Daily 19 Akhir Tahun Ajaran Yang Kelam

100 2 0
                                    

"Aku merasa aneh, hari itu kami pulang lebih cepat dari biasanya. Sambil menahan rasa sakit aku segera berganti pakaian untuk segera beristirahat di bus.
Aku tidak begitu memikirkan hal lain, aku lelah sekali, aku hanya ingin istirahat.
Sungguh aku begitu menyesal dengan peristiwa ini. Aku telah membuat masalah yang tak semestinya terjadi.
Aku membuat semua berantakan."

Hari demi hari kini telah berlalu, perlahan aku mulai melupakan segala hal buruk yang telah terjadi di waktu sebelumnya. Kini kondisiku telah membaik. Semua kini mulai berjalan seperti biasa dan semestinya.

Ditambah kini aku mulai aktif dalam organisasi di sekolah. Pada pertengahan kelas tujuh ini aku dipilih menjadi salah satu pengurus OSIS di sekolahku. SMP Negeri 4 Purwokerto.

Disini kemampuanku untuk berbicara didepan banyak orang mulai terlatih. Dari diskusi kelompok hingga pembahasan kegiatan demi kegiatan yang sering diadakan oleh pengurus OSIS di sekolahku.

Bagiku menjadi pengurus OSIS bukanlah beban tetapi sebagai amanah siswa-siswi yang terpilih di sekolah.

Salah satu hal yang menyebabkan aku terpilih menjadi anggota karena aku berhasil menjadi juara pertama lomba pidato yang diadakan di sekolah dan juga aku yang menjabat sebagai pengurus kelas.

Setiap awal bulan pengurus OSIS bertugas menjadi petugas upacara bendera dimana aku selalu ditugaskan sebagai pembaca doa.

Aku sangat menikmati tugas ini karena bagiku doa adalah segalanya. I believe pray is to answer every problem in my life because pray is mysterious power of Allah SWT.

Sebagai seorang beragama doa adalah yang paling utama. Tidak hanya dalam satu agama namun untuk semua agama. Meskipun semua mempunyai jalan masing-masing kepada sang pencipta.

Selain menjadi pengurus OSIS aku juga tergabung di tim sepakbola sekolahku. Aku biasa berlatih tiap Selasa dan Sabtu sore di sebuah Stadion sepakbola yang ada di Karanglewas.

Aku biasanya berangkat menggunakan sepeda karena rumahku yang tak begitu jauh dari lapangan tempat aku biasa berlatih.

Aku masih ingat bagaimana perjuanganku untuk mengumpulkan uang demi membeli sepatu bola. Karena tepat ketika masuk SMP aku juga tergabung di salah satu SSB ternama yang cukup terkenal di daerahku yakni SSB Bintang Sembilan.

Aku memutuskan untuk bergabung karena di desaku sepak bola tidak begitu berkembang. Hanya bermain biasa saja dengan bebas tanpa ada pelatihan dasar dan juga tidak ada yang mengarahkan.

Masih tergambar dengan jelas sepatu bolaku yang pertama adalah seharga 35.000 rupiah yang aku beli di komplek pertokoan di daerah kebondalem dengan membonceng sepeda bersama ayahku. (Sekarang entah betul atau tidak aku mendapatkan kabar bahwa tempat tersebut telah digusur karena suatu hal yang tidak aku ketahui dengan pasti).

Aku tidak begitu mengingat dengan pasti akan segala hal yang aku alami pada saat itu. Semua seolah berjalan lebih cepat dari biasanya. Juga kecepatan bus Sinar Mas yang saat itu aku naiki dari sekolahku menuju salah satu tempat wisata yang cukup terkenal di daerah Purbalingga yakni Owabong.

Setiap satu bulan sekali setelah selesai jam pelajaran di sekolahku ada kegiatan renang. Sekolahku sendiri sudah bekerja sama dengan tempat kolam renang sekaligus lokawisata tersebut. Jadi hampir setiap ada kegiatan renang selalu di laksanakan di tempat tersebut. Kecuali ketika lokawisata tersebut dalam masa perbaikan infrastruktur ataupun hal lainnya yang tidak memungkinkan untuk dibukanya pelayanan.

Meskipun dengan biaya masuk sekaligus transportasi yang hanya sekitar 20.000 rupiah persiswa, tetap saja jumlah itu terasa besar bagiku pada saat itu yang hanya memiliki uang saku dua ribu rupiah perharinya.

Make A Better Place (Autobiografi Triocahyo Utomo)Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ