Daily 29 Pagi Yang Memilukan

45 1 0
                                    

"Setiap kejadian adalah sebuah rentetan peristiwa. Kita tak pernah tahu sedetikpun yang akan terjadi dalam hidup kita. Dan kita juga tak pernah bisa mengulang satu detik yang sudah kita lewati."

Setelah pertandingan terakhir melawan 8F. Aku menjalani hari-hari seperti biasa. Belajar, bermain dan tentunya berlatih sepak bola.

Aku merasa setelah itu hari seolah berjalan semakin cepat. Banyak cerita yang harus aku selesaikan tetapi hari terus saja berganti.

Pagi itu, aku berangkat ke sekolah dengan santai. Seperti biasa berjalan kaki melewati perkampungan, kebun, pemakaman, dan menyeberangi sungai.

Suasana sejuk di daerah lereng gunung Slamet pagi itu memang menenangkan. Ditambah lagi, hari ini sudah tak ada pembelajaran.

Classmatepun berakhir, karena kelasku sudah kalah di semifinal kemarin. Sayang sekali tahun ini tidak bisa bermain di partai puncak. Semoga tahun depan kesempatan itu datang.

Pertandingan final sendiri dimenangkan oleh 8F. Mereka menjadi juara di kelas 8 di semester kedua ini.

Aku masih berjalan perlahan, menikmati langkah demi langkah menuju ke sekolah. Perlahan aku melihat jam tanganku. Dan waktu menunjukkan pukul 06.45 W.IB

"Hmm, Masih terlalu pagi untuk hari bebas seperti ini".
Kataku dalam hati.

Setiap kejadian adalah sebuah rentetan peristiwa. Kita tak pernah tahu sedetikpun yang akan terjadi dalam hidup kita. Dan kita juga tak pernah bisa mengulang satu detik yang sudah kita lewati.

Ketika hendak sampai depan sekolah. Sebuah kecelakaan mengerikan terjadi. Seorang pengendara motor dari arah barat. Tertabrak dan terlindas sebuah mobil colt diesel dari arah selatan ke Utara.

Aku melihat dengan pasti darah begitu banyak keluar dibalik helm pengendara motor. Aku merasa ada sebuah kehidupan yang telah berakhir.

Dan benar saja, korban meninggal di lokasi. Karena luka parah yang ada di kepala. Darah bercucuran disebuah aspal jalanan depan sekolah pagi itu.
Pagi yang memilukan. Entah apa yang dipikirkan. Entah mimpi apa semalaman yang dialami pengendara motor. Ia harus menerima sebuah takdir yang memang tak bisa dirubah.

Memang didepan sekolahku terdapat sebuah pertigaan besar yang begitu rawan kecelakaan. Entah percaya atau tidak daerah tersebut memang terkenal angker sejak dahulu.

Bahkan aku merasakannya diawal-awal aku SMP. Tepatnya ketika LDKPO dahulu. Aku selalu merasa ada yang janggal, tempat itu begitu mencekam. Bahkan aku sampai tak bisa tidur sesaat setelah memandangi tempat itu ketika tengah malam.
Suara kuda, lonceng, orang berjalan. Itu yang selalu membuatku penasaran. Tetapi ketika aku coba bangun dan mengamati jalanan itu. Semuanya baik-baik aja dan tak ada siapapun.

Tetapi dibalik semua itu mungkin inilah ketetapan Allah SWT. Kita tak pernah tau apa yang terjadi. Dan sudah di jelaskan agar kita senantiasa berdoa ketika akan melakukan perjalanan. Entah jauh atau dekat. Entah sendirian ataupun bersama-sama. Agar senantiasa dalam lindungan Allah SWT. Karena kematian selalu mengingatkan kita meski kita berada di benteng yang tinggi lagi kokoh. Seperti halnya hujan yang kadang bisa datang kapan saja. Tidak harus menunggu musim hujan. Kematian juga begitu, tidak pernah menunggu saat kita sakit.

Banyaknya rentetan peristiwa kecelakaan yang terjadi di sekolahku. Selalu mengingatkanku akan keberasaran Allah SWT. Mengingatkanku bahwasanya semuanya suatu saat akan kembali padaNya.

Dan dibalik tragedi itu. Ada kesedihan yang tersisa. Ada penyesalan yang dalam. Dan juga ada duka yang tak tertahankan.

Sebelumnya aku juga pernah merasakan hal seperti ini ketika menjenguk kakak perempuanku yang seminggu dirawat di rumah sakit.

Malam itu semua tanpak begitu saja. Hari sudah cukup malam. Dan sungguh aku ingin pulang. Aku tidak suka suasana seperti ini.

Kadang ramai, kadang pengap, kadang suara tangisan demi tangisan ikut bersahutan. Ketika mereka menyadari salah satu anggota keluarganya ada yang berpulang.

Aku hanya pandangi langit malam dari lantai atas rumah sakit. Sambil sesekali membuka handphone untuk membunuh kejenuhan.

21.15 W.I.B

Perasaan bosan membuatku menjadi mengantuk. Aku berniat memanggil ayahku untuk mengajaknya pulang. Baru beberapa langkah aku memasuki ruangan aku mendapati sebuah pemandangan yang sungguh aku tak inginkan lagi.

Pemandangan seseorang ketika menghadapi kematiannya.
Aku tak ingin menggambarkan bagaimana keadaannya. Karena suatu saat kita pun akan merasakan nya. Saat-saat ketika kita berhadapan dengan akhir dari kehidupan.

Aku hampir meneteskan air mata. Lalu aku lanjutkan ke kamar sebelah. Akhirnya disitu aku temukan ayah, ibu serta kakak perempuanku yang terbaring dengan infus di tangannya.

Tak lama-lama dan tak berbasa-basi aku langsung meminta ayahku pulang dan berpamitan dengan ibuku.

Sungguh, jika biasanya selama perjalan pulang aku banyak becerita dan bertanya entah apa saja dengan ayahku. Malam itu entah aku hanya diam tanpa kata. Aku bahkan tidak bisa menceritakan apapun. Tidak ada yang bisa sedikitpun terucapkan.

Ketika ayahku bertanya. Aku hanya bilang sudah sangat mengantuk. Dan sangat capai karena tadi siang di sekolah seharian bermain bola karena hari bebas.

Sesampainya di rumah, yang tak aku harapkan terjadi.
Tentang apa yang tadi dilihat di rumah sakit terus terbayang. Rasa ngantuk hilang seketika.
Aku melewati malam hanya dengan lamunan. Hingga tak kusadari hari itu telah berlalu begitu saja. Semua hanya menyisakan kenangan.

Haripun berganti. Aku memasuki ruangan kelasku. Kelas tampak sepi. Sepertinya banyak yang tidak masuk hari ini.

Bagiku yang tidak masuk saat hari bebas itu rugi, daripada jenuh dirumah. Lebih baik berangkat untuk sekedar main bola ataupun berkumpul dengan teman daripada berdiam dirumah dengan penuh kejenuhan. Dan yang pasti karena ayahku tak memberiku uang saku jika aku tidak berangkat ke sekolah.

Menjelang hari-hari terakhirku di kelas 8. Hari yang ditunggu akhirnya tiba. Kegiatan Study Tour yang diadakan oleh sekolah ke Jakarta-Bandung.
Mungkin ini akan menjadikan peristiwa bersejarahku ketika SMP atau mungkin, semua akan terlewat begitu saja?
Entahlah..

Lanjut bagian 30

Make A Better Place (Autobiografi Triocahyo Utomo)Where stories live. Discover now