Daily 59 Boneka Bandung

13 1 0
                                    

"Seperti air yang membasahi bumi. Seperti embun yang datang kala pagi. Kesejukan dan aromanya hanya berlaku sesaat. Semua begitu cepatnya berakhir tanpa pernah bisa aku mencegahnya."

Semenjak kejadian di malam itu perlahan semua mulai tidak beres. Entah kenapa aku menjadi merasa canggung kepadanya. Padahal hanya dia yang selama ini mau berbagi kisah ataupun bertukar cerita tentang hari-hari yang kita lewati. Tapi semenjak itu dia berubah menjadi sangat cuek. Aku heran kenapa hubungan baik pertemanan terkadang bisa berubah ataupun berbalik dengan begitu cepat. Aku selalu mencoba memperbaiki diriku dan juga sikapku terutama kepadanya. Tapi jika memang dia memang ingin menjauh ya bagaimana lagi? Atau dia telah memiliki seorang lelaki lain yang di cintai?

Hari telah beranjak siang. Pembelajaran di sekolah telah selesai. Saat itu sebenarnya aku ingin ke rumahnya. Tetapi keadaan seperti sudah berbeda dan moodku juga kurang baik sehingga aku mengurungkan niatku. Aku takut jika nanti justru membuatnya risih dan semakin menjauhiku. Dalam keheningan itu aku membuka smartphone ku. Ada sebuah pesan masuk di facebook ku. Kalau tak salah akun ini beberapa kali memberikan like dan komentar di postingan-postinganku. Setelah aku tanya dia menjelaskan bahwa dia adalah adik Rani. Ternyata Rani telah menceritakan tentangku kepada adiknya. Adik lelaki yang masih kecil. Aku semakin bingung. Dia sangat susah untuk di tebak. Kadang seperti sedekat nadi dan kadang juga sejauh matahari.

Beberapa hari selanjutnya di sekolahku ada sebuah kegiatan kunjungan industri ke Jakarta dan Bandung. Penantianku sejak SMP akhirnya terwujud. Aku bisa pergi ke kota. Aku akan datang ke Jakarta. Buat anak kampung yang hidup dengan segala keterbatasan sepertiku hal ini rasanya begitu di impikan.

Aku ingin melihat hal lain selain sawah, kebun, hutan dan pepohonan. Aku ingin melihat gedung yang tinggi. Mungkin bagi kalian yang biasa hidup dengan kemewahan ataupun biasa tinggal di kota besar terkesannya norak ya? tapi memang seperti itu yang aku rasakan saat itu karena bagaimanapun kita tumbuh dan menghadapi banyak hal yang mungkin sangat berbeda.

Namun di malam sebelum pemberangkatan handphone yang aku beli dengan susah payah dari mengumpulkan uang saku jatuh dari kantong saku dan mati total. Ini pasti akan menjadi perjalanan yang menjenuhkan. Dan juga butuh waktu yang lama untuk membeli handphone lagi karena tak mungkin untuk meminta kepada orang tuaku.

Karena hal itu aku juga tak bisa berpamitan dengannya. Atau mungkin dia menganggap aku akan bersenang-senang dan mengabaikannya. Padahal dalam perjalanan yang menyepikan itu aku memikirkannya. Ini adalah pertama kalinya bagiku merasa benar-benar sepi ditengah keramaian. Disaat teman teman lainnya bernyanyi gembira dalam perjalanan di hari pemberangkatan itu.

Tol-tol yang panjang membentang menandakan kota Purwokerto yang sudah sangat jauh terlewati. Saat itu aku beserta rombongan sekolah berkunjung ke PT Bukaka dan Mistubishi Electric. 2 perusahaan besar yang sudah sangat berkembang, Aku berharap suatu saat bisa bekerja di perusahaan seperti kedua perusahaan tersebut. Saat itu aku menginap di daerah Cibubur karena paginya akan melanjutkan perjalanan ke Ancol. Suasana Cibubur di sore hari jauh lebih sejuk dari yang aku perkirakan. Saat itu aku melihat sekelompok anak yang sedang bermain sepakbola tak jauh di tempat aku dan rombongan dari sekolahku meninginap. Dan tanpa pikir panjang aku dan beberapa temanku bergabung dengan mereka. Untuk pertama kalinya juga aku merasa hal yang berbeda dalam bermain sepak bola setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh dan juga cuaca yang sedikit berbeda. Aku merasa kakiku lebih berat dan tidak bisa bermain dengan maksimal. Namun ini hanya permainan biasa dan hanya untuk mengisi waktu luang sehingga aku hanya mencoba menikmatinya. Hingga akhirnya sebuah goal akhirnya aku cetak di tanah orang. Di Ibukota, aku harap suatu saat banyak datang kembali gol-gol lainnya.

Esoknya kegiatan berlanjut di Ancol. Aku mencoba membuka mata lebar untuk tidak sedikitpun melewatkan pemadangan di depan mata yang selama ini hanya bisa aku bayangkan dari jendela bus. Lalu aku meminjam handphone milik Siam seorang teman sekelas yang duduk di sebelahku untuk memotret sebuah tempat yang bermana Cifest dari jendela kaca dalam perjalanan dari Bekasi menuju Ancol. Aku merasa ada hal yang aneh. Namun perjalanan hari itu kembali berlanjut seolah begitu cepat.

Make A Better Place (Autobiografi Triocahyo Utomo)Where stories live. Discover now