Daily 43 Seleksi Pelita Jaya

20 1 0
                                    

"Hingga suatu ketika sebuah peristiwa besar terjadi. Rasanya Tuhan menciptakan takdir hambanya dengan sangat terperinci. Semua seolah seperti telah ditakdirkan untuk perjalanan hidupku yang berat. Dengan detail tanpa terlewatkan sedikitpun. Sampai lah saat dimana kegagalan demi kegagalan itu dimulai. Dan depresi pertama dalam hidupku itu akhirnya datang. Aku takan sedikitpun menyembunyikan sisi negatifku dalam kisahku ini. Semua aku tuliskan dengan transparan apa adanya."

Ada sebuah keputusan besar yang terlewat. Atau mungkin lebih tepatnya sebuah pilihan yang berat. Keputusan yang bisa jadi bisa mengubah takdir juga sejarah dalam perjalananku. Perjalanan untuk mencapai cita-cita menjadi pemain sepakbola profesional.

Memang tidaklah benar ketika telah lulus SMP aku hanya tertuju untuk melanjutkan sekolah umum saja. Tetapi aku juga berencana untuk mengikuti seleksi di salah satu tim sepakbola di kasta tertinggi sepakbola Indonesia yakni Pelita Jaya FC. Kala itu Pelita Jaya yang dilatih oleh legenda Timnas Singapura yakni Coach Fandi Ahmad adalah tim yang disegani di pesepakbolaan Indonesia karena memiliki pemain-pemain yang mumpuni termasuk di skuad muda mereka. Mereka berhasil menjadi juara ISL u21 pada tahun 2009 lalu dengan diperkuat pemain seperti Rizky Novriansyah, Egy Melgiansyah, Ferdinand Sinaga, Ali Barkah serta pemain-pemain yang kini telah malang melintang di liga Indonesia dan bahkan beberapa sempat masuk tim nasional Indonesia. Tentunya harapan sangat besar untuk menjadi pemain profesional ketika bisa masuk tim sebesar Pelita Jaya.

Dari beberapa nama pemain yang aku sebutkan tadi nama terakhir yakni Ali Barkah adalah putra daerah dari kabupaten Banyumas. Tanah kelahiranku dan juga tempat tinggalku saat ini. Ia bersama dengan pemain lainnya yakni Andesi yang juga berasal dari kabupaten Banyumas berhasil menembus ke skuad juara Pelita Jaya FC.

Dari hal itulah bahwasanya aku pun seharusnya bisa mengikuti jejak mereka karena berasal dari daerah yang sama. Kebetulan ayahku memiliki kenalan seseorang pencari bakat yang memiliki andil dalam membawa kedua pemain itu untuk bisa masuk ke Pelita Jaya.

Aku diberitahu soal itu oleh ayahku tentang kesempatan untuk mengikuti seleksi di Pelita Jaya. Aku siap mengambil kesempatan itu. Bagaimanapun resiko nya meskipun harus berpisah dengan teman teman juga dengan keluargaku. Aku sangat siap untuk pergi merantau di usia yang sangat muda itu.

Aku begitu mantap dengan pilihan itu. Tanpa ragu sedikitpun.
Aku terus berlatih dengan keras berlatih dan berlatih setiap harinya.

Hingga suatu ketika sebuah peristiwa besar terjadi. Rasanya Tuhan menciptakan takdir hambanya dengan sangat terperinci. Semua seolah seperti telah ditakdirkan untuk perjalanan hidupku yang berat. Dengan detail tanpa terlewatkan sedikitpun. Sampai lah saat dimana kegagalan demi kegagalan itu dimulai. Dan depresi pertama dalam hidupku itu akhirnya datang. Aku takan sedikitpun menyembunyikan sisi negatifku dalam kisahku ini. Semua aku tuliskan dengan transparan apa adanya.

Semenjak kecil aku seolah memiliki hal yang tak pernah bahkan sulit sekali aku kalahkan yakni kendali diriku sendiri.

Sebagai anak bungsu aku terlalu kecil untuk mendengarkan hal-hal atau pertengkaran yang tak seharusnya aku dengar. Aku benci pertengkaran. Aku benci perdebatan. Hal seperti itu membuatku selalu ingin pergi jauh. Tetapi hal itu selalu aku tahan. Aku harus tetap berfikir positif. dan mencoba melupakan semuanya dengan bermain sepakbola. Di tambah lagi kakak lelakiku yang mendidik aku dengan keras. Hal-hal seperti itulah yang membuat masa kecilku sangat membosankan.

Sore itu ada sebuah pertandingan sepakbola antar kampung ditempat tinggalku. Aku yang saat itu masih berusia 13 tahun ikut bertanding bersama dengan orang-orang yang usianya 2x atau bahkan 3x dari usiaku. Memang sangat ekstrim tetapi untuk level antar kampung hal seperti ini sudah terbiasa terjadi. Sejak kecil memang aku terbiasa bermain sepakbola dengan orang yang jauh lebih tua.

Ditengah problematika yang ada di pikiranku aku mencoba menikmati nya dengan bermain bola. Bersama guyuran hujan sore itu. Ini adalah pertandingan debutku untuk tim senior. Pertandingan pertama yang aku nantikan. Dan ternyata adalah satu-satunya pertandinganku bersama tim senior kampungku hingga saat ini.

Dipertengahan pertandingan sebuah Kemalangan terjadi. Disela lapangan yang licin dan banyak genangan air dari lini tengah aku menggiring bola menuju pertahanan lawan dengan diapit 2 pemain musuh. Saat ini aku mencoba melakukan drible sprint. Namun kaki kiriku tertackle cukup keras oleh salah seorang pemain lawan yang mengapitku. Setelah kehilangan keseimbangan kaki kananku tebentur tanah dengan begitu keras. Tepatnya pada bagian engkel luar. Seperti ada pergeseran tulang. Sakit sekali rasanya, nyeri, aku baru pernah merasakan sakit sesakit ini. Jangankan untuk berdiri untuk digerakan saja rasanya begitu sakit.
Aku ke luar lapangan bersama rintikan hujan yang semakin deras sembari memberi isyarat tidak bisa lagi untuk melanjutkan pertandingan. Mungkin cedera seperti ini sudah biasa aku alami. Tetapi yang aku rasakan saat ini berbeda. Tampaknya cedera ini jauh lebih serius.

Di hari itu semua mulai tak berjalan dengan semestinya. Selama beberapa hari aku tidak berangkat sekolah. Ada pergeseran tulang pada kaki kananku yang membuat aku harus beristirahat sangat lama. Ditambah lagi dengan tidak adanya biaya pengobatan membuat kondisiku tak kunjung membaik.

Baru kali ini rasanya aku ingin menangis. Menangis karena diri sendiri. Aku tahu mungkin ini memang sudah nasib dan jalan takdir yang Allah SWT berikan. Aku masih terlalu muda untuk menyerah. Meskipun sepertinya akan sangat sulit. Entah apapun akhirnya, perlahan aku mulai mengubur impian-impianku.

Adalah benar jika cedera yang aku alami adalah cedera yang parah. Apalagi usiaku baru belasan tahun. Selalu ada trauma tersendiri. Setengah tahun lebih aku dalam keadaan pincang, kaki kananku membengkak sampai ke paha. Karena alasan kesehatan dan demi masa depanku akhirnya aku memutuskan berhenti dari sepakbola. Entah untuk sejenak ataupun selamanya. Hanya waktu yang bisa menjawab. Aku keluar dari SSB Bintang Sembilan tempat merangkai semua mimpiku selama 5 tahun terakhir. Seleksi Pelita Jaya telah aku lupakan. Tetapi kisahku tentang sepakbola akan terus terkenang.
Aku yakin tak akan berakhir disini.

Lanjut ke episode 44

Make A Better Place (Autobiografi Triocahyo Utomo)Where stories live. Discover now