61

3.4K 105 35
                                    

"Happy Reading!"

.

.

.

Raka terduduk dilantai rumah sakit tepat di depan pintu masuk UGD. Laki-laki itu hanya terdiam dengan kepala menunduk. Tak lupa dengan tangannya yang mengepal menampilkan urat-urat tangannya. Bahkan bercak darah pada punggung tangan dan bajunya, serta luka lebam dan darah yang mulai mengering pada sudut bibirnya akibat perkelahian tak begitu diperdulikan. Bukan badannya, melainkan hatinya yang terus saja terasa sesak menahan sakit.

Pintu ruangan terbuka menampilkan raut wajah dokter yang menangani salah satu sahabatnya, dengan cepat Raka bangkit dari duduknya.

"Bagaimana kondisi anak saya, Dok?" tanya panik orang tua Raja yang baru saja tiba lima menit yang lalu.

Semua terlihat cemas menunggu jawaban sang dokter. Raka, Rey, dan Ken, ketiganya sama-sama berdoa untuk keselamatan sahabatnya itu.

"Mohon maaf, pasien atas nama Raja Danish Haidar tidak dapat kami selamatkan. Luka tusuknya terlalu dalam sampai-sampai merobek lapisan ususnya. Dan juga pasien kehilangan banyak darah."

Bagaikan tersambar petir, ketiga anggota inti Draka yang dari awal menemani Raja hingga ke rumah sakit kini terdiam, menunduk lemah mata yang mulai berkaca-kaca. Terlebih kini ketiganya melihat betapa rapuhnya kedua orang tua sahabatnya itu, Tamara dan Chandra.

Ibu Tamara yang menangis dalam dekapan suaminya, menyalurkan rasa sesak atas rasa kehilangan putra satu-satunya. Napas Raka semakin tercekat menyaksikan pemandangan dihadapannya. Laki-laki itu meremas kuat bajunya bahkan sesekali memukul dadanya guna menghilangkan sesak.

Raka berlari menuju ruangan itu. Terlihat tubuh kaku sahabatnya yang kini tertutup kain putih. Mungkin memang benar, darah yang keluar terlalu banyak sampai-sampai kain putih itu berubah warna menjadi merah pada beberapa titik.

"RAJA!" Teriakan Raka membuat beberapa perawat yang masih ada di ruangan menatap iba dan sedih. Raka membuka kain yang menutup wajah sahabatnya perlahan. Sungguh, laki-laki itu tak mampu menutupi kesedihannya saat ini. Siapa sangka, sahabatnya yang selama ini selalu bertingkah laku konyol dan mencairkan suasana kini malah terbaring kaku dihadapannya.

"Lepas!" titah Raka sambil menghempaskan tangan Rey yang memeganginya.

"LEPAS ANJING!"

"Ja! Bangun, Ja! Lo tega ninggalin gue disini?" Raka mengguncang tubuh Raja kencang, berharap agar sahabatnya itu kembali membuka matanya. Namun nilih, semua percuma.

"Rak, tenangin diri lo. Raja makin sedih kalo liat lo begini!" Rey yang masih mampu menguasai dirinya dari rasa kehilangan mencoba menenangkan Raka. Sudah dua kali dirinya harus merasakan yang namanya kehilangan. Belum lama ini dirinya harus merasakan kehilangan seorang kakak dan kini sahabatnya juga pergi meninggalkannya.

"Tenang? Lo nyuruh gue tenang padahal posisinya kita lagi berduka gini?! Lo mikir gak sih anjing! Dia juga sahabat lo, Raja sahabat kita brengsek!"

"Justru karna dia sahabat kita. Lo mau Raja pulang dalam keadaan gak tenang? Lo mikirin itu gak sebagai sahabatnya?" ucap Rey menyadarkan.

"ARGHHHH!" laki-laki itu memukul tembok beberapa kali hingga kini tubuhnya meluruh, laki-laki itu bersimpuh tepat di depan brankar sahabatnya. Tangisannya tak dapat ditahan lagi. Raka mengeluarkan sesak didadanya yang sedari tadi tak henti-hentinya menghujam. Sesak, rasanya sesak.

Sedangkan di ujung ruangan, laki-laki yang memiliki ukuran badan lebih besar tengah menangis dalam diam. Ken menyandarkan punggungnya pada dinding putih dengan tangan yang sesekali mengusap wajahnya kasar.

KILLARKANWhere stories live. Discover now