43

3.5K 147 15
                                    

Happy Reading

.

.

.


"Kenapa sih gak mau di obatin dulu di UKS tadi?" tanya Evan ketika baru sampai di rumah.

"Udah sore tau. Lagian sepi, mending di obatin aja di rumah," ujar Killa malu-malu dengan posisi menggandeng lengan abangnya.

Evan menghentikan langkahnya, yang otomatis membuat Killa ikut berhenti. Posisinya kini justru menghadap kearah adiknya. Tangan Evan terulur menyibak pelan rambut Killa yang sedikit menutupi pipi. Mata laki-laki itu mengamati dengan cermat pipi adiknya yang sedikit memer dan kemerahan.

"Hmm, langsung mandi. Abis itu abang obatin ya?" mata Evan menatap iris mata coklat milik adiknya lembut. Tatapan itu benar-benar membuat Killa terharu.

Killa mengangguk, lalu berjalan terlebih dahulu menaiki tangga menuju kamarnya. Baru beberapa langkah, wanita itu justru berbalik dan kembali menghampiri abangnya lalu memeluknya. "Makasih udah selalu sayang ke Killa." Setelah mengatakan itu, satu kecupan berhasil mendarat di pipi sebelah kanan Evan.

Evan tersenyum dengan tingkah laku adiknya yang sekarang langsung berlari menaiki tangga. Evan benar-benar merasa bahagia melihat adiknya yang sekarang tumbuh dewasa dengan kepribadian baik dan wajah yang cantik seperti mamanya.

"Ekhem!" dehem seseorang yang langsung membuat Evan menghadap ke sumber suara.

Laki-laki itu berjalan semakin mendekat ke arahnya. "Untung lo abangnya, kalo bukan? Udah pasti lo abis ditangan gue sekarang!" Evan terkekeh mendengar penuturan sahabatnya yang sekarang menjadi pacar adiknya. Siapa lagi jikan bukan Arkan.

Setelah mandi, Killa kembali turun untuk menemui abangnya. Wanita itu terlihat cantik karna rambut yang biasanya terurai kini ia ikat menjadi satu secara sembarang. Killa sempat kaget menyadari kehadiran Arkan yang kini juga berada di dapur bersama abangnya.

"Loh, kak Arkan disini dari kapan? Kok gak bilang Killa?" tanya Killa melirik ke arah Arkan.

Arkan berbalik membawa mangkuk berisi es batu dan juga handuk kecil. "Sejak lo nyium abang lo."

"Ohh gitu," balas Killa polos. Laki-laki itu menghembuskan nafas berat mendengar balasan singkat kekasihkan.

Killa berbalik, melangkahkan kaki menuju ke arah abangnya. "Mau kemana?" tanya Arkan.

"Mau bantuin abang, kasian dia masak sendirian."

"Gak perlu, La. Obatin dulu aja pipi kamu ya," ucap Evan tanpa membalikan badan menghadap sang adik. Tangannya tengah sibuk memotong bawang sebagai bumbu nasi goreng yang akan dibuatnya.

"Dengerkan? Sekarang duduk." Arkan menarik lengan Killa lembut. Menuntun kekasihnya untuk duduk di hadapannya.

Tangan kekar Arkan membungkus es batu dengan handuk yang sebelumnya ia bawa kemudian menempelkannya ke arah pipi Killa yang lebam, mengompresnya dengan perlahan. Mata Arkan tak lepas memandang setiap inci wajah kekasihnya yang kini tengah meringis ketika kulit pipi bersentuhan dengan handuk yang dingin. Ketika dirasa cukup, kini Arkan meletakan handuk itu kedalam mangkuk dan beralih mengoleskan salep ke pipi Killa agar tak semakin membengkak.

"Killa jadi ke inget waktu kak Arkan gak sengaja ngelempar bola basket ke arah Killa terus berujung ngomel di UKS." Arkan menampilkan senyum tipisnya kala dirinya juga mengingat kejadiian waktu itu.

KILLARKANDove le storie prendono vita. Scoprilo ora