Daily 46 Masa SMK

46 1 0
                                    

"Solidaritas, Kedisiplinan, Mental dan Keberanian semua mulai tertanam disini. Jauh dari stigma orang umum yang mengatakan bahwasanya STM itu identik dengan anarkis dan tawuran. Tetapi kenyataan yang ada di sekolahku sangatlah berbeda. Justru semangat fanatisme itu digunakan untuk berpacu dalam berprestasi. Karena ternyata sekolah ini memiliki prestasi akademik yang cukup baik."

Setiap perjalanan hidup memiliki tahapan masing-masing. Dan setiap tahapan bukanlah hal yang mudah untuk dilalui karena setiap orang memiliki cobaannya masing-masing. Cobaan selalu mengajarkan bahwa setiap waktu yang kita lewati telah diatur sedemikian rupa dengan begitu baik oleh Allah SWT.

Aku tak menyangka pusaran arus waktu secepat ini membawaku pada kehidupan putih abu-abu. Fase hidup yang kata sebagian remaja adalah masa yang begitu indah tanpa mereka sadar tidak semuanya bisa merasakan kebahagiaan yang sama. Ada yang menjalani dengan biasa seperti pelajar sekolah menengah atas pada umumnya, ada yang sembari bekerja untuk membiayainya dan bahkan ada juga yang tidak bisa merasakan sama sekali. Jadi jika ada orang yang beranggapan bahwasanya putih abu-abu adalah masa yang terindah maka jawaban dariku adalah itu tak semuanya benar. Setiap masa yang kita lalui entah suka dan duka bagiku semuanya indah ketika kita senantiasa bersyukur kepada Allah SWT dengan nafas yang masih diberikan hingga saat ini.

Aku teringat akan sebuah hari yang begitu terik di kota Purwokerto siang itu. Itu adalah hari dimana aku pertama kalinya memasuki lingkungan sekolah baruku yakni SMK N 2 Purwokerto. Sebuah kesalahan aku lakukan ketika mendaftar di sekolah itu justru di hari terakhir karena aku terlalu optimis untuk di terima meskipun pada kenyataannya memang aku diterima. Tetapi ada hal merepotkan yang harus aku lakukan yakni bahwasanya ternyata pendaftaran harus di dampingi wali murid dan sialnya aku menyadari hal itu ketika hari sudah siang dan pendaftaran akan segera ditutup. Sejenak aku berfikir untuk meminta tolong orang-orang di sekitar, tukang parkir ataupun siapa orang dewasa yang ada disitu namun kembali lagi pada saat itu level keberanianku masih terlalu rendah.

Akhirnya dengan durasi waktu yang mungkin tersisa aku berlari dari sekolahku di Jalan Gatoet Soebroto ke tempat dimana ayahku berjualan yakni di Jalan Jedral Soedirman. Tentunya itu bukan jarak yang dekat tapi mau bagaimana lagi tidak ada pilihan lain.

Dengan diiringi teriknya matahari dan jarak tempuh yang telah terlewati. Akhirnya aku bisa menemui ayahku dan kembali ke sekolah ditemani beliau. Sungguh melelahkan, untungnya saat itu ayahku membawa motor ke pasar jika saat itu menggunakan sepeda mungkin waktu juga takan cukup karena ayahku biasanya berangkat berjualan mengendarai sepeda. Tetapi setelah aku masuk SMK biasanya aku yang membawa sepedanya. Sehingga semenjak saat itu ayah tidak berangkat menggunakan sepeda lagi ke pasar.

Hari itu pun berhasil terlalui. Pada pengumuman akhir Alhamdulillah aku diterima. Namun seperti sebelumnya masalah baru muncul. Yakni masalah biaya. Meskipun sekolah negeri tetapi biaya daftar ulang cukup mahal. Dan tentunya ayahku tidak bisa melunasi semua. Bahkan sampai pembelajaran telah berjalan aku jarang sekali bisa mengambil raport karena kekurangan biaya yang belum di bayarkan cukup banyak.

Tapi setidaknya dalam hal pendidikan aku cukup tahu diri. Meskipun aku tak begitu pintar tetapi nilai yang aku dapatkan tidak jelek-jelek amat. Sehingga beberapa kali aku mendapatkan beasiswa yang tentunya sangat cukup untuk menyelesaikan pendidikanku di SMK.

Bagiku masa-masa SMK meskipun melelahkan tetapi juga menyenangkan. Sepulang sekolah biasanya aku tak langsung pulang ke rumah. Terkadang jika tidak membawa sepeda dan tidak ada rapat atau perkumpulan organisasi lainnya aku pergi ke tempat ayahku untuk membantu berjualan dengan masih memakai seragam sekolah. Entah itu hal yang dilarang atau tidak setidaknya aku tidak melakukan hal yang buruk.

Saat itu memang aku mulai berhenti bermain sepakbola. Karena kaki ku yang memang masih sakit serta masih ada juga rasa trauma. Tetapi dengan bersepeda ke sekolah itu juga sudah termasuk olahraga sih, apalagi rumahku yang memang cukup jauh ke sekolah. Bahkan terkadang jam 6 pagi aku sudah berangkat ke sekolah.

Meskipun terkadang awalnya aku cukup minder ketika berangkat ataupun pulang  banyak teman sebaya yang melihat dengan tatapan yang aneh ketika mereka menyalipku dari angkot yang mereka naiki. Tetapi lama kelamaan aku tak terlalu memikirkan tentang itu dan apalagi mulai banyak teman-teman di sekolahku yang berangkat sekolah menaiki sepeda juga.

Sementara di sekolah sendiri. Pada awalnya aku tak terlalu betah di kelasku dan bahkan aku justru lebih sering bersama teman dari kelas lain. Apalagi ketika baru beberapa hari memasuki sekolah aku mengalami kecelakaan yang cukup parah yang membuatku cukup lama tidak masuk sehingga tak begitu mengenal teman-teman baruku. Tetapi lama kelamaan mulai banyak teman satu frekuensi yang memiliki pemikiran yang hampir sama juga dikelas sehingga ketika sudah di jalani ini justru ternyata lebih asik dari yang awalnya aku pikirkan.

Solidaritas, Kedisiplinan, Mental dan Keberanian semua mulai tertanam disini. Jauh dari stigma orang umum yang mengatakan bahwasanya STM itu identik dengan anarkis dan tawuran. Tetapi kenyataan yang ada di sekolahku sangatlah berbeda. Justru semangat fanatisme itu digunakan untuk berpacu dalam berprestasi. Karena ternyata sekolah ini memiliki prestasi akademik yang cukup baik.

Dan satu lagi. Hampir semua teman di kelasku memiliki skill sepakbola yang sangat baik. Bahkan jauh dari yang aku jumpai ketika SMP dulu. Bahkan beberapa pemain penting ketika SMP dulu yang juga sama-sama melanjutkan di sekolah ini justru tidak termasuk dalam skuad. Termasuk Gita Nuansa ketua kelasku dulu di kelas 9. Dia termasuk yang memiliki skill sepakbola paling menonjol ketika SMP dulu namun ketika SMK justru tak masuk dalam skuat tim futsal. Sungguh sangat kontras dengan apa yang terjadi dulu tetapi bagaimana lagi aku juga sudah bukan seperti yang dulu. Aku sudah cukup lama berhenti sepakbola dan sulit untuk mengimbangi teman yang lainnya.

Bahkan ketika mata pelajaran penjaskes kadang aku meminta ijin tidak ikut ketika aku merasa kaki ku mulai kambuh. Tetapi meskipun demikian jiwa sepakbola tak sepenuhnya hilang dariku. Aku yang selama ini hanya bisa melihat teman-teman ku bermain bola akhirnya timbul untuk diriku mencoba sekali lagi meskipun aku harus menunggu waktu yang cukup lama.

Dan di kelas 11 atau kelas 2 SMK. Aku kembali ke lapangan. Bukan hanya untuk jogging dan olahraga ringan tetapi untuk sepakbola. Tetapi kali ini sedikit berbeda. Posisiku sedikit berubah. Eh mungkin lebih tepatnya sangat jauh berubah.

Saat itulah aku mulai kembali lagi bermain bersama si kulit bundar dengan memulai dari belakang. Yakni sebagai kiper. Itu mungkin posisi yang paling tepat untukku. Untuk meminimalisir cedera yang lebih parah dan untungnya aku bisa beradaptasi dengan baik. Meskipun perlahan namun Allah SWT sepertinya masih mengijinkan aku untuk bermain bola lagi. Hingga suatu ketika tim senior futsal di desaku mengajakku untuk bergabung dan menjadi kiper utama di tim mereka. Setelah sebelumnya mereka bertanding dengan tim ku di sebuah laga persahabatan biasa.

Aku sebenarnya tidak menyukai kiper. Tapi untuk saat ini cuma itulah cara terbaik untuk memainkan olahraga terindah itu.

Lanjut bagian 47

Make A Better Place (Autobiografi Triocahyo Utomo)Where stories live. Discover now