Daily 41 Perpisahan Termanis

48 1 0
                                    

"Semenjak hari perpisahan itu, aku tak lagi bertemu dengan sebagian besar teman sekelasku saat itu. Bahkan entah mungkin mereka masih mengingat aku atau tidak. Karena akupun begitu, aku akui sudah cukup banyak yang hilang dari memori ingatanku. Karena mau semanis apapun kenangan, ingatan manusia tetaplah terbatas."

Seperti biasanya aku berangkat ke sekolah seorang diri. Aku amati lingkungan sekitar. Tak terasa langkah kakiku telah berada tepat di depan sekolahku, SMP Negeri 4 Purwokerto. Di depan nya terdapat sebuah jalan besar yang menghubungkan antara Kedungbanteng dan Karanglewas. Jalan dimana ketika aku mengalami kecelakaan sebelum malam persami hampir 3 tahun yang lalu. Hari-hari dimana aku mengawali cerita singkat di sekolah ini.

Kendaraan demi kendaraan berlalu seolah lebih cepat dari biasanya. Bahkan menurutku hari ini kendaraan begitu ramai meskipun saat ini baru jam setengah tujuh pagi.
Aku segera menuju ke kelas 9c. Kelas yang memberikanku waktu untuk menuliskan catatan terakhirku ini.

"Wah kok sepi ya" aku merasa agak aneh. Ingin rasanya aku bertanya ke beberapa teman kelas lain yang berada di sekitar. Namun aku urungkan niatku. Aku tak mengenal mereka siapa. Sehingga aku putuskan untuk menaiki ke lantai 2 di gedung sebelah. Itu adalah salah satu ruangan favorit ku disekolah ini. Tak lain lagi, tempat itu adalah ruang perpustakaan. Perpustakaan yang sepi dan tenang seperti biasanya.

Dari lantai 2 aku pandangi lapangan yang tepat di hadapanku. Dulu ketika pertandingan final, ada banyak sekali murid yang menonton dari sini. Dan memang sangat nyaman. Aku membayangkan yang mungkin mereka lihat saat itu. Bayangan diriku ketika bermain sepakbola disana. Lalu jatuh, terkapar. Seketika aku teringat kembali peristiwa demi peristiwa yang pernah terjadi di tempat itu hingga seketika lamunanku terhenti.

"Yo, Gimana UN nya lancar kan? besok pengumuman kelulusan yah."
Lamunanku terhenti ketika salah seorang menyapaku. Seorang perempuan yang berusia kurang lebih 35 tahun. Beliau adalah penjaga di perpustakaan sekolahku. Beliau mungkin sangat mengenalku karena aku mungkin menjadi murid dengan jumlah meminjam buku terbanyak di sekolah ini meskipun tak semuanya sempat aku baca, dan juga setiap istirahat kedua aku selalu menghabiskan waktu di perpustakaan sekolah seorang diri.

Entah kenapa saat itu perpustakaan menjadi tempat ternyamanku disekolah ini. Aku menyukainya karena suasana yang tenang dan tak berisik. Selain itu disitu juga setiap harinya tersedia koran terbaru yang selalu aku cari untuk mendapatkan informasi tentang sepakbola baik di liga Indonesia ataupun Internasional. Karena pada saat itu internet belum begitu berkembang.

"Iya bu, besok pengumuman nya, mohon doanya yah semoga diberi hasil yang terbaik " jawabku dengan sedikit tersenyum.
"Aamiin, iya ibu yakin kamu mendapatkan nilai yang bagus"
"aamiin, terimakasih banyak bu"

Lalu setelah itu aku berpamitan dengan beliau dan segera turun dari gedung lantai 2 itu. Saat itu hari telah beranjak siang dan lingkungan sekolah yang masih sepi. Teman-teman kelasku juga sepertinya hari ini tak ada yang datang ke sekolah. Dengan alasan itulah aku bersegera pulang ke rumah sembari berharap ada hal lain yang mungkin membuat aku tertarik. Tetapi pada akhirnya sama saja, hal itu tetap tak ada.

Saat itu teman terdekatku hanyalah Singgih, teman sebangkuku di kelas. Tetapi sepertinya ia mulai sibuk.  Akhir-akhir ini dia seperti menyiapkan hal yang begitu penting untuknya. Dan hari itupun akhirnya selesai. Berakhir begitu saja. Hari yang tak pernah aku duga bahwa sesuatu akan terjadi di hari esok.

Aku sudah menyadari bahwasanya bau-bau perpisahan sudah benar terasa. Aku melihat lingkungan sekolah sudah tak seperti biasanya. Keheningan nya seolah mengusirku untuk meninggalkan tempat itu.

Dan ketika hari itu tiba, akhirnya memang benar-benar selesai. Dihari perpisahan. Hari terakhirku sebagai siswa SMP Negeri 4 Purwokerto, si trouble maker, si misterius. Semua itu kini hanya menyisakan kenangan.

Dihari itu harusnya D'rick mempersembahkan penampilan terakhir. Tetapi aku dan Ismi sudah tak begitu dekat. Begitupun Koko entah dimana dia karena sampai saat ini belum terlihat di sekolah di hari perpisahan ini. Sementara Riyan kembali bersama Alfa dan Gita, kedua teman satu genk nya di kelas 8. D'rick benar-benar telah berakhir.

Singgih tepat duduk di sebelahku, tidak seperti diriku yang mencoba bersikap biasa saja. Ia seperti sangat lesu dan terbawa suasana, tubuhnya menyender ke tubuhku. Kedua gengster kelas 9c kini duduk tak berdaya di acara Perpisahan sekolah. Mungkin terlalu banyak kenangan yang susah untuk dilupakan bagi dirinya. Dan benar saja pada akhirnya 9 Tahun setelah hari perpisahan SMP itu ia menikahi salah seorang siswi perempuan yang ada di kelas sebelah.

Dihari itu selain pengumuman kelulusan diadakan juga acara perpisahan seperti pentas seni musik dan lain-lain.
Andai saja waktu diputar kembali, mungkin aku akan melakukan hal yang sama. Karena seperti itu saja sudah cukup menyenangkan. Dan juga saat itu aku tak tahu apa lagi yang harus di lakukan.

Tibalah juga saatnya, ketika seorang guru memanggil 10 anak dengan nilai UN tertinggi untuk maju ke panggung. Tentu saja tidak ada nama aku dan Singgih. Tetapi saat itu bisa dibilang kelasku yakni 9c mendominasi daftar itu.

Awal yang baik dan akhir yang baik. Semua dinyatakan lulus. Aku hanya mendapatkan nilai yang pas-pasan. Memang sedikit kecewa, namun tetaplah harus di syukuri. Lagipula sepertinya cukup. Cukup untuk diterima di sekolah yang aku tuju.

Semenjak hari perpisahan itu, aku tak lagi bertemu dengan sebagian besar teman sekelasku saat itu. Bahkan entah mungkin mereka masih mengingat aku atau tidak. Karena akupun begitu, aku akui sudah cukup banyak yang hilang dari memori ingatanku. Karena mau semanis apapun kenangan, ingatan manusia tetaplah terbatas. Alasan lain juga karena aku tak pernah benar-benar dekat dengan teman satu sekolah, terlebih lagi teman perempuan.

Semua berakhir, dan seperti sebelumnya aku masih tetaplah pecundang. Melakukan mode senyap, hilang dalam sekejap tanpa pamit. Mungkin akhir seperti ini adalah yang terbaik. Karena jika tokoh utamanya berubah ceritanya juga akan berubah bukan?
Tapi aku ucapkan terimakasih, untuk kenangannya dan aku juga sangat meminta maaf. Meminta maaf yang sebesar besarnya atas semua kekacauan nya.

Lanjut Bagian 42

Make A Better Place (Autobiografi Triocahyo Utomo)Where stories live. Discover now