Daily 5 Awal dari Penjelajahan

224 2 0
                                    

"Suasana sunyi dan sepi selalu menghiasi tempat ini, kami selalu meluangkan waktu untuk mengelilingi tempat itu, hingga timbul pertanyaan entah kenapa jarang ada orang yang datang kesini padahal di sini begitu tenang."

Apa arti kehidupan? Apa itu kebahagiaan?
Sebenarnya apa tujuan kita menjalani kehidupan ini?
Kurang lebih pertanyaan-pertanyaan seperti itulah yang memenuhi pikiranku saat itu. Tepatnya ketika aku masih kelas 2 SD.

Dan kisah itupun berlanjut.

Tepatnya di hari itu..

Disebuah hari yang cukup cerah di tahun 2004.

Selain bersekolah umum. Sore harinya aku juga belajar di sekolah agama yakni di Madrasah yang ada di desaku.

Mayoritas yang bersekolah madrasah adalah teman yang sama dari SDku dan beberapa teman dari kampung sebelah yang juga belajar agama disitu. Didesaku Mayoritas atau bahkan semua penduduknya beragama Islam. Karena memang didaerahku nilai-nilai agama Islam sangat di junjung tinggi.

Saat itu adalah hari pertamaku di Madrasah. Tak kusangka persahabatan itu tak hanya sampai disitu. Mungkin sepertihalnya sebutir kedelai yang di lemparkan ke dalam air yang kan terus mencari tempat paling nyaman kemana ia akan jatuh.

Dimadrasah aku tidak satu kelas dengan Vian teman kelasku yang berasal dari SD 2 Pasir Wetan. Aku bertemu teman-teman baru dari sekolah lain yakni Arif dan Jacky yang beasal dari SD 1 dan Marvi yang bersekolah di SD Karanglewas yang berada diluar desaku. Meskipun demikin Marvi masih tinggal satu desa denganku. Mereka hadir dalam tahun pertamaku di Madrasah.

Vian masuk madrasah setahun setelah aku masuk. Jika aku mulai masuk ketika kelas 2. Dia masuk ketika kelas 3 SD. Tapi tetap saja aku lebih sering bermain dengannya meskipun di madrasah dia adalah adik kelasku.

Jam 2 siang adalah jam di mana bel masuk berbunyi. Namun aku selalu datang sejam lebih awal dari semua santri siang yang ada di madrasah. Karena Vian selalu mengajakku untuk berkeliling ke daerah sekitar madrasah atau daerah bagian utara desa kami karena kami memang tak begitu mengenalnya.

Hari itu kami tetap jalan-jalan seperti biasa. Bedanya Adit kini hadir di antara kami berdua. Dia adalah teman kelasku di Sekolah Dasar dan bertempat tinggal tak jauh dari rumah Vian.

Tak terasa sudah cukup lama kami jalan-jalan di lingkungan sekitar madrasah dan waktu pun hampir menunjukan pukul 2 siang tepat bel masuk berbunyi. Namun kami masih entah dimana hingga tampak hal aneh sepintas di hadapanku di sebuah jalan buntu dengan jembatan tua dekat lahan persawahan yang sangat luas namun sepi.

Tetapi bel masuk madrasah seketika terdengar membuat kami akhirnya pun bergegas kembali ke madrasah. Kami telat dan teman-teman banyak yang mengejek kami membicarakan tentang kami yang tidak-tidak karena memang kami bertiga tinggal di komplek desa yang berbeda dari santri lain pada umumnya sehingga kami tidak begitu mengenal.

Baru berapa menit aku masuk kelasku. Perasaan jenuh mulai datang. Begitu bosan apalagi sambutan kurang baik yang aku dapatkan. Tiba-tiba bayangan tentang jembatan tua melintas di pikiranku.

Aku bermaksud mencari tau tentang tempat itu istirahat nanti namun sepertinya aku harus mengurungkan niatku karna pasti ada teman lain yang akan mengetahuinya dan curiga.

Akhirnya aku memutuskan untuk berangkat lebih awal lagi bersama Vian dan Adit untuk kembali ketempat itu pada hari selanjutnya.

Waktu terus berjalan dari firasat aneh berubah menjadi suasana yang begitu mendamaikan. Tempat itulah akhirnya menjadi penenang hati kami. Tempat berbagi cerita kami bertiga yang membuat kami semakin mengenal satu sama lain.

Suasana sunyi dan sepi selalu menghiasi tempat ini. Kami selalu meluangkan waktu untuk mengelilingi tempat tersebut. Hingga timbul pertanyaan entah kenapa jarang ada orang yang datang kesini padahal di sini begitu tenang?

Seperti yang aku rasakan. Meskipun belum mengenal tempat ini sebelumnya ataupun mengetahui seluk beluknya namun aku merasa begitu nyaman.

Lama sudah kami berkeliling di dekat pematang sawah sambil menuju gubug tempat kami berkumpul. Tak ada orang lain yang ada disini. Percikan air terasa nyaring di dengar, angin sepoi-sepoi seakan menunjukan betapa bersahabatnya tempat ini.

Tak terasa sudah sekitar satu bulan kami mengunjungi tempat ini dan tak ada hal aneh yang kami rasakan. Hanya suara tiupan angin dan gemercik air yang menemani candaan kami.

Sedikit aku gambarkan tempat itu adalah sebuah kebun yang selanjutnya ada lahan persawahan yang sangat luas dan jauh dari rumah penduduk. Dan diujung sawah itu ada sebuah sungai yang dikelilingi tebing yang curam.

Namun semua berubah dalam seminggu ini. Hal-hal aneh dan tak masuk akal terjadi di tempat ini. Untungnya tak ada santri lain yang mengetahui penjelajahan yang kami lakukan.

Hingga suatu ketika hal aneh itu datang. Aku melihat dengan jelas sesosok makhluk tinggi besar melesat begitu cepat di depan kami bertiga.

Aku berusaha mengejarnya namun makhluk itu melesat begitu cepat seperti angin. Perasaan panik dan takut menyelimuti pikiranku namun aku mencoba untuk tetap tenang.

Seketika aku merasa berada dalam masalah yang besar. Jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya.
Tiupan angin tiba-tiba berhembus di sekitar pohon jati nan jauh disana yang terlihat tak begitu jelas hingga hal aneh itu muncul sebegitu nyatanya pada diriku sendiri entah benar atau tidak. Entah fatamorgana atau nyata selintas dari kejauhan tampak makhluk berjubah hitam menghilang lenyap bersama angin.

Bel masuk madrasah berbunyi, sambil membetulkan tasku kami bergegas kembali ke madrasah. Aku masih penasaran tapi mungkin itu hanyalah imajinasiku saja.

Ingin rasanya tahu lebih banyak tentang hal-hal yang aneh itu. Tapi setelah test cawu berakhir, madrasah diliburkan.

Liburan akhir pekan menjadikan ending kisah dalam seminggu. Aku hampir lupa tentang misteri jembatan tua bersama Vian dan Adit karena sepanjang liburan madrasah kami hanya bermain di komplek rumah yang jauh dari tempat tersebut.

Dan waktu itupun tiba, di hari pertamaku kembali ke madrasah setelah libur catur wulan pertama, aku dan kedua sahabatku memutuskan untuk kembali ke tempat itu.

Ketika hampir sampai di tempat tersebut. Aku sedikit kaget ketika seorang kakek-kakek telah menunggu kami. Beliau menceritakan tentang asal usul tempat ini yang ternyata diatas sana adalah tempat-tempat makam tua dan makam para ulama di desa ini. Sungguh aku tak mengira dan tak pernah memperhatikan bahwasanya disisi kiri lahan persawahan adalah area pemakaman.

(Sekedar info Sekitar 8-9 tahun kemudian yakni sekitar tahun 2013 ketika aku menjabat Sebagai Wakil ketua IPNU sekaligus ketua PHBI di desaku. Akhirnya aku mengetahui kakek itu adalah penjaga makam di kampungku. Aku mengetahui hal itu ketika pernah meminta perijinan untuk ziarah rekan dan rekanita IPNU dan IPPNU di desaku. Meskipun aku tidak ingat namanya namun ketika masih aktif di IPNU aku cukup akrab dengan beliau karena aku dan rekan-rekan IPNU yang lain sering berziarah ke tempat tersebut. IPNU IPPNU sendiri adalah organisasi remaja muslim yang sudah ada sejak dulu di desaku).

Kembali lagi ke tahun 2004.

Mungkin tempat ini biasa-biasa saja bagi orang di sekitar sini. Namun terlihat begitu aneh bagi kami tiga anak kecil yang berusia tak lebih dari 9 tahun. Yah anak kecil nekat yang penuh dengan rasa penasaran tentang sisi lain kehidupan.

Kakek itu menyuruh kami untuk jangan lagi ke tempat ini karena kami memang masih kecil. Aku yakin suatu saat pasti kami akan mengerti maksud dari semua ini. Jawaban dari semua yang telah kakek itu katakan.

Akhirnya kami pergi meninggalkan tempat itu. Bel masuk madrasah telah berbunyi aku segera berlari supaya tidak terlambat lagi. Akhirnya kami sampai madrasah bertemu dengan teman yang lain. Seolah seperti tak pernah ada yang terjadi di antara kami.

Kini kami kembali menjalani hari-hari seperti biasa di Madrasah. Bermain, becanda, belajar, saling membantu saling becanda satu sama lain dengan teman lainnya. Sebuah hal yang biasa terjadi di masa kanak-kanak.

Dengan berjalan nya waktu kedua teman terdekatku saat itu yakni Vian dan Adit tak bertahan. Entah karena kesibukan atau mungkin karena hal lain akhirnya mereka memutuskan keluar dari madrasah sekitar 2 tahun kemudian.

Catatan Harian Santri
Meskipun penjelajahan di hari itu telah berakhir. Tapi sebenarnya ini adalah awal untuk penjelajahan yang lainnya.

Lanjut bagian 6

Make A Better Place (Autobiografi Triocahyo Utomo)Où les histoires vivent. Découvrez maintenant