Daily 53 Negeri Santri

10 2 0
                                    

"Waktu terus berjalan dan aku mulai menikmati peran ganda ini. Aku pernah berada di posisi mereka dan juga saat seusia mereka aku harus mengakui jika aku begitu haus akan rasa penasaran. Maka dari itu aku akan berikan banyak pelajaran dan pengalaman yang aku dapatkan selama ini meskipun sebenarnya tak seberapa namun setidaknya aku sudah menghirup nafas di dunia lebih lama dari mereka. Impian mereka tinggi, harapan mereka begitu besar dan aku tak ingin menghambat mereka yang juga menjadi tanggungjawabku."

...

Ada fase dimana aku harus belajar jauh lebih dewasa dari usia ku sendiri. Memang dahulu ketika aku berusia 5 tahun aku sering bertanya-tanya tentang kehidupan. Apa arti kehidupan? Kenapa aku hidup? tetapi saat ini aku merasa jawaban itu masih banyak berubah. Seperti arus kehidupan yang kadang terasa begitu cepat dan kadang juga berjalan lambat, padahal putaran waktu selalu sama tiap detiknya.
Hingga akhirnya aku benar-benar menemukan jawaban dari semua itu.

Namun aku juga tidak bisa mengelak karena aku memang sudah dewasa, maka daripada bertahan dalam zona nyaman di masa itu akan lebih baik jika aku menghadapinya. Menjalani dengan ikhlas setiap detiknya berharap hal-hal yang aku kerjakan bisa mendapatkan suatu keberkahan dari Allah SWT.

Sebenarnya di sekolah umum aku adalah siswa yang biasa-biasa saja bahkan seringkali terlibat dalam suatu masalah meskipun itu bukanlah sebuah penyimpangan yang besar dan hanya karena ingin mencari perhatian dari para guru. Namun hal berbeda terjadi di Madrasah. Tanpa ada maksud riya ataupun menyombongkan diri, selama di Madrasah bisa di bilang aku adalah santri putra yang selalu mendapatkan nilai tertinggi di kelasku di bandingkan dengan santri-santri putra lainnya bahkan dari awal masuk Madrasah hingga lulus meskipun tak pernah menjadi juara kelas karena selalu saja ada santri perempuan / santriwati yang nilainya lebih tinggi dariku.

Ketika mempelajari atau mendengar kisah yang berkaitan dengan agama Islam ada ketenangan tersendiri yang aku rasakan. Terkadang juga timbul rasa merinding yang menimbulkan rasa penasaran yang begitu tinggi tentang apa yang baru aku pelajari di Madrasah sehingga dengan inisiatif sendiri aku mencoba untuk terus memperdalamnya karena aku selalu merasa jika aku bukanlah anak yang pintar tetapi aku selalu berambisi untuk menjadi yang terbaik karena menurutku kepintaran itu bisa dikalahkan dengan kerja keras, kerajinan dan kedisiplinan yang lebih dari yang lainnya.

Semenjak itulah aku mulai merasa hari-hariku di Madrasah cukup baik. Aku juga selalu mendapat support yang baik dari Ustadz ataupun Ustadzah. Karena meskipun jumlah kehadiranku buruk aku masih terbantu dengan nilai test yang cukup baik. Itu adalah hal yang cukup menyenangkan hingga sebuah hal yang tak terduga terjadi.

Hari itu aku diminta oleh kepala sekolah / kepala madrasah untuk mengajar menjadi guru kelas / ustadz. Padahal statusku saat itu juga masih sebagai santri dan juga sebenarnya masih banyak yang jauh lebih layak daripada diriku. Tapi bagaimanapun itu adalah amanah yang tak bisa aku tolak. Lagian ada beberapa juga santriwati dikelasku yang juga mengajar. Namun untuk santri putra saat itu aku adalah satu-satunya. Kelasku sendiri saat itu belajar di malam hari. Jadi ketika pagi aku di sekolah umum, siangnya mengajar di madrasah dan malamnya menjadi santri di madrasah.

Capek ya? haha tidak terlalu sih. Selama diniatkan mencari ilmu dan dijalani dengan ikhlas, alhamdulillah semunya berjalan sebagaimana mestinya. Namun ada hal yang aku bimbangkan ketika bertemu wali murid, karena mungkin usiaku jauh dibawah mereka jadi sepertinya ada sebuah keunikan tersendiri. Ada rasa ketidakpercayaan diri yang harus aku buang. Lalu juga pertanyaan tentang apa dulu yang harus aku ajarkan? sementara aku sendiri juga banyak sekali luput dari kesalahan. Namun aku tetap mencoba untuk terus berfikir positif dengan membentuk watak dan kepribadian dari adik-adik kelas yang juga sekaligus muridku itu.

Memang ilmu itu penting tetapi jika yang memiliki ilmu itu kepribadiannya kurang baik bisa jadi membuat mereka salah arah dan itu bukan hanya anak-anak melainkan orang dewasa juga.

Waktu terus berjalan dan aku mulai menikmati peran ganda ini. Aku pernah berada di posisi mereka dan juga saat seusia mereka aku harus mengakui jika aku begitu haus akan rasa penasaran. Maka dari itu aku akan berikan banyak pelajaran dan pengalaman yang aku dapatkan selama ini meskipun sebenarnya tak seberapa namun setidaknya aku sudah menghirup nafas di dunia lebih lama dari mereka. Impian mereka tinggi, harapan mereka begitu besar dan aku tak ingin menghambat mereka yang juga menjadi tanggungjawabku. Setidaknya aku harus bisa menjadi jembatan bagi mereka semua ke arah yang lebih baik seiring dengan semakin tumbuh dewasanya mereka. Bukankah itu sebuah peran yang menyenangkan? Aku hanya perlu melaksanakan dengan baik dan menikmatinya saja bukan?

Tentang hal lain dan juga kenakalan-kenakalan yang terjadi di kelas aku juga memahami dan tidak begitu cepatnya menghakimi. Aku akan mencermati terlebih dahulu. Karena aku juga paham betul apa yang mereka rasakan. Mereka ribut, melakukan penyimpangan itu bukan berarti mereka anak nakal. Tapi harus ada pendekatan tersendiri. Apakah dia baik-baik saja? Apakah dia ada masalah dengan keluarganya? Dengan kakak atau adik kelas? Atau mungkin di lingkungan sehari-hari? Untuk hal itu yang aku lakukan hanyalah dengan mengatakan jika dia anak baik namun akan lebih baik lagi jika melakukan hal yang semestinya. Jika aku langsung menegur dan memarahi atau mungkin memberi sanksi itu sama saja dengan membalas tentang apa yang terjadi terhadapku di masa lalu tetapi aku  bukanlah tipikal orang yang seperti itu.

Mungkin dari semua pelajaran yang aku ajarkan entah itu menulis arab, membaca, berhitung  yang paling sering aku sampaikan di akhir kelas adalah tentang motivasi, pedoman hidup dan arti hidup tentunya sesuai dengan Akidah Islam.

Mungkin usia mereka jauh di bawahku dan bahasan tentang itu belum ada di usia mereka. Namun hal-hal tentang itu seringkali terlintas dalam pikiranku ketika aku masih seusia mereka jadi tidak salahkan jika aku sampaikan kepada mereka?  Dan nampaknya mereka juga sepertinya tertarik dan begitu antusias terhadapku yang menjadikan tahun pertamaku mengajar di madrasah terasa begitu mengesankan. Namun aku juga tak boleh mengabaikan pendidikanku di Madrasah yang belum berakhir.

Dalam keheningan terkadang aku melihat langit-langit yang tampak begitu cerah menandakan hari demi hari yang aku lewati penuh dengan kebahagiaan demi kebahagiaan. Negeri santri, lingkungan dengan nuansa islam yang tinggi memang begitu nyaman dan mententramkan. Aku bersyukur tumbuh dan besar di lingkungan ini. Semoga aku bisa menikmati banyak waktu disini meskipun suatu saat aku harus pergi tetapi aku telah memutuskan kemana aku harus kembali.

Lanjut ke bagian 54

Make A Better Place (Autobiografi Triocahyo Utomo)Where stories live. Discover now