Daily 21 Lagu Pertama

56 1 0
                                    

"Jadi ternyata seperti itu yah yang disebut pertemanan. kita tak tahu pasti semua itu bisa terjadi. Saat itu aku berfikir mungkin tidak akan bertemu lagi dengan teman-temanku selepas perpisahan yang terjadi."

Di kisah sebelumnya aku sudah menuliskan sedikit tentang kelasku yakni kelas 7B. Meski pada dasarnya kelas tersebut cukup bermasalah. Tapi pada akhirnya semua murid di kelasku naik kelas tanpa masalah.

Padahal untuk standarisasi kenaikan kelas di sekolahku tergolong sangat ketat. Banyak sekali murid yang tidak naik kelas entah itu kelas 7, 8 ataupun 9.

Kenyataan itu semakin terlihat jelas ketika 2 kelas tetanggaku yakni 7A dan 7C yang selama ini dinilai lebih baik justru tidak berakhir dengan lebih baik.

Ada sekitar 2-3 murid yang tidak naik kelas di kelas 7C, sementara di kelas 7A, hampir semua murid laki-laki tidak naik kelas. Kalau tidak salah dari 14 siswa laki-laki hanya 5 anak yang naik kelas, sungguh aku pun sekali tidak menyangka.

Kelasku sendiri meskipun naik semua tetap saja kehilangan salah satu muridnya yakni Yusuf yang memutuskan untuk keluar. Entah karena masalah apa.

Awalnya Yusuf adalah siswa yang tidak aku sukai dikelas. Sungguh aku terusik darinya, dia sangat usil dan kadang membuat onar di kelas. Bahkan beberapakali diapun pernah hampir ribut denganku.

Meskipun dia sedikit lebih besar dan kuat dariku, aku tidak peduli. Terserah kalian mau menilaiku apa, tapi seperti itulah kondisi emosional untuk seorang anak laki-laki yang baru menginjak remaja.

Mereka akan sakit jika terusik karena tidak mudah juga untuk mengontrol diri pada usia-usia tersebut. Meski aku sendiripun sebenarnya sama sekali tidak memiliki keinginan untuk bermusuhan dengan siapapun.

Tapi ya sependek itulah pemikiranku saat itu. Siapa yang menabur angin pasti akan menuai badai.

Aku bukan jagoan. Sama sekali bukan. Bahkan aku hanyalah anak lelaki yang lemah tapi tidak untuk menjadi seorang anak laki-laki yang penakut.

Sekali lagi aku juga bukan berandalan bahkan aku termasuk anak yang tidak suka mencampuri masalah. Karena bagiku itu sangat merepotkan. Aku hanya melawan ketika mereka merendahkanku, karena aku bukan pecundang.

Karena hal seperti itulah aku beberapakali terlibat keributan ketika SD. Dan setelah peristiwa-peristiwa itu terjadi yang aku dapati hanya penyesalan dan perasaan bersalah yang begitu mendalam, kesepian dan menyedihkan. Sungguh aku benci keadaan seperti itu.

Tapi bagaimanapun juga itu aku lakukan karena aku benci kesewenang-wenangan. Aku hanya ingin keadilan. Walau bagaimanapun keadilan ya harus diutamakan.

Hingga suatu ketika kekecewaanku begitu memuncak ketika aku yang senantiasa dijahili teman-temanku justru mendapat perlakuan yang tidak adil oleh guru olahragaku. Tetapi justru aku yang disalahkan. Aku masih mengingatnya.
Seseorang yang begitu kejam bahkan hanya untuk menghadapi seorang anak kecil. Aku bersyukur satu tahun setelahnya dia tak ada lagi di sekolahku. Tapi dalam hati sedikitpun sungguh aku tak menaruh rasa dendam.

Aku membantah karena bagaimanapun keadilan harus di tegak kan. Tapi yang aku dapati justru aku dibentak dan telingaku ditarik dengan keras. Ingin rasanya aku menangis. Jika sampai dia memukulku dengan penggaris kayu yang selalu ia bawa. Aku tak akan membiarkan.

Tapi keadaan yang buruk membuatku diam, aku tidak ingin terlihat lemah.
Tapi aku rasa ini tak begitu buruk seburuk pukulan para kakak kelas yang mendarat ke tubuhku.

Aku dipanggil ke Kantor. Mereka bilang aku berantem padahal aku yang dipukuli tanpa sempat melawan, aku dihukum. Dan dari situlah aku mulai berubah, aku tidak peduli lagi. Aku hanya menanggapi apa saja yang menurutku tidak sia-sia dan menghabiskan tenaga untuk ditanggapi. Hingga hari kenaikan itu tiba, aku sudah menduga ketika aku tak lagi mendapat rangking di kelas. Dan aku tau penyebabnya. Orang-orang hanya menilai dari luarnya saja. Tak pernah sedikitpun mencoba sedikit mencari tau kebenarannya. Nilai akhlak ku Merah. Semenjak itu aku tak lagi peduli dengan penilaian manusia.

Make A Better Place (Autobiografi Triocahyo Utomo)Where stories live. Discover now