Daily 63 Laqosta Cafe dan Senar Yang Putus

2 0 0
                                    

"Ada banyak hal yang bisa dilakukan bagi kita untuk tetap menikmati hidup. Meskipun semua kepahitan itu bertubi datang, kita yang masih diberi kesempatan untuk hidup sampai saat ini masih memiliki kesempatan untuk menjalani hidup ini dengan lebih baik."


Kepahitan dalam hidup itu seolah terus berlanjut. Setelah aku meninggalkan sepakbola yang merupakan hal terindah yang aku tahu sampai saat ini, kini satu persatu orang disekitarku juga mulai pergi. Titik jenuh pertama dalam kehidupan membuatku untuk mencoba beralih kepada hal lain sebagai pelampiasan yang bisa aku lakukan meskipun harus menjadi diriku yang lain. Pelampiasan itu jatuh pada sebuah alat musik yang bernama gitar. Mungkin sederhana sih, hanyalah terdapat 6 senar namun bisa begitu banyak menghasilkan sebuah nada yang indah.

Beberapa kali semenjak itu aku sempat mengikuti berbagai kegiatan musik di sekolah baik sekolah sendiri maupun sekolah lain yang ada di sekitar kota Purwokerto. Sungguh dari awal aku tak pernah serius untuk menekuni musik karena aku merasa tidak berbakat. Hanya sedikit bisa saja. Mungkin itu hal adalah hal sederhana yang bisa aku lakukan untuk menghibur orang lain yang mungkin diantara mereka banyak yang mengalami problematika yang jauh lebih buruk daripada yang aku alami sembari juga agar aku bisa menghibur diriku sendiri. Karena selain kenyataan bahwa Allah SWT yang telah memegang kendali didunia ini, hanya diri sendirilah yang paling bisa menghibur dan yang paling bisa mengerti.

Pada saat itu kebetulan band-band indi cukup banyak bermunculan dan berbagai acara yang berkaitan dengan musik juga sedang begitu banyak diadakan di Purwokerto. Teman sekelasku yang bernama Ammas kebetulan memiliki banyak kenalan dari para pelaku-pelaku musik yang ada disini dan mengajak Grasshopper yang tak lain adalah band kami untuk mengikuti sebuah kegiatan yang bernama Purwokerto Bersatu 2014. Sebuah acara berkumpulnya seniman dan pemusik yang ada di sekitar kota Purwokerto dengan berbagai agenda kegiatan dan penampilan yang cukup meriah.

Dan pada Selasa, 4 Februari 2014 Grasshopper mendapatkan kesempatan untuk tampil di Laqosta Cafe Bersama dengan grup band Master Stain yang merupakan band dari Mahasiswa - mahasiswi semester akhir kampus STAIN Purwokerto. Seminggu setelah dia pergi. Seminggu setelah duniaku terasa lebih gelap. Seminggu ketika aku mulai merasa semakin sepi ditengah keramaian.

Awalnya kami cukup ragu mengingat kami masih sangat pemula dalam dunia musik dan status kami yang masih pelajar. Ditambah dengan tidak bersedianya Titok untuk ikut tampil. Dan dengan sedikit perdebatan dan pertimbangan aku Ammas dan Rosi tetap tampil. Kami bertiga tetap memberanikan diri untuk berangkat dengan menampilkan live accoustic karena tidak adanya Titok selaku drummer. 

Pada kesempatan itu aku membawakan lagu RIP dari Bondan Fade2Black yang aku persembahkan langsung untuk Tia beserta lantunan doa-doa yang selalu aku langitkan dalam setiap setelah selesai shalat. Juga untuk mas Rahmat yang telah satu tahun yang lalu pergi.

"Selamat jalan kawan. Semoga kau tenang semua canda tawamu takan pernah hilang dalam setiap langkah kau selalu ada. Sampai kini ku tak percaya kau telah tiada.

Mungkin batu nisan pisahkan dunia kita. Namun ambisimu kan ku jaga selalu membara. Gapailah doa yang selalu ku baca. Menemani langkahmu Menuju singgah sana surga."

Pada kesempatan itu aku benar-benar menjiwai dalam membawakan lagu itu. Lagu yang memiliki pesan begitu dalam. Sebuah pesan tentang kehilangan. Semua pasang mata seolah tertuju pada penampilan Grasshopper malam itu. Penonton yang mayoritas dari kalangan mahasiswa itu memberikan aplouse yang begitu meriah kepada kami. Tatapan mereka terlihat begitu respect.

Entah kenapa saat itu aku sama sekali tidak merasa canggung ataupun minder. Padahal penampilan saat itu begitu sederhana dan aku juga sadar diri jika aku belum terlalu mahir bermain musik. Namun justru sambutan yang begitu meriah yang didapatkan. Aku melihat orang-orang disekitar. Mereka semua tampak senang dan terhibur.

Saat itu juga aku menyadari sebuah fakta dimana semua yang ada disitu berusia jauh diatas kami bertiga. Aku mencoba melihat-lihat sekitar dan memang tidak ada yang terlihat seumuran.

Hal itu juga dibenarkan dari panitia yang menyampaikan hanya kami lah dari kalangan pelajar yang ikut berpartisipasi. Dan bagiku ini adalah pengalaman yang akan terkenang. Aku sadar bahwa dunia luar sana begitu luas. Dan jika Allah SWT masih memberikan kesempatan, kedepannya masih begitu banyak hal yang akan aku alami.

Ada banyak hal yang bisa dilakukan bagi kita untuk tetap menikmati hidup. Meskipun semua kepahitan itu bertubi datang, kita yang masih diberi kesempatan untuk hidup sampai saat ini masih memiliki kesempatan untuk menjalani hidup ini dengan lebih baik.

Dari situ juga aku mulai melihat kehidupan orang-orang yang berada pada satu fase di atasku. Fase dimana mereka telah lama meninggalkan masa sekolah. Dahulu ini adalah fase yang aku tunggu. Sebuah pertanyaan yang sering terlintas dalam pikiran.

"Kemana aku setelah ini?"

Untuk melanjutkan kuliah seperti mereka sepertinya jika aku harus berfikir realistis itu hampir tidak mungkin. Meskipun ada satu keinginan dihati kecil yang bisa mungkin bisa membuat ketidakmungkinan itu menjadi mungkin.

Jujur aku iri dengan mereka. Aku ingin menjadi orang dewasa yang hidup penuh kebebasan dan menemukan jati dirinya sendiri. Bebas menentukan mimpinya dan melakukan banyak hal tanpa perlu bantuan dari orangtua.

Tertawa berkumpul, melewati hari, dan bersenang-senang bersama.

"Memang seindah itu yah masa kuliah?"

Begitulah pemikiran awalku ketika aku hanya melihat dari luar tanpa tau problem-problem yang mereka hadapi di bangku perkuliahan. Tetapi rasanya menyenangkan. Berbeda dengan kehidupan STM yang menurutku keras dan menantang.

Aku berharap kelak bisa mendapatkan jawaban dari semua ini. Jawaban dari semua persepsiku yang ternyata salah atau justru itulah kebenaran yang terjadi.
Aku selalu menantikan masa-masa itu.
Semoga semua berjalan dengan sebagaimana mestinya.
Allahumma aamiin

Lanjut ke bagian 64

Make A Better Place (Autobiografi Triocahyo Utomo)Where stories live. Discover now