[39] About Rapunzel

39.3K 3.4K 192
                                    

Ternyata benar ya, menguatkan orang lain itu jauh lebih mudah dibanding menguatkan diri sendiri.

Ponsel Ravin seketika berdering, membuat lelaki itu merogoh kantong celananya. Ia menatap Ara seraya menunjukkan deretan giginya.

“Bentar ya, Ra. Babang Ravin angkat telpon dulu!”

“Takut penting soalnya.”

“Jangan-jangan ini tagihan utang popok lagi.”

“Udah nggak jadi bintang iklan, sekarang ditagih utang popok lagi,” ujar Ravin lalu mengangkat panggilan itu. Ara menggelengkan kepalanya seraya terkekeh kecil.

Ada-ada saja Ravin, lelaki itu selalu saja punya celotehan tak terduga yang keluar dari mulutnya.

Bintang, mengapa semestamu ini bisa memiliki manusia seperti Ravin?

Selesai mengangkat panggilan itu, Ravin kembali menghampiri Ara. Namun senyum itu memudar dari wajah Ravin. Wajahnya tampak serius.

“Kenapa, Vin?”

“Ra, kalo misalnya gue balik duluan boleh nggak?” tanya Ravin.

“Gue harus ke rumah singgah sekarang. Lo inget Yuki nggak? Ternyata dia habis kemo, terus katanya dia nangis mau ketemu gue. Gue boleh ‘kan balik duluan?” sambung Ravin.

Ara mengangguk seraya tersenyum hangat. “Boleh. Gue boleh ikut?”

“Emang Ara nggak manggung lagi?” tanya Ravin. Ara menggelengkan kepalanya.

Setelah itu, mereka bergegas menghampiri Sehun—vespa putih kesayangan Ravin lalu pergi meninggalkan pesta ulang tahun Vera. Namun sebelumnya, Ara mengirimkan pesan pada Vera dan anggota Frappucino yang lainnya jika ia harus pergi meninggalkan pesta ini terlebih dahulu.

20 menit berlalu, kini motor Ravin sudah berhenti di depan Rumah Singgah Harapan. Setelah itu, mereka memasuki tempat itu.

Seorang gadis berumur 8 tahun berlari memeluk Ravin. Ravin memeluk gadis kecil itu erat lalu menggendongnya.

“Hai!” sapa Ravin.

Terlihat senyum sumringah dari wajah gadis itu. “Aku kira Kak Ravin nggak bakalan dateng. Aku kangen banget sama Kak Ravin.”

Ravin terkekeh kecil.

“Kak Ravin juga kangen sama kamu. Gimana kemo kamu kemarin? Pasti dokternya baik, ‘kan?” tanya Ravin.

Yuki mengangguk kecil. “Iya, tapi sekarang aku udah nggak punya rambut lagi.”

Yuki membuka kupluk yang kini sedang ia kenakan. Memang, rambut indah milik gadis kecil itu sudah tak lagi melekat di kepalanya. Jika kalian lupa, Yuki mengindap kanker otak stadium akhir. Sudah berbagai kemo yang Yuki terapkan, namun sepertinya Tuhan memiliki rencana lain yang masih ia rahasiakan.

Ravin tersenyum hangat.

“Hei, Yuki tetep cantik kok.”

Have a Nice Dream [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang