Daily 39 Catatan Yang Usang

26 1 0
                                    

"Aku sadar semua itu pada akhirnya harus berakhir. Semua yang telah aku lewati disini pada akhirnya hanya menjadi sebuah kenangan dan mungkin saja segera terlupakan."

Matahari bersinar cukup terik. Seperti biasanya hari itu sepertinya aku mengacaukan kelas lagi. Pandangan-pandangan sinis anak perempuan yang meresahkan. Mereka seolah merasa kurang nyaman ketika beberapa anak laki-laki memasuki kelas termasuk diriku.

Hari itu aku berserta teman-teman laki-laki lain mengisi hari yang menurutku cukup membosankan dengan bermain sepak takraw. Jam pelajaran yang kosong membuatku begitu jenuh. Dan diluar suasana berisik sekali, suasana seperti itu membuatku tak begitu nyaman. Sepertinya para guru masih rapat untuk membahas sesuatu.

Aku sebenarnya merasa cukup bersalah ketika tadi pagi bola yang aku tendang tak sengaja mengenai jam dinding kelas hingga terjatuh. Semenjak itu aku putuskan bahwasanya permainan sepak takraw dilakukan di luar kelas meskipun harus secara diam-diam atau ketika ada guru yang melihat kami semua harus bersegera kabur dan menyembunyikan bola tersebut.

Aku sadar semua itu pada akhirnya harus berakhir. Semua yang telah aku lewati disini pada akhirnya hanya menjadi sebuah kenangan dan mungkin saja akan segera terlupakan.

Tak terasa aku telah berada di fase akhir sekolah. Pembelajaran telah selesai. Jam tambahan pun sudah berlangsung cukup lama hingga kini aku harus menjalani tryout demi tryout untuk persiapan Ujian Nasional.

Sesaat aku terdiam. Bayangan-bayangan yang pernah terjadi di sekolah ini satu persatu muncul. Bayangan ketika pertama kali ke sekolah ini dengan diantar oleh sepeda usang ayahku. Aku tahu, sudah tak ada lagi waktunya becanda. Aku ingat jika aku berbeda dengan mereka. Mereka yang bisa bersekolah dengan mudahnya. Mereka yang ditakdirkan hidup dalam keluarga yang serba berkecukupan. Sementara aku, siapa diriku? Aku hanyalah seorang murid laki-laki biasa yang tumbuh dari keluarga yang biasa-biasa saja. Biaya masih menjadi faktor sulit yang selalu saja mengganggu ku ketika bersekolah. Tapi apakah itu sebuah masalah besar?

Oh tidak, aku takan kalah dari mereka. Suatu saat hidupku harus berubah. Dan dari sini bukankah seharusnya perjuangan sudah tampak lebih jelas bukan? Aku takan kalah dalam keadaan seperti ini. Masa akhir sekolah benar-benar seolah membuat hidupku menjadi lebih progresif. Skala prioritas benar-benar aku perhatikan. Dengan harapan setelah lulus aku bisa melanjutkan ke SMA 1 atau SMA 2 yang merupakan SMA favorit di kotaku.

"Tapi apa mungkin? pasti biayanya sangat mahal"
kata-kata itu terus saja bersahutan dalam batinku. Kadang membuat optimis kadang juga justru membuat pesimis.
Hingga akhirnya muncul suatu pemikiran bahwasanya aku sekarang masuk ke sekolah ini justru awalnya berasal dari rasa pesimis yang tinggi.
bahkan dalam beberapa hal awalnya aku sangat canggung untuk berinteraksi dengan murid lainnya. Tapi sekali lagi waktu berjalan cepat dan banyak hal telah berubah.

Sampailah pada hari dimana tryout pertama di laksanakan. Aku mencoba memanfaatkan momen ini untuk mengukur kemampuanku. Sejauh mana aku menguasai materi. Tetapi ketika aku lihat sana sini. Ada beberapa orang yang bekerja sama. Ada juga yang melihat buku catatan. Sungguh itu sama sekali tak berguna. Sepertinya memang kenyataannya banyak murid yang justru lebih takut dengan nilai tryout jelek karena mungkin malu sama teman-temannya tetapi mereka justru tidak takut dengan kebodohan.

Tapi aku tak peduli. Mereka ya mereka, aku ya aku. Meskipun pada akhirnya aku tak mendapat nilai yang memuaskan. Ya memang seperti itulah nilai yang memang layak aku dapatkan. Aku tak perlu menyesalinya yang perlu aku lakukan adalah mencobanya lagi. Tentunya dengan persiapan yang lebih baik.

Tetapi situasi itu menjadi sedikit lebih sulit ketika aku mendapat kabar bahwa Singgih mengalami kecelakaan yang cukup parah sepulang sekolah. Motor yang ia kendarai bertabrakan di daerah Karangsalam. Seketika kelas terasa begitu membosankan. Aku seperti kehilangan teman belajar. Bangku sebelah dibarisan paling belakang yang biasa ia tempati kini telah kosong. Tak ada lagi teman yang satu frekuensi untuk saling belajar dan bercanda dikelas. Tapi hal itu menjadi pelajaran tersendiri untukku. Karena memang sebelumnya aku dan dia adalah yang paling sering di tegur oleh para guru ketika membawa motor ke sekolah. Aku harus lebih berhati-hati, jangan sampai ada hal merepotkan yang juga terjadi kepadaku.

Tak lama setelah itu aku merasa pembelajaran memang sudah tak efektif lagi. Kesehariannya hanya mengulang kembali materi dan tryout. Sisanya adalah kegiatan bersama, berdoa bersama dan mungkin yang terakhir adalah kenangan.

Selama 3 tahun terakhir telah banyak yang terjadi. Dalam rentang waktu itu begitu banyak teman datang dan pergi, tentang pertemuan tentang perpisahan tentang kebersamaan hingga tentang kematian. Ibarat sebuah buku pada akhirnya kita akan sampai pada halaman akhir cerita.
Bisa jadi setelah itu memang tamat ceritanya, bisa juga dilanjutkan dengan seri yang lain.

Dan inilah catatan terakhir ku disini. Disekolah ini, SMP Negeri 4 Purwokerto.
Ini adalah 3 tahun terakhir yang mengesankan. Disini aku memiliki banyak teman dan aku bahagia. Tentunya bukan hanya dari sepakbola.
Karena tanpa mereka semua aku takan menikmati hari-hariku di sekolah ini.

Sungguh aku merasa hidupku penuh warna dan rasanya ingin begitu lama aku berada di masa ini.
Hingga aku bisa menjadi lebih akrab dengan kalian semua. Karena ini sungguh terlalu sebentar.
Tapi ya seperti inilah hidup, pertemuan dan perpisahan selalu menghiasi setiap kisahnya.
Biarlah waktu yang menjawab tentang bagaimana kelanjutan dari cerita ini.
Lalu aku ucapkan juga terimakasih kepada guru-guruku yang telah membimbingku. Tak pernah bosan menasehatiku.

Untuk teman, kerabat dan semua yang telah berpulang dan menghadap sang kuasa di masa itu. Semoga senantiasa mendapatkan tempat terbaik disisiNya. Suatu saat cepat atau lambat aku pasti akan menyusul kalian.

Setelah itu yang tersisa hanya sapaan hangat dan saling support satu sama lain. Saling bersatu dalam haru. Episode ini telah selesai dan kebersamaan kita ya mau ga mau harus diakhiri. Meski banyak yang bilang ini bukanlah akhir dari pertemanan tapi pada akhirnya kalianpun akan melupakan. Jadi ya sama saja, kita tak bisa mengelak dari akhir cerita ini.

Mungkin cara seperti inilah yang terbaik untuk mengakhiri kebersamaan ini. Banyak sekali mungkin hal merepotkan yang aku lakukan di sekolah ini. Untuk semuanya teman-teman yang terlibat saya meminta maaf yang sebesar-besarnya atas banyaknya keresahan yang sering aku buat selama 3 tahun terakhir. Karena aku rasa jika hal itu tak terjadi. Maka sekolah menjadi sepi dan kurang menarik. Mungkin aku terlalu bahagia hingga aku lupa terlalu banyak bersenang-senang.

Tapi sungguh aku bukan pecundang, aku hanya benci kekalahan.

Lanjut ke Bagian 40

Make A Better Place (Autobiografi Triocahyo Utomo)Where stories live. Discover now