📖🖊 ♧ 05. Hello, New School! ♧

566 104 31
                                    

Happy Reading Gaes (!) 💜

__________________
________________________

"Lingkungan memang sudah seharusnya selalu berubah. Tapi untuk mengubah diri jadi lebih baik, jangan gantungkan pada keadaanmu, itu tergantung keputusanmu untuk mau berubah atau tidak."









Surabaya, 1 April 2012

*****

Pagi hari yang cerah. Semua sedang bersiap untuk aktivitas menyambut hari baru. Sholat subuh bersama di masjid pondok menjadi tombak awal dimulainya segala aktivitas sampai surya meninggi seujung mata tombak. Beberapa santri menyiram tanaman bunga milik Bu Nyai Rahayu, bersih-bersih ndalem, dan seorang santri putri baru saja keluar. Menunduk sopan sekali setiap ada keluarga ndalem lewat, ia selesai menyapu kamar Ayla. Lazimnya memang setiap santri mendapat jadwal piket membersihkan rumah kyai. Jam dinding kayu klasik di atas nakas menunjukkan pukul 06.30, waktu bagi Ayla berangkat ke sekolah baru.

"Aylaaaa, cepat turun! Ayo sarapan, Umik sudah buatkan menemen (makanan khas Turki berupa telur orak-arik dicampur sayur yang disajikan di atas roti panas untuk sarapan)." Teriakan Umik Neshele tembus ke kamar Ayla yang berada di lantai dua.

"Iya Umik, sebentar lagi!" Ayla bercermin sekali lagi. Memastikan hijabnya terpasang dengan benar.

Siapa itu di dalam bayangan cermin?

Wanita apatis dan egois sedang mengamati wajahnya sendiri.

Apa lagi masalah hari ini?

Ayolah Ayla, buat ini semua mudah, cukup jalani demi Abi.

Dan coba berbaur dengan orang-orang lokal.

Ia berbicara sendiri dalam hati ke arah cermin dan tersenyum sembari mengoreksi ekspresi wajahnya saat harus berkenalan di depan kelas. Sejak semalaman, ia berusaha menghafal kalimat-kalimat berbahasa Jawa dan Indonesia yang sudah dipelajarinya bersama Ozlem. Rasanya sulit, tapi Ayla bukan tipe orang yang mudah menyerah. Hari ini akan baik, pasti! Ini semua seharusnya akan mudah, kan? Wajahnya tidak terlalu mencolok. Ia justru lebih mengkhawatirkan reaksi orang-orang saat melihat perawakan Ozlem, karena orang Indonesia biasanya lebih kagum saat melihat bule. Entah kenapa, mereka kurang bangga dengan ras mereka sendiri. Lucu juga.

Ayla pun turun dengan hijab putih senada dan kemeja seragam putih yang dilengkapi beberapa atribut khas siswi Sekolah Menengah Pertama (SMP), rok biru tinta yang jadi warna seragam sekolah untuk anak sekolah tingkat SMP Islam di Indonesia. Jangan fokus membayangkan penampilan Ayla sekarang, biasa saja. Yang lebih bersinar itu Ozlem, dia terlihat sangat cocok dengan dasi dan kopiahnya. Meskipun ada yang salah dengan caranya memakai kopiah, agak miring, tapi tidak mempengaruhi ketampanan anak itu. Satu-satunya yang fokus dengan Ayla hanyalah Ilyasah. Lagi-lagi santri ndalem itu suka mencuri pandang ke arah Ayla. Tipe Ayla adalah mudah untuk mengabaikan banyak hal.

"Ayla, Ozlem pun siap ten sekolah (Ayla, Ozlem sudah siap ke sekolah)?" Tanya Romo Fahrudin pada mereka berdua.

"Aaashiaap, Romo!" Ozlem menjawab dengan riang gembira sambil mengedipkan sebelah matanya dan mengangkat tinggi-tinggi jempol kanan penuh semangat pagi. Sementara Ayla, hanya mengangguk pelan dan tersenyum kecil pada Romo.

Umik memukul kepala Ozlem dengan serbet meja karena heran dari mana dia mempelajari kata aneh itu. Di masa depan, kata itu akan menjadi selogan khas salah satu youtuber Indonesia. Tentu saja itu kata yang cukup tidak sopan, seharusnya kan tidak diucapkan kepada orang tua meskipun Ozlem dan Romo Fahrudin sudah sangat akrab. Romo Fahrudin hanya terkekeh melihat Umik memukul Ozlem begitu keras. Ummah Rahayu juga tidak bisa ikut sarapan hari ini, karena kondisi beliau yang kurang mendukung. Abi Singgih sudah berangkat dari subuh tadi untuk menjadi imam di masjid pondok dan melakukan pengajian rutin di sana. Memastikan santri putra dan manajemen pondok tertata dengan baik. Romo Kyai Fahrudin sudah terlalu tua untuk semua aktivitas itu. Tentu saja Abi Singgih berangkat bersama Kang Hasan, beliau masih perlu adaptasi dengan lingkungan di sini. Bahkan untuk mengetahui macam-macam kegiatan baru yang harus diadakan di pesantren saja, Abi Singgih masih sering berdiskusi dengan Kang Hasan.

𝐇𝐢𝐬 𝐅𝐨𝐫𝐭𝐮𝐧𝐚𝐭𝐞 𝐅𝐚𝐧𝐠𝐢𝐫𝐥 ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang