Daily 103 Ketika Hidup Tak Selamanya Membosankan

27 0 0
                                    

Sebelumnya aku menerka bahwasanya ini akan menjadi hari yang biasa seperti hari-hariku sebelumnya. Menghabiskan waktu luang itu dan melewatkan begitu saja. Karena bagiku semua hal itu sama saja semua hal itu biasa saja, semua hal itu akan berakhir.

Tapi aku memiliki firasat yang lain dan sepertinya akan menyenangkan seperti kereta api Patas Merak yang aku naiki pagi tadi, kereta melaju dan berlalu dengan lancar sampai tujuan.

Hingga akhirnya perbedaan itu dimulai. Semua berawal dari misiku ke Jakarta yang aku ubah ketika aku bertemu sebuah kota yang tak jauh dari situ. Kota itu bernama kota Tangerang. Kota yang selama ini sama sekali tak pernah tersentuh olehku yang berasal dari Jawa Tengah. Ini juga tentang pengalaman pertamaku menggunakan fasilitas ojek online yang pada saat itu masih sangat jarang digunakan di Indonesia pada umumnya demi menembus kemacetan di kota Tangerang agar tidak tertinggal kereta yang akan aku naiki untuk kembali pulang ke kostku di Cilegon.

Daari hiruk pikuknya perkotaan jalanan macet hingga masuk kedalam gang yang sepi dan sunyi tak terasa detak jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya ketika aku tak menduga di kota sepadat Tangerang ada jalanan sesunyi ini. Namun semua berubah ketika bangunan menjulang kembali terlihat dihadapanku pertanda tak lama lagi aku akan sampai pada tempat tujuanku yakni Stasiun Serpong.

Aku datang tepat 10 menit sebelum kereta berangkat dan langsung berlari ke arah loket stasiun. Namun sayang tiket telah habis. Waktu menunjukan pukul 14.56 W.I.B.

"Masih lima menit" kataku dalam hati.

Insting dengan cepat membawaku untuk menuju loket KRL Jurusan Tanah Abang untuk sebisa mungkin masih sempat untuk ikut kereta Kalimaya sebagai harapan selanjutnya untuk bisa kembali ke Cilegon sore ini namun tidak, itu terlalu jauh. Hingga salah seorang petugas di Stasiun Serpong menyarankan aku menunggu di Stasiun Tigaraksa daripada harus ke Stasiun Tanah Abang yang melawan arah datangnya kereta api Kalimaya. Aku memutuskan itu karena kereta api Kalimaya tidak berhenti di Stasiun Serpong tempat kini aku berada.

Akhirnya aku memutuskan untuk menaiki KRL menuju Stasiun Tigaraksa hingga pukul 16.30 W.I.B aku sampai lokasi dan masih ada setengah jam untuk menunggu kereta berangkat. Namun ketika aku menuju loket ternyata tiket telah habis. Dan kereta ke arah Cilegon akan datang lagi jam 12 malam itupun entah masih dapat tiket atau tidak tak pernah ada jaminan.

Aku hanya terdiam duduk di tangga stasiun melihat satu persatu orang mulai meninggalkan stasiun. Kemungkinan terburuk jika aku harus menunggu jam 12 malam akan sangat merepotkan sementara Smarthphoneku sudah tak punya daya lagi untuk mengecek GPS. Agar bisa menjadi pedoman dimana aku berada dan kemana aku harus melangkah. Mengingat stasiun tempat dimana aku berada sangat sepi di sore menjelang malam ini dan sepertinya tak berada di kota besar.

Aku mengamati lingkungan sekitar yang ada hanya stasiun Kecil di pingir lahan persawahan yang luas dan perkampungan yang sepertinya tak begitu padat penduduk karena sore itu keadaan sangatlah sepi.

Lamunanku berhenti ketika seorang perempuan berkerudung yang tiba-tiba bertanya dan cukup mengejutkanku.

dilihat dari penampilan usianya mungkin sedikit lebih tua dariku.

"Mas, Kok belum pulang?" Katanya kepadaku dengan sopan

"iya nih, kamu sih?" Jawabku sambil balik bertanya.

"Belum dijemput, Pulang kemana kamu? Dia kembali bertanya kepadaku.

"Ke Cilegon nih tapi ga dapet kereta, ada angkot ngga yah mba?"

"Haha mau naik angkot ke Cilegon? Itu lurus aja belok kanan liat bawah nanti ada angkutan, tapi ga bakal sampai Cilgon juga.

"Maksudnya ke Terminal terdekat, Itu dimana yah mba?

"Ke Balaraja Tapi jauh banget sekitar 40km"

"Oh begitu, terima kasih mba"

Yap, Balaraja. Itu adalah kata kunci yang harus aku ingat. Segera aku pergi meninggalkan perempuan itu sesuai arah yang ia tunjukan.

"Belok kanan liat bawah".

Yang terngiang dalam pikiranku itu adalah jalanan besar perkotaan dengan jalur ganda ataupun tob bawah. Namun pikiran itu sirna ketika yang aku lihat hanyalah gubuk kecil angkutan-angkutan yang masih kosong serta jalanan aspal rusak dan lahan persawahan yang luas.

Tak ada tanda-tanda penumpang disini. Pilihan terburuk adalah tidak ada angkot yang berangkat lagi. Aku mencari alternatif lain dengan bertanya ke tukang ojek yang tak jauh dari tempat itu. Aku menanyakan untuk pergi ke stasiun balaraja tetapi harga yang dipatok itu sangat mahal. kalau tidak salah 80ribu rupiah. ini sangat tidak masuk akal. Hingga aku memutuskan untuk masuk ke angkot yang sepi itu entah mau berangkat atau tidak karena uangku tinggal sedikit tak ada atm di sekitar sini juga smarthphoneku yang sudah kehabisan daya.

Aku bersyukur ketika sekitar pukul 17,30 W.I,B angkot tersebut berangkat. Melewati perkampungan, Jalanan yang tak pernah aku ketahui sebelumnya. Daerah-daaerah yang sangat asing bagiku. Lingkungan yang berbeda, arah yang tak pernah aku ketahui. Aku bahkan tak tahu saat itu kemana arah mana angkot itu menuju. Aku hanya beusaha mencari terminal terdektat untuk ke Balaraja. Lalu ke Cilegon. Begitu saja cukup. Karena aku sudah cukup lelah.

Namun sekitar sepermpat perjalanan ia terpaksa menurunkanku karena memang sepi penumpang dan akan pulang katanya.

Kemungkinan terburuk selanjutnya aku tidak mendapatkan angkot lagi untuk melanjutkan yang melewati daerah ini.

Daerah? Daerah mana? Entahlah aku benar-benar tidak tahu.

Aku kembali mengamati lingkungan sekitar, Tanpak asing dan sangat asing. Ini berbeda, Ini tak biasa. Apakah seperti inilah perjalanan yang dulu aku cari? Perjalanan yang aku putuskan ketika meninggalkan desaku.

Ini mengasikan? Iya sangat menarik sekali. Terdampar? Sepertinya memang begitu bukan tersesat. Aku tak tersesat sama sekali. Aku sedang menuju tujuan, hanya saja dengan jalan yang sedikit berbeda.

Suasana mulai gelap aku memuuskan untuk shalat Maghrib terlebih dahulu sebelum mencari solusi untuk kemungkinan terburuk. Aku tahu meskipun entah dimana aku berada, rumah itu tetap saja dekat. Yah rumah Allah S.W.T itulah yang membuatku semakin menikmati perjalanan-perjalananku.

Aku percaya jalan keluar itu ada. Jalan keluar yang membawaku terhindar dari dampak terburuk. Meskipun pada dasarnya setiap perasalahan pasti kan datang kembali. Tetap berpikir positif dan tenang untuk membuat keputusan selanjutnya.

Aku hampir saja melupakan nama itu. "Balaraja". Tetapi semua itu lenyap ketika sebuah angkutan ke arah balaraja muncul tepat dihadapanku. Angkutan itu melesat cepat, ke arah tujuan. Seolah semua hilang dan keyakinan itu kembali tumbuh ketika aku menyerahkan semuanya kepada Allah SWT.

Akhirnya perkampungan demi perkampungan terlewati dan sampailah aku pada tempat itu, Balaraja.  Sembari kendaraan-kendaraan besar yang menyambut. Aku segera mencari bus arah Cilegon. Bagaimanapun aku harus bergegas karena masih harus 3 angkutan umum yang aku naiki untuk sampai yakni bus Arah Terminal Seruni. Angkot arah Cilegon lalu angkot arah Anyer menuju kostku.

Entah berapa banyak kendaraan yang aku naiki hari ini, Entah berapa jauh aku menelusuri bagian barat Pulau jawa ini. Kota yang belum sempat tersentuh dengan penduduknya yang ramah-ramah. Entah berapa orang yang aku temui hari ini. Entah berapa kota yang terlewati. Semuanya datang, Pergi dan berlalu hingga akhirnya menjadikan sebuah ingatan lalu terlupakan. Semuanya hanya sesaat.

Hidup adalah perjalanan, Orang-orang dan semua hal yang datang dalam hidup kita cepat atau lambat akan beralalu.



Make A Better Place (Autobiografi Triocahyo Utomo)Where stories live. Discover now