kaget. 

Tangan kanan Arkan menyentuh pipi Killa lembut. Menyingkirkan rambut yang sedikit menutupi wajah lalu menyelipkannya ke belakang telinga. Killa terdiam, jantungnya berdetak lebih cepat.

"Lo gak papa?" tanya Arkan dengan tangan yang terus mengusap lembut pipi Killa.

Dahi Killa mengerut, menandakan bahwa Killa tengah bingung sekarang. Bukanya seharusnya Killa yang bertanya demikian kepada Arkan? Killa meraih tangan yang sedari tadi mengusap pipinya. Kini tangan Arkan digenggam oleh kedua tangan Killa. Berusaha memberi kehangatan pada tangan laki-laki yang telah menyelamatkannya.

KILLARKANWhere stories live. Discover now