[37] The Story of a Raindrop

38.2K 3.4K 268
                                    

Mungkin aku tak seperti hujan yang menenangkan, tetapi aku yakin aku bisa mencintaimu seperti hujan yang tak pernah lelah turun untuk bumi.

Ara memasuki sebuah kamar rawat inap di Rumah Sakit Pelita. Ia melangkahkan kakinya ke dalam ruangan bernuansa putih itu. Menatap seorang lelaki yang tengah terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit.

Bibir dan wajahnya sangat pucat. Ara duduk di kursi yang terletak di dekat ranjang rumah sakit itu.

Tak lama, Ravin membuka matanya lalu menatap Ara yang memandanginya dengan tatapan khawatir.

“Ara?” Ravin tersenyum kearah gadis itu.

“Ara pasti kangen ya sama Babang Ravin? Sampe nyamperin gitu,” ujar Ravin seraya mengubah posisinya menjadi duduk.

Ara menghela napas sejenak. “Lo ngapain sih, Vin?”

“Babang Ravin abis ngelahirin.”

“Lo ngapain sih ngebahayain diri lo sendiri?” tanya Ara setelah berdecak kesal.

Ravin malah lagi-lagi tertawa. “Babang Ravin abis ngelahirin anak semut.”

Ara menghela napas panjang.

“Apaan sih lo, Vin?”

“Lo kenapa sih nggak pernah mikirin keselamatan lo sendiri?” tanya Ara seraya menatap lelaki itu dalam-dalam. Ravin menatapnya balik sehingga mata mereka bertaut selama beberapa detik.

Detik selanjutnya, Ravin tersenyum hangat tanpa melepas tatapan itu dari wajah Ara.

“Lo tau? Liat lo bahagia itu hal paling bahagia buat gue.”

“Gue akan lakuin apa aja asalkan air mata lo nggak berani lagi buat tumpah di pipi lo.”

“Gue nggak papa, Ra.”

“Gue bakalan baik-baik aja selama lo bahagia,” lanjut Ravin.

Setelah itu, Ara mengembangkan senyum manisnya.

“Ra, keluar yuk? Babang Ravin bosen.”

Ara menggeleng kuat. “Nggak, lo masih sakit.”

“Babang Ravin udah sehat kok.”

Ara menghela napas sejenak lalu membiarkan Ravin turun dari ranjang dan duduk di kursi roda yang telah disediakan di ruangan itu lalu mendorong kursi roda itu menuju suatu tempat yang ditunjukkan oleh Ravin.

Setelah mereka hampir sampai, Ravin turun dari kursi rodanya lalu berjalan menaiki tangga yang menuntun mereka menuju rooftop yang dimiliki oleh rumah sakit ini.

“Vin, jangan banyak gerak!” Ara mengikuti langkah Ravin dari belakang.

Ravin duduk di tepi rooftop itu, Ara pun ikut duduk disana. Dari tempat ini, mereka dapat melihat suasana yang tercipta di Kota Jakarta di sore hari yang penat ini.

Mereka bisa melihat kendaraan yang berlalu lalang untuk sampai di tempat tujuan mereka masing-masing.

Mereka terdiam beberapa saat, menikmati keheningan yang terjadi. Rasanya ini adalah keheningan yang berbeda. Keduanya terdiam menikmati perasaan nyaman yang tercipta saat ini.

Have a Nice Dream [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang