Daily 62 Bahagia Selalu Ya Di Sana

10 0 0
                                    

"Sejak saat itu juga aku berjanji tak akan merayakan sedikitpun kelulusan sekolah. Cukup mengenalmu yang menjadi ingatan terbaik selama aku menjalani masa putih abu-abu yang membosankan ini. Itu hal terakhir yang bisa aku lakukan untuk mengenangmu. Dan juga menghormatimu."


Kepergian bukanlah menandakan sebuah kekecewaan. Kepergian selalu ada beriringan dengan adanya pertemuan. Hidup memang singkat, sangat singkat namun akan banyak pertemuan dan perpisahan yang kita jumpai didalamnya. Dan perpisahan itu bukan karena tempat yang jauh dan bahkan kematian menurutku juga bukanlah sebuah perpisahan. Perpisahan adalah ketika sebagian dari kita berada di surga dan sebagiannya lagi tidak berada di dalamnya. Nauzubillah min dzalik.

Dalam hidupku sudah cukup banyak kepergian yang aku terima. Dan entah kenapa semua menjadi semakin dekat. Menjadi semakin dekat disini yang aku maksud adalah mereka yang pergi adalah orang-orang yang jauh hingga yang begitu dekat denganku. Apakah itu ujian bahwa aku harus semakin kuat tanpa mereka ataukah itu sebuah pertanda bahwasanya aku pun akan menyusul mereka?

Mungkin ini adalah kisah yang paling aku kenang dalam kehidupanku semasa remaja dimana aku seperti benar - benar merasakan yang namanya love at the first sight. Aku tak tahu apakah ini hanyalah sebuah cinta semu atau mungkin inilah cinta yang sesungguhnya.

Poros dari pemikiran itu adalah seseorang murid perempuan berjilbab yang ceria namun begitu anggun. Nyaman dan dingin rasanya ketika aku bisa melihatnya lebih lama. Perempuan itu adalah Tia. Aku tak tahu nama lengkapnya bahkan aku juga sudah melupakan wajahnya. Tetapi nama itu seperti selalu teringat. Aku mengenalnya dari pertemuan tidak sengaja ku sepulang sekolah di Rodamas ketika akan membeli handphone. Cerita tentang bagaimana aku mengenalnya sudah aku ceritakan di beberapa bagian sebelumnya dan bagian inilah yang merupakan bagian khusus yang aku buat tentang dirinya seperti yang pernah aku sampaikan sebelumnya.

Aku masih mengingat betul ketika ia terlihat paling ceria dan ramah di angkot ketika pulang sekolah di sore itu. Dan menjadi sangat pendiam ketika hanya tersisa kami berdua karena teman-teman yang lain pulang berbeda arah. Dua sisi itulah yang membuatku begitu tertarik kepadanya. Lalu berkenalan, basa basi, dan ya selanjutnya melakukan hal seperti para remaja yang PDKT pada umumnya.

Namun ada satu penyesalan yang selalu terbayang-bayang dalam hidupku ketika aku tak sempat menyatakan perasaanku kepadanya. Perasaan yang sebenarnya sudah begitu dalam. Aku tak sempat mengatakan kepadanya bahwa aku sangat mencintainya. Sebelum sebuah tragedi yang membuat jarak antara aku dan dirinya benar-benar terpisah oleh sesuatu hal yang disebut takdir.

Sebenernya dia adalah perempuan pertama yang aku kenal semenjak aku SMK. Namun karena berbagai hal yang rumit aku baru bisa berinteraksi lebih jauh dengannya di akhir kelas 11. Dia adalah perempuan sempurna yang selama ini aku cari meskipun bahkan hingga sampai saat ini aku tak pernah bisa menggapainya. Dan juga semua orang didunia ini selain kedua orangtuanya.

Namun dari dirinya juga aku bisa belajar tentang kepahitan dalam hidup. Sebuah cambukan keras kepada diriku untuk tidak terlalu percaya dengan cinta sejati. Cinta sejati hanyalah sebuah rasa sakit yang datang berkali-kali. Bersama dengannya aku merasa kadang begitu dekat dan kadang juga begitu jauh.

Sampai saat dimana jarak antara aku dan dirinya itu benar-benar terjadi.
Dia begitu cepatnya berubah. Lalu menghilang. Padahal semuanya sebelumnya baik-baik saja.
Hingga sampailah pada awal tahun 2014. Di Januari yang kelam ini semua berakhir.

Senin, 27 Januari 2014
Hari itu aku sedang mempersiapkan diri untuk ujian praktek yang akan di laksanakan beberapa hari lagi. Aku merasa hari itu kota Purwokerto lebih cerah dari biasanya. Hingga sebuah pesan yang tak pernah aku inginkan masuk. Pesan dari salah seorang teman sekelasnya yang mungkin tau jika aku menaruh rasa kepada Tia.
Ini adalah berita menyedihkan pertama yang aku dapatkan seumur hidup. Sebelum berita demi berita menyedihkan nantinya yang juga datang kepadaku di masa-masa setelahnya.
Pesan singkat itu adalah sebuah pemberitahuan jika Tia telah tiada.

"Yo, Tia udah gak ada nanti siang pemakamannya.
Mau ikut takziah ngga?"

Innalilahi wa Inna ilaihi raji'un
Astaghfirullah.
Ya Allah.

Untuk kalian yang memiliki rasa empati dan simpati pasti paham betul bagaimana yang aku rasakan saat itu.

Hancur.
Benar-benar hancur.

Langit cerah itu seolah menjadi gelap seketika. Bahkan tidak hanya langit di hari itu saja tetapi juga pandanganku terhadap dunia menjadi benar-benar gelap. Dan dari sinilah fase gelap dari hidupku akhirnya dimulai.

Betapa bodohnya diriku yang selama ini tak pernah tau tentang dirinya. Bagaimana keadaannya?
Apa yang dia rasakan?
Apakah dia bahagia?
Apakah dia baik-baik saja?

Bahkan untuk sekedar menjadi orang yang selalu mengaguminya rasanya pun aku tak pantas. Tia meninggal karena sebuah penyakit yang dideritanya. Penyakit yang selama ini tak pernah sedikitpun aku ketahui. Ini adalah patah hati pertamaku dalam hidup. Aku memang tak berubah masih tetap seperti diriku yang dulu tetapi aku merasa jika dunia sudah tidak begitu menarik lagi.

Dan dari kisah ini aku berpesan kepada semua pembaca dimanapun kalian berada. Jangan pernah membohongi diri kalian sendiri. Jika kalian menyukai seseorang ungkapkan lah sebelum semua benar-benar terlambat. Padahal saat itu jikapun nantinya di tolak. Aku tak akan menyesal. Aku akan menghargai keputusannya.

Jika saja aku lebih cepat menyadarinya. Aku pasti akan mengungkapkan semua kepadanya. Aku akan mewujudkan hal-hal sederhana yang selalu diimpikannya.
Menjadi teman yang baik di hari-hari akhir dirinya di dunia ini.
Namun apalah daya semua sudah terlambat dan penyesalan pun tetaplah penyesalan. Itu tak merubah apapun.

Selamat jalan Tia. Bahagia selalu disana yah. Maafkan semua kesalahanku. Kamu perempuan yang baik. Jadi Allah SWT sudah rindu sama kamu. Tugas kamu sudah selesai.

Aku sungguh tak bisa berkata-kata lagi.

Kenapa harus kamu?
Kenapa secepat itu?
Bukankah kita ingin merayakan hari kelulusan bersama-sama.
Kenapa kamu pergi justru ketika aku mulai dekat denganmu?

Ah, rasanya hidup ini sangat tidak adil.

Sejak saat itu juga aku berjanji tak akan merayakan sedikitpun kelulusan sekolah. Cukup mengenalmu yang menjadi ingatan terbaik selama aku menjalani masa putih abu-abu yang membosankan ini. Itu hal terakhir yang bisa aku lakukan untuk mengenangmu. Dan juga menghormatimu.

Iya mengenangmu.

Mengenang mu di pagi itu. Di saatku masih bisa melihat senyumanmu menyapaku. Di hari itu disaat kamu masih bisa bercanda dan berbagi tawa. Namun kini kamu telah pergi dan takan pernah bisa kembali.
Semoga mendapatkan tempat terbaik disisi Nya.

Berita duka ini benar-benar kembali menjadi pengingat kepada diriku bahwa dunia ini begitu singkat dan bisa berakhir kapan saja. Aku akan lebih berhati-hati lagi dalam menjalaninya. Hal-hal yang bersifat keduniawian perlahan mulai aku coba lepaskan dari genggaman.
Terimakasih atas waktu yang begitu singkat ya. Suatu saat pasti aku akan menyusulmu.

Allahumma firlaha warhamha wa'afiha wafuanha.
Al-fatihah..

Lanjut ke bagian 62

Make A Better Place (Autobiografi Triocahyo Utomo)حيث تعيش القصص. اكتشف الآن