62

5.6K 136 9
                                    

Happy Reading!

.

.

.

Ujian akhir semester kelas 10 dan 11 sudah berakhir hari ini. Tepat serratus hari setelah insiden penculikan yang berakhir dengan dua anggota inti Draka yang menjadi korban. Ingatan itu masih begitu jelas, bahkan rasa sedih dan sakitnya masih begitu terasa.

Semua anggota Draka dan juga ke empat inti Draka lainnya sudah berkumpul seperti biasa di markas. Wartong masih ramai dengan penghuni lamanya, meski suasana jelas terasa berbeda. Ternyata benar, rasa sepi bukan berarti karena penghuninya sudah tidak ada. Melainkan karena satu orang yang biasa mengisi kesunyian itu kini sudah tak akan pernah kembali.

Helaan nafas kasar terdengar jelas. "Coba aja ada bang Raja, wartong gak akan sepi senyap begini."

"Dulu gue ngerasa bang Raja itu berisik banget, dia cowo tapi banyak omong. Tapi sekarang gue tau kenapa wartong butuh orang macam bang Raja buat jadi salah satu penghuninya." Lanjut Damar sambil mengingat masa-masa itu.

"Sekarang kerasa banget kehilangannya." Uajar Rio dengan tatapan sendunya.

Laskar, Damar dan Asep sedikit terkekeh akibat ekspresi sendu yang sahabatnya itu tunjukan. "Gue lagi serius ini, Cok!" ucap Rio cepat menghentikan kekehan sahabatnya yang lain.

"Badan lo gede, tapi hatinya lemah lembut banget. Malu sama otot!" Asep meninju pelan lengan Rio yang memang kekar.

"Takdir gak ada yang tau. Hari ini sehat, tapi bisa aja satu jam kemudian tiba-tiba meninggal. Bang Raja orang baik, gue yakin pasti dia juga lagi ngawasin kita dari atas sana sambil senyum bangga. Cukup jaga solidaritas dan juga rasa kekeluargaan itu, gue yakin bang Raja makin tenang di atas sana." Laskar memandang langit cerah, tak lupa kepulan asap putih yang keluar dari bibirnya.

Ketiganya mengangguk setuju. Senyum pada bibir masing-masing mengembang membentuk lengkungan penuh keikhlasan ketika memandang langit cerah pada hari ini.

"Woy! Ngeliat apa dah?" ke empat laki-laki itu sama kagetnya ketika suara salah seorang inti Draka membuyarkan lamunan mereka.

"Anjir bang! Bikin kaget aja dah heran." Kata Asep sambil mengusap dadanya karena rasa terkejut barusan.

"Hahahaa, lagian kompak amat ngeliat langit sambil senyum lagi. Ngeri!" Raka begidik ngeri sebagai pengekspresian atas tingkah laku juniornya.

"Bang, bang Raja di atas sana lagi mantau kita kan bang?" pertanyaan Rio lantas membuat Raka terdiam seketika.

Lengkung pada bibirnya kini terlihat. Tangannya terulur mengacak rambut Rio yang sudah berantakan makin berantakan. "Iya, soib gue lagi mantau kita semua. Mangkannya lo jangan macem-macem!"

"Udah buru siap-siap. Bentar lagi kita mau ke makam." Laskar, Damar, Rio dan Asep mengangguk. Laskar yang semula tengah menghisap rokok pada sela jarinya kini membuang puntung rokok yang masih tersisa setengah lalu menginjaknya.

Raka berjalan menemui inti Draka lainnya. Sudah ada Evan, Rey, Ken dan juga tak lupa ada Killa, Dara dan Feli yang juga akan ikut mengunjungi makan Raja.

"Semuanya udah kumpul, mau jalan sekarang atau nanti?" tanya Ken yang memang bertugas mengkoordinasi anggota lainnya.

"Kita berangkat sekarang." Evan mengambil jaket bertuliskan Draka dibagian punggungnya lalu mengenakan jaket itu.

"Adek, jangan lupa di pake jaketnya." Ujar Evan mengingatkan Killa untuk tidak lupa mengenakan jaket yang sama dengannya.

"Iya ini di pake, Bang!" jangan heran mengapa Killa memiliki jaket itu, sudah jelas itu jaket milik Ketua Draka. Arkan memang menitipkan jaket itu kepada Evan agak Killa kenakan, karena dengan begitu Arkan berharap dimana pun laki-laki itu berada, Killa harus tau jika Arkan akan selalu berada disampingnya untuk selalu menjaga wanitanya.

KILLARKANWhere stories live. Discover now