Daily 30 Mereka Telah Pergi

62 1 0
                                    


Pagi-pagi sekali bus besar dan bagus-bagus telah berjejer di depan halaman sekolah. Lalu wajah-wajah ceria penuh kebahagiaan dari orang-orang yang dengan usia sebaya tanpak sibuk mengemas barang bawaan dan mengatur tempat duduk.
Mereka semua adalah teman-temanku.

Sementara aku..

Hari-hari akhir semester memang begitu membosankan. Kelas yang terasa berbeda. Perjalanan yang pada akhirnya hanya berdiam sendiri di kelas.

Bagi seorang anak kecil mungkin kebahagiaan terbesar adalah jika bisa bermain seperti halnya anak-anak pada umumnya. Bisa menjalani kehidupan seperti anak-anak lainnya.
Bersenang-senang, bermain-main dan tertawa.

Namun kodrat kehidupan tidaklah seperti itu. Setiap orang ditakdirkan pada jalan hidupnya masing-masing. Dan semua punya ujiannya masing-masing.

Seperti halnya diriku. Aku sadari aku bukanlah seorang anak yang lahir dari keluarga berkecukupan. Ayahku hanyalah seorang pedagang kaki lima yang bahkan terkadang untuk memenuhi kebutuhan sehari saja belum terpenuhi.

Kehidupan serba kekurangan ini yang membuatku sadar bahwasanya banyak hal yang tidak bisa semua orang dapatkan. Sebuah hal yang selalu membuatku selalu bersyukur dalam menjalani kehidupan ini.

Bersyukur meskipun dinegeri ini yang sering terlihat adalah yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin tertindas. Tetapi semua tidak begitu berpengaruh karena sesungguhnya Allah SWT lah yang maha kaya.

Aku beruntung selama sekolah selalu mendapat beasiswa yang setidaknya meringankan kedua orang tuaku.
Aku sangat dan sangat beruntung masih bisa menyelesaikan sekolah.
Meski sebenarnya begitu banyak impian dan harapan yang harus aku kubur.

Dan menjelang kenaikan kelas ke kelas 9. Sekolahku mengadakan Study Tour ke Jakarta-Bandung.
Dan ini mungkin akan sangat menyenangkan. Karena selama ini aku ingin sekali pergi ke Jakarta. Ingin melihat bagaimana itu jalan tol, suasana perkotaan, kawasan industri, dan juga gedung-gedung yang menjulang tinggi.

Bukan pematang sawah, pohon kacang, singkong, jerami ataupun alang-alang lagi.

Bagiku suasana kota besar akan menginspirasi kita untuk berubah dan menjadi lebih baik lagi.

Banyak hal yang akan diambil dari sebuah perjalanan. Tentang inspirasi dan motivasi bagi kita untuk bekal kita dimasa depan.

Kota besar yang mengajarkan kita untuk terus berkembang, persaingan yang kompetitif, dan juga tentang impian yang menjadi kenyataan.

Hari itu semakin dekat, dan sepertinya sedikit mimpiku akan menjadi kenyataan. Selama ini aku tak pernah pergi jauh selain ke tempat Alm. Kakekku di Solo.
Aku belum pernah merasakan perjalanan ke arah barat.
Ini hari yang sangat aku tunggu.

"Jadi gimana pak?" Tanyaku kepada Ayahku dengan nada rendah.
"Berapa biayanya?" Jawab ayahku.
"Rp 575.000 Pak, teman semuanya ikut. Ikut ya?"
"Kalau sebanyak itu, Bapak gak ada uang."

Aku diam sesaat, kemudian coba membujuknya lagi.

"Tapi teman-teman yang lain ikut semua pak, masa Cahyo aja yang ga ikut" aku masih coba membujuk.
"Ga ikut dulu ya, kamu tau sendiri kan bapak ga ada uang" jawab ayahku dengan tetap tenang.

Dari kecil aku bukanlah anak yang suka merengek. Aku selalu mengikuti apa kata kedua orang tuaku. Terutama ayahku. Aku sangat menghormatinya. Sungguh aku tak ingin menyusahkannya dan tak pernah sekalipun aku bisa memaksanya.

"Terus jadinya gimana pak?" Aku bertanya tanpa tau apa yang aku maksud karena semuanya sudah jelas.

"Kalau Study Tour kan hanya sekedar jalan-jalan. Uangnya bisa kita gunakan untuk yang lebih bermanfaat. Kalau memang banyak uang sih gapapa. Nanti suatu saat kalau udah besar kamu pasti bisa ke Jakarta". Itulah yang disampaikan ayahku.

Awalnya aku cukup kecewa karena beberapa tahun sebelumnya kakak perempuanku ikut Study Tour ke Jogja sementara aku tidak.
Tetapi aku memaklumi hal itu. Dan aku tau semuanya baik-baik saja.

Lalu beberapa hari sebelum pemberangkatan aku dipanggil wali kelasku. Beliau memanggilku untuk segera menemuinya.

Awalnya aku khawatir ada nilai kurang atau ada masalah lain yang aku dapatkan. Tetapi semua prasangkaku ternyata salah. Beliau hanya menanyakan kenapa sampai saat ini belum melakukan pembayaran biaya Study Tour. Lalu akupun menjelaskan bahwa aku tidak mengikuti Study Tour.

Hari itu akhirnya tiba. Hari pemberangkatan rombongan Study Tour siswa-siswi kelas 8 menuju Jakarta.

Pagi-pagi sekali bus besar dan bagus-bagus telah berjejer di depan halaman sekolah. Lalu wajah-wajah ceria penuh kebahagiaan dari orang-orang yang dengan usia sebaya tanpak sibuk mengemas barang bawaan dan mengatur tempat duduk.
Mereka semua adalah teman-temanku.

Sementara aku..

Hari itu aku sengaja tak masuk hingga kedalam sekolah. Aku berhenti di depan pos satpam samping kiri sekolah. Tempat biasa aku nongkrong sepulang sekolah dengan kakak kelasku yakni Aji dan Eri untuk saling menunggu ketika akan pulang bersama.

Satu persatu bus pun diberangkatkan melewati tepat dihadapanku. Mungkin teman-teman yang berada di dalam bus sana tak pernah menyadari. Diantara rombongan anak laki-laki kakak kelas di depan pos satpam sekolah disitu ada aku.

Aku tak ingin menatapnya. Aku mencoba berpaling tetapi tetap merasakannya hingga bus terakhir itu diberangkatkan berlalu melewati pos satpam itu. Berlalu meninggalkanku.

"Mereka semua telah pergi". Kataku dalam hati."

Semoga mereka semua kembali dengan selamat dan juga kebahagiaan.

Aku melihat sekeliling sekolahku saat itu. Tanpak begitu sepi. Juga menyepikan. Lalu setelah itu kesedihan mulai terasa.

3 hari setelah itu. Sekolah diliburkan. Dan sebelum kenaikan kelas 9. Semua murid kelas 8 diberikan tugas untuk menuliskan catatan perjalanan dan yang aku tulis hanyalah tentang Karangan fiksi. Cerita semu. Kisah yang tak pernah nyata.

Jakarta. Apakah mungkin aku bisa kesana?


Lanjut Ke Bagian 31

Make A Better Place (Autobiografi Triocahyo Utomo)Onde histórias criam vida. Descubra agora