Daily 31 Cedera Kambuhan

34 1 0
                                    

"Saat itu mungkin aku belum benar-benar berhenti dari sepakbola karena usiaku yang masih sangat muda. Aku juga masih memiliki semangat yang cukup untuk senantiasa bangkit.
Tetapi ketika semua itu mulai aku dapatkan. Cedera lama itu kembali terasa."

Waktu terus berlalu dengan sesuka hatinya kenyataan bahwasanya semua telah berlalu membuatku lebih sadar bahwasanya memang seperti inilah yang semestinya terjadi. Aku tak boleh mengelak bahkan mengabaikan begitu saja.

Setelah kenaikan kelas menuju kelas 9 sekolah diliburkan selama kurang lebih 2 Minggu. Seperti halnya hari-hari sebelumnya tiap pagi aku mengisi kegiatan dengan berlatih sepakbola di lapangan sepakbola yang berada di kampungku dengan beberapa teman lain karena jadwal latihan di SSB hanya hari Minggu dan Jum'at.

Seperti yang pernah aku ceritakan sebelumnya. Salah satu mimpi buruk yang tak pernah diinginkan oleh pesepakbola adalah cedera. Rasa sakit, trauma dan kemampuan yang sudah tak sama lagi dengan sebelumnya kadang membuat seorang pemain yang cidera tidak mampu bangkit dari masa-masa suramnya itu.

Bisa aku katakan, mungkin ini adalah salah satu penyesalan terbesar dalam hidupku.
Disitu semua mimpi seolah telah berakhir. Oh mungkin tidak seperti itu, lebih tepatnya semua mimpi sepertinya memanglah sengaja aku akhiri. Ya karena memang begitu menyakitkan.

Semua berawal di sebuah sore yang gerimis. Ada sebuah pertandingan yang tak pernah aku lupakan. Ini adalah pertandingan pertamaku di tim senior di desaku disaat umurku baru menginjak 14 tahun.

Tetapi karena pengalamanku di SSB dan sudah 2 tahun semenjak kelas 1 SMP bermain di tim muda membuat tim pelatih mempercayakan posisi itu kepadaku. Saat itu juga di kampungku sepakbola sedang begitu antusiasnya.

Semua mulai berbenah termasuk regenerasi dari pemain-pemainnya karena aku akui banyak pemain berbakat seusiaku saat itu meski belum tergabung ataupun terikat dengan SSB.

Awalnya aku sedikit canggung dengan rataan pemain yang usianya jauh diatas umurku atau sekitar umur 17-30 tahun. Tetapi aku menikmati semua itu. Karena memang seperti inilah sepakbola. Aku yang begitu sangat menyukai sepakbola dan berharap selamanya tetap seperti itu.

Tetapi tampaknya jalan yang aku hadapi terlalu terjal. Baru menginjak usia remaja semua sudah tidak berjalan seperti sebagaimana mestinya. Sore itu aku sudah mulai masuk di pertandingan. Semua berjalan dengan baik tetapi pada pertengahan pertandingan ada sebuah benturan yang akan aku kenang seumur hidup.

Dalam perebutan bola yang cukup ketat aku berhasil menguasai bola diantara beberapa pemain lawan. Tetapi karena keseimbangan yang sudah goyah sehingga ketika telah melewati beberapa pemain sebuah tackle terlambat aku hindari hingga mendarat dengan telak di engkel kananku dan mengakibatkan kaki kananku seperti mati rasa.

Aku sedikit mendengar suara pergeseran tulang pada engkel kaki kananku. Dan benar saja saat itu aku benar-benar merasa sakit yang teramat sangat hingga sama sekali tak bisa berdiri apalagi berjalan keluar lapangan.

Aku keluar lapangan digotong beberapa orang dengan tetap menahan sakit. Awalnya aku rasa semua belum berakhir. Hanya tulang disekitar engkel kaki kananku bergeser. Tidak ada yang retak ataupun patah.
Aku mungkin cukup beristirahat 3-4 bulan untuk bisa berjalan normal kembali.

Tetapi setelah hampir setengah tahun berlalu aku merasa kaki kananku sangat susah untuk berlari kembali. Aku mencoba memaksa ketika merasa semuanya telah membaik, rasa sakit yang telah mereda tetapi kenyataannya kakiku tak pernah bisa kembali semula.

Mungkin cedera lama ketika salah jatuh saat SD telah memberikan rasa trauma pada tulang engkel kaki kananku. Bahkan bagian kaki kananku membengkak sampai ke paha. Mimpi buruk itu ternyata telah benar-benar datang.

Dan aku rasa dari situ semua berawal. Semenjak hari itu aku sudah tak lagi menikmati permainan sepakbola sepenuhnya.

Cahaya seperti seolah meredup, pandangan ku ke langit seolah sudah tertutup oleh awan hitam yang gelap.

Saat itu mungkin aku belum benar-benar berhenti dari sepakbola karena usiaku yang masih sangat muda. Aku juga masih memiliki semangat yang cukup untuk senantiasa bangkit.
Tetapi ketika semua itu mulai aku dapatkan. Cidera lama itu kembali terasa.

Hingga akhirnya aku benar-benar tidak bisa kembali lagi ke sepakbola. Meski aku masih memiliki keinginan lebih dan lebih untuk terus bermain sepakbola. Tetapi apa daya keadaan telah mengalahkan ku.
Seringkali dalam suatu pertandingan entah ada benturan atau tidak aku sering merasa nyeri pada engkel kananku. Hingga tak bisa melanjutkan kembali. Kadang bisa membaik dengan singkat kadang membutuhkan waktu berisitirahat yang cukup lama.

Dan seperti itulah yang terus terjadi.
Aku semakin tertinggal dan tertinggal.
Sangat sedih memang ketika dalam suatu pertandingan, teman-temanku berjuang keras di lapangan sementara aku hanya diam duduk di pinggir lapangan tanpa memberikan pengaruh yang berarti.

Harus aku sadari kakiku seolah sudah hancur, mungkin yang saat itu harusnya aku lakukan adalah dengan memeriksanya ke dokter ataupun rutin melakukan terapi.

Tapi apalah daya, untuk membeli sepatu bola saja aku sudah bersusah payah setengah mati.

Andai, waktu bisa diulang sedikit saja.
Pasti aku akan melakukan hal yang sama.

Tetapi dengan semangat yang berbeda.

Lanjut bagian 32

Make A Better Place (Autobiografi Triocahyo Utomo)Where stories live. Discover now