Daily 42 Yang Datang Dan Yang Pergi

36 1 0
                                    

"Kehidupan harus berlanjut, begitupun cerita kehidupanku. Banyak hal yang akan aku lalui kedepannya. Dan banyak hal juga yang harus aku lupakan sebelumnya.
Tapi bagaimanapun itu semuanya telah menjadikan pelajaran berharga yang aku jadikan bekal untuk menjalani kehidupanku di masa-masa selanjutnya."

Acara perpisahan dan kelulusan sekolah telah lama berlalu. Dan secara resmi aku sudah tak lagi terdaftar di sekolah ini. SMP Negeri 4 Purwokerto. Aku ucapkan terimakasih. Terimakasih sebesar-besarnya untuk Spenpa tercinta. Sekolah yang pada akhirnya membuatku berubah haluan dari yang tadinya hanya seorang pecundang menjadi seorang atlet di sekolah. Tetapi waktu sudah berlalu, sudah tiba saatnya aku say goodbye untuk sekolah ini dan semua kenangan disini.

Kehidupan harus berlanjut, begitupun cerita kehidupanku. Banyak hal yang akan aku lalui kedepannya. Dan banyak hal juga yang harus aku lupakan sebelumnya.
Tapi bagaimanapun itu semuanya telah menjadikan pelajaran berharga yang aku jadikan bekal untuk menjalani kehidupanku di masa-masa selanjutnya.

Aku ingat ketika pertama kali memasuki sekolah ini. Cuma inilah sekolah yang ingin aku tuju. Karena selain sekolah negeri yang cukup berprestasi dalam akademik maupun non akademik juga karena letaknya yang tak terlalu jauh dari rumah.
Saat itu, tak ada harapan lain selain di sekolah ini. Untuk seorang siswa telatan sepertiku sekolah favorit tetapi dengan letak yang jauh dari rumah sepertinya bukanlah pilihan yang baik.

Tapi kenyataan hampir membawaku pada sebuah kekhawatiran. Ketika nilai ku membuat diriku seperti sudah di ujung tanduk. Mungkin saat itu aku sudah termasuk kedalam urutan 5 terbawah atau bahkan mungkin sudah masuk zona cadangan karena memang saat SD Nilai akhir Ujian Nasionalku benar-benar sangat mengecewakan.

Tetapi ternyata sepertinya takdir memang membawaku kesini. Jika aku tidak masuk, sudah tak ada lagi sekolah negeri yang menerima pendaftaran. Sehingga jika saat itu aku gagal. Mungkin motivasi ku semakin jatuh dan hancur. Tapi aku merasa jika saat itu Allah SWT masih berpihak kepadaku.

Beberapa hari setelah pendaftaran ditutup aku datang kembali ke sekolah menuju ruang pendaftaran untuk memastikan lagi apakah aku diterima. Dan ternyata memang diterima.

Aku bersyukur. Langit gelap seolah menjadi cerah seketika itu juga. Dan atas kesempatan itu aku merasa semangat belajarku naik. Aku menghargai kesempatan ini. Meski pada akhirnya masalah muncul kembali. Orang tuaku tak memiliki uang yang cukup untuk mendaftar ulang. Aku mulai ragu kembali. Beberapa stigma negatif muncul dalam pikiranku. Meski masalah dapat terselesaikan ketika aku mendapat keringanan untuk membayar setengahnya terlebih dahulu.

Aku mulai menyadari tentang kesulitan ekonomi yang dialami orang tuaku. Aku tahu, aku tak boleh sampai mengecewakan mereka. Aku harus benar-benar belajar. Meski aku tak bisa membeli buku materi seperti teman-teman ku yang lain. Aku hanya berusaha belajar dengan maksimal. Mengerjakan semua tugas dan perintah dari guru dengan sebaik-baiknya. Meski kadang aku mengalami kesulitan demi kesulitan karena tidak memiliki buku materi yang cukup. Tetapi itu takan menjadi alasan untuk diriku.

Jerih payahku pada akhirnya tak sia-sia. Aku mendapatkan beasiswa dari sekolah. Seperti yang sebelumnya aku dapatkan ketika SD. Dengan demikian akhirnya aku bisa sedikit lebih tenang, setidaknya tak lagi terlalu memikirkan tentang biaya. Dan semua selesai. Semua berjalan dengan seperti apa yang aku harapkan. Tetapi aku akui pada awal-awal sekolah di SMP. Di umurku yang masih belasan tahun. Dengan emosiku yang belum stabil. Awalnya aku adalah anak yang minder dan sangat tidak percaya diri. Aku ragu untuk bergaul dengan teman-teman lain. Entah kenapa, rasa insecure itu selalu ada.
Tetapi sedikit teman saja rasanya cukup.

Riska adalah salah seorang teman yang cukup dekat denganku ketika sekolah. Karena 2 tahun berada dikelas yang sama. Selain pintar dia juga ramah. Aku mengenal dia karena dia tak canggung kepadaku bahkan dikelas 8 dia sering mengerjaiku bahkan terkadang menjodoh-jodohkan aku dengan beberapa anak perempuan kelas lain. Meskipun aku tidak suka hal seperti itu tetapi setidaknya itu memberikan sedikit hiburan untukku yang pada awalnya sangat merasa jenuh dan tak pernah betah di sekolah.

Pada saat itu mungkin sekitar tahun 2011 aku tak sengaja bertemu lagi dengannya di sebuah acara seminar sekolah di daerah Kebondalem. Saat itu aku tak tahu dimana lokasi untuk menunggu angkot yang menuju tempat tinggalku. Karena kebetulan searah akhirnya kami pulang bersama. Diperjalanan kami sedikit bercerita tentang rencana kehidupan selanjutnya. Ia tampak serius tak seperti biasanya yang suka becanda.
Ketika aku menanyakan akan melanjutkan ke sekolah mana? ia seperti kebingungan.
Ia masih belum memutuskan untuk melanjutkan sekolah di kota ini atau kembali ke Jakarta tempatnya berasal.

Aku hanya bisa mendoakan entah apapun pilihannya nanti semoga itulah yang terbaik untuknya. Lalu kami berpisah. Ia telah sampai sementara aku terus melanjutkan perjalananku. Perjalanan untuk pulang ke rumah tentunya.

Dan hari itu ternyata adalah hari terakhir pertemuanku dengan dirinya. Bahkan sampai saat ini ketika kisah ini aku tulis.
Sekitar 10 Tahun berlalu mungkin dia sudah lupa. Karena akupun sudah tak begitu mengingat wajahnya.
Padahal di jaman serba modern seperti sekarang banyak sekali media sosial. Namun aku tetap tak menemukannya di satu media sosialpun untuk sekedar bersilaturahmi dan bernostalgia disaat teman SMP yang lain satu persatu datang melalui DM Instagram untuk share undangan pernikahan ataupun saling komen postingan ataupun insta story.
Tetapi tetap harus aku ucapkan terimakasih. Terimakasih yang sebesar-besarnya telah menjadi teman, ketika yang lain benar-benar mengabaikan.

Lalu esoknya aku kembali ke sekolah untuk mengambil beberapa berkas-berkas untuk melakukan pendaftaran ke sekolah menengah atas. Hari itu sekolah tampak begitu sepi karena memang sudah memasuki masa libur sekolah. Aku meminta berkas-berkas sembari berpamitan dengan guru-guru dan petugas sekolah lainnya yang selama ini aku kenal dan tak bisa aku sebutkan satu persatu.
Oh seperti ini yah perpisahan.
Kedepannya aku pasti akan banyak mengalami hal seperti ini.

Setelah semua urusan selesai. Aku mencari angkutan kota dari arah Karanglewas menuju Kebondalem.
Saat itu aku benar-benar seorang diri.
Dan memang harus terbiasa seperti itu. Tak perlu harus mengajak teman yang lain karena aku rasa mereka pun memiliki kesibukan yang sama. Dan lagi pula yang tau tentang diriku ya aku sendiri.

Ketika turun dari angkot sang supir terlihat cukup kaget karena melihatku dengan baju identitas SMPN 4 Purwokerto turun di tempat ini. Ia mengira aku tinggal di sini yang merupakan lokasi paling ujung timur dari tujuan akhir angkot K yakni di komplek Pasar Wage. Sementara sekolahku di lokasi paling ujung barat yakni Karanglewas. Karena yang pasti tidak ada siswa lain di sekolahku yang menaiki angkot hingga sejauh ini.

Pada awalnya aku berencana untuk melanjutkan sekolah ke SMA Negeri 2 Purwokerto. Tetapi karena kondisi ekonomi dan juga tak ada niatan untuk melanjutkan kuliah akhirnya timbul pemikiran bahwa seperti nya menurut ku SMK jauh lebih menarik.
Mungkin itu adalah tempat yang pantas untuk diriku dan juga karena dorongan dari kedua orang tuaku hingga akhirnya aku melanjutkan ke SMK.

Suka tidak suka. Yakin tidak yakin. Semua itu bukanlah hal yang harus terlalu banyak dipikirkan bukan? kita hanya perlu menjalani. Menjalani dengan sebaik-baiknya.
Dan sisanya kita serahkan kepada Yang Maha Kuasa.

Dan akhirnya aku menentukan pilihan itu.
Pilihan yang sebenarnya tak terduga dan tak di rencanakan.
Dan apakah itu pilihan yang tepat? Kenapa aku selalu merasa setiap pilihan yang aku pilih adalah hal yang salah?

Lanjut bagian 43.

Make A Better Place (Autobiografi Triocahyo Utomo)Where stories live. Discover now