Daily 64 Realita Santri Dan rock n Roll

6 0 0
                                    

"Tak ada hal lain atau interaksi tidak penting lainnya yang aku lakukan selain menghibur pengunjung melalui alunan gitar. Jikapun ada diantara mereka yang terketuk hatinya dan ingin memperdalam ilmu agama maka sesungguhnya hidayah itu datangnya dari Allah SWT."

Seperti yang sudah di jelaskan dalam Al-Qur'an bahwasanya kita hidup hanya untuk beribadah. Sesungguhnya Allah SWT tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah. Jadi semua harus di ibadahkan.

11 tahun menimba ilmu sebagai seorang Santri di Madrasah seharusnya menjadikan bekal tersendiri bagi hidupku kedepan agar tak pernah salah arah. Aku telah memiliki dasar yang kuat yang harus tetap aku pegang dan perjuangankan. Karena dalam kehidupan tak bisa dipungkiri berbagai masalah demi masalah akan datang dan mengharuskan kita untuk menghadapi suatu permasalahan yang sulit.

Entah kesenjangan sosial, perbedaan prinsip hingga permasalahan yang cukup sensitif seperti pemahaman tentang agama dimana akan ada sekelompok umat yang akan menyangkal bahwa hanya golongannya lah yang paling benar. Sungguh itu adalah hal yang paling mengusik dan bertentangan dengan keindahan dan kedamaian Islam.

Ya mungkin itu akan aku pikirkan kedepan. Sekarang aku akan fokus terlebih dahulu dengan status diriku yang masih seorang santri, pengetahuanku masih dangkal, meskipun aku rutin mengaji dan mengikuti pengajian, aku bukanlah ahli agama. Aku hanyalah seorang fakir ilmu yang ingin senantiasa dekat dengan Allah SWT.

Banyak diluar sana orang beranggapan jika santri itu nantinya harus menjadi Ustad ataupun Kyai. Namun pandanganku tentang itu sangat jauh berbeda. Aku selalu merasa diriku tidak pantas untuk itu. Ada dua sisi kehidupan yang belum terbiasa aku tinggalkan.

Seperti fakta dimana aku masih mengaji kitab di madrasah hingga pukul 9 malam dan ketika pukul setengah 10 malam aku sudah berada di cafe dengan memainkan gitarku demi menghibur pengunjung dan uang yang aku dapatkan dari itu aku gunakan untuk membayar buku materi di sekolah.

Itulah realita kehidupanku yang terjadi di masa itu. Dimana diri ini sebagai santri dan juga sebagai remaja biasa yang begitu penasaran dengan dunia luar. Mungkin jika di bayangkan oleh orang-orang itu sangat jauh melenceng. Namun aku tahu batasan - batasan yang harus aku jalani supaya tidak terlalu jauh dan akan selalu ingat jalan pulang. Jalan pulang sebagaimana kembali menjadi diriku yang seorang santri.

Tak ada hal lain atau interaksi tidak penting lainnya yang aku lakukan selain menghibur pengunjung melalui alunan gitar. Jikapun ada diantara mereka yang terketuk hatinya dan ingin memperdalam ilmu agama maka sesungguhnya hidayah itu datangnya dari Allah SWT.

Namun ada sebuah hal dimana musik dan agama adalah sebuah hal yang seolah begitu sulit untuk di selaraskan. Keluargaku sangat menjunjung nilai-nilai agama. Sudah bisa di bayangkan bukan. Bagaimana aku bisa mengembangkan musik sementara untuk bermain musik saja aku dilarang dan selalu pergi diam-diam.

Itu adalah salah satu alasan dari hari-hariku bermain musik di cafe yang harus berakhir dengan cepat. Namun meskipun demikian dalam satu kesempatan lain yakni sepulang sekolah terkadang aku masih bisa pergi ke rental musik untuk berlatih band dengan beberapa teman kelasku kala itu.

Permasalahannya adalah ketika aku cukup mendapat tekanan dari teman-temanku karena paling susah untuk berkumpul ataupun paling sering tidak datang ketika ada latihan band. Karena berbeda dengan mereka yang di bebaskan. Aku dilarang. Aku juga harus mengaji. Bukan aku malas berlatih atau berkumpul. Bukan aku yang enggan meningkatkan kemampuan. Tetapi memang aku tak bisa.

Aku tak tahu kenapa ibuku sangat membenci ketika aku main band. Padahal itu cuma sekedar hiburan saja. Hidup terus di kekang dan di atur ini itu sangat membosankan bukan?

Tetapi sepertinya aku sudah memberikan sedikit efek yang menjalar kepada teman-temanku di madrasah untuk perihal band. Satu persatu dari mereka mulai menyukai musik dan berlatih gitar bersama denganku. Bahkan beberapa memintaku untuk menemaninya membeli gitar. Hingga akhirnya aku bisa dengan bebas bermain band dengan teman-teman di madrasahku tanpa ada rasa curiga dari ibuku.
Sepulang madrasah ataupun ketika libur, tak jarang aku pergi ke studio musik di daerah Karang Nangka untuk main band bersama mereka. Meskipun ya tidak bagus-bagus amat.

Namun sebenarnya di Madrasah seringkali aku merasa asing. Karena pada dasarnya disaat hampir semua temanku mahir menggunakan rebana, marawis dan sebagiannya aku malah justru mahir bermain gitar. Aku sebenarnya beberapa kali berlatih rebana dan marawis namun karena temanku yang jauh lebih mahir dan sepertinya kemampuanku dalam memainkan alat musik itu jauh dibawah mereka akhirnya aku memutuskan berhenti dan hanya melihat saja ketika ada berbagai kegiatan seperti itu baik di Madrasah, kegiatan IPNU IPPNU ataupun acara keagamaan lain.

Itu adalah jarak pemisah awal antara aku dan mereka, sebenernya aku ingin seperti mereka namun sepertinya aku berbeda. Aku bukanlah orang yang cukup percaya diri terhadap sesuatu hal yang disorot atau menjadi pusat perhatian. Bahkan ketika sedang berkumpul bersamapun terkadang aku hanya mendengarkan tanpa bisa masuk dalam obrolan mereka. Hingga terkadang aku lebih memilih pulang daripada menghabiskan waktu terhadap hal yang tak ada hubungannya denganku dan tak sedikitpun berpengaruh jika aku tidak ada disitu.

Itulah yang membuat pemikiran bahwasanya adakalanya  aku menjadi santri dan ada kalanya tetap rock n roll.
Harus saling mengisi.
100% pada porsinya masing-masing.
Harusnya.

Aku tidak tahu apa yang dilakukan itu benar dan salah. Tapi itulah batasan yang tak pernah bisa aku gapai. Ada kekurangan dan ada juga kelebihan. Dan lagi pula selanjutnya aku akan meninggalkan mereka semua bukan?
Hanya tinggal menunggu lulus saja. Semua skema telah terencana dengan baik.

Namun kembali lagi. Dibalik semua kejenuhan itu sepakbola tetap sulit terpisahkan dengan diriku. Dibanding bermain band ataupun yang lainnya sepakbola ataupun futsal tetap jauh lebih di prioritaskan. Meskipun aku belum benar-benar bisa kembali.

Karena Liga Santri Nasional adalah salah satu keinginan yang pada akhirnya tak pernah bisa terwujud.
Padahal dari situ ada jalan menuju profesional. Namun sekali lagi cedera parah yang terlebih dahulu datang.

Dan melalui catatan ini. Saya berpesan kepada seluruh Santri di Dunia ini untuk jangan pernah berhenti mengejar mimpi, jangan pernah menyerah. Jalani apapun yang sesuai dengan porsinya. Tak perlu harus menjadi ini itu. Yang penting tetep rajin beribadah dan jangan bolos mengaji.

Lanjut ke episode 65

Make A Better Place (Autobiografi Triocahyo Utomo)Where stories live. Discover now