[2] Meet Again

148K 10.1K 749
                                    

Gadis itu terus berjalan cepat, tanpa mempedulikan Ravin yang terus memanggilnya. Akhirnya, Ravin bergegas untuk memasuki kelasnya.

Beberapa jam telah berlalu, pelajaran fisika yang amat menyebalkan di hari senin juga sudah berlalu. Namun yang Ravin lakukan hanya tersenyum-senyum sendiri semenjak ia bertemu dengan gadis itu di ruang musik.

“Eh, kenapa lo?” tanya Aron, teman sebangku Ravin. Ravin menggelengkan kepalanya dan masih saja tersenyum-senyum sendiri.

Aron menatap Ravin ngeri. “Heh, kenapa lo senyam-senyum sendiri?”

“Kerasukan Mimi Peri?”

Apakah ada yang salah dengan otak Ravin? Ravin kembali menggeleng seraya tersenyum. “Gue ketemu bidadari tak bersayap gue, Ron!”

Aron tertawa. “Dimana? Kayangan Mimi Peri?”

Ravin menggeleng. “Gue serius, gue ketemu dia tadi pagi di ruang musik.”

Aron menghela napas sejenak. “Vin, daripada lo kebanyakan halu terus ujung-ujungnya masuk rumah sakit jiwa. Mendingan kita ke kantin menjalankan misi mulia kita.”

Ravin langsung menatap Aron penuh semangat. “Misi kita?”

Aron mengangguk. “Hooh.”

“Kalo itu gue setuju!”

Let's go, Beibeh!

Akhirnya, Ravin dan Aron bergegas menuju kantin. Menjalankan misi yang sudah bertahan selama 2 tahun mereka bersekolah di SMA Melodi.

Katanya jam istirahat adalah surga dunia untuk anak sekolah?

Jika begitu, anggapan itu benar untuk Ravin dan Aron.

Tapi tidak untuk beberapa murid di SMA Melodi yang selalu menjadi mangsa untuk misi mulia Aron dan Ravin.

Yang pertama adalah adik-adik kelas yang amat menggemaskan. Salah satunya adalah Bimbim, anak kelas 10 berkaca mata 10 cm yang hartanya tak akan habis sampai 7 turunan.

“Selamat pagi, Bimbim.” Aron menepuk pundak Bimbim pelan. Bimbim menatap Aron dan Ravin takut.

“Pa—pagi, Kak.”

“Bimbim, Abang Ravin laper.”

“Gocap dong!” pintanya. Dengan cepat, Bimbim langsung memberikan selembar uang bernilai lima puluh ribu kepada Ravin.

“Buat aku?” tanya Ravin. Bimbim mengangguk cepat.

Ravin menepuk pipi Bimbim. “Makasih Bimbim, kamu baik deh.”

Setelah Ravin dan Aron pergi, Bimbim menghela napas lega. Ia lebih baik mengeluarkan selembar uang lima puluh ribu setiap harinya dibandingkan harus menghadapi Aron yang dikenal sangat galak dan menyeramkan atau menghadapi Ravin yang kegilaannya tak ada yang dapat menandingi.

“Eh lo juga dong, dua puluh rebu!”

“Sini ceban!”

“Lo goceng aja deh.”

Yang kedua adalah, geng cewek-cewek cantik pengagum Ravin dan Aron di SMA Melodi. Kalau mereka beda, mereka dengan senang hati memberikan makanan untuk Ravin dan Aron.

“Yaampun Ravin, tambah ganteng aja sih!”

“Gantengan Aron!”

“Gantengan Ravin, dong. Lucu lagi, kalo Aron ‘kan galak.”

Begitulah seruan-seruan yang terdengar tentang Ravin dan Aron, cowok ganteng sejuta umat di SMA Melodi.

“Vin, mending kita mencar. Lo ke Mang Dodo, gue ke Mang Usep!”

Ravin mengangguk. “Siap, Bos.”

Yang ketiga adalah Lovita, anak IPS yang sangat imut dan menggemaskan. Lovita biasanya menjadi sasaran terakhir Ravin karena Lovita juga suka makan di kantin bakso Mang Dodo.

“Halo, Lovita.” Ravin berjalan menghampiri Lovita. Namun Lovita meletakkan jari telunjuknya di bibir mungilnya, mengisyaratkan Ravin untuk diam.

“Lovi sekarang sombong sama Babang Ravin?”

“Kamu kok gitu sih sama aku?” tanya Ravin.

“Babang Ravin laper, Lov.”

“Traktir bakso Mang Dodo ya?”

Namun Lovita masih mengisyaratkan Ravin untuk diam.

“Jangan berisik!” ujar Lovita pelan.

Karena hari ini berbeda, Lovita tidak sendirian. Ada sosok gadis disebelahnya yang tengah meletakkan kepalanya diatas tangan yang terlipat diatas meja.

“Kenapa sih, sayang?” tanya Ravin.

“Oh, ada anak baru. Belom kenalan dia sama Babang Ravin.”

“Sombong amat.”

Ravin duduk disamping Lovita lalu menggoyangkan bahu gadis yang ada didepannya. “Halo sayang, kenalan dong.”

“Ravin, jangan! Dia lagi tidur!” Lovita menarik tangan Ravin agar tidak mengganggu temannya yang sedang tertidur.

“Tapi aku laper, Lov.”

“Lovita mau liat Babang Ravin jadi busung lapar?”

“Duh, Ravin. Jangan!”

“Sayang, aku laper.” Ravin kembali melakukan aksinya.

“Sayang.”

Brak. Tak lama suara gebrakan meja terdengar, Gadis itu mendongakkan kepalanya dan menatap Ravin tajam.

“Heh, berisik banget sih lo!”

“Sayang sayang gigi lo goyang!”

Gadis itu terus menatap Ravin dengan tatapan tajam. Iya, gadis itu adalah bidadari tanpa sayap yang dikatakan oleh Ravin. Gadis itu adalah sosok yang Ravin temui di ruang musik tadi pagi. “Lo lagi.”

“Nggak punya kerjaan lain ya selain gangguin orang tidur?”

“Lo tuh bisa nggak sih ngebiarin orang tidur nyenyak?”

Ravin masih terdiam menatap gadis yang ada didepannya. Ternyata, ia benar-benar ada disini.

“Gue duluan, Lov.”

“Mau tidur.” Gadis itu beranjak pergi dari kantin Mang Dodo.

“Eh, tunggu dulu!”

Gadis itu menoleh kearah Ravin dan menatapnya dengan tatapan tajam yang selalu Ravin suka.

“Gue nggak tau nama bapak sama emak lo siapa. Tapi nama lo Ara, ‘kan?”

Gadis itu meletakkan tangannya disamping telinga. “Apa? Sinyalnya jelek nggak kedengeran!”

“Lo Ara, ‘kan?”

“Davira Amanda?”

Gadis itu tak begitu mempedulikan omongan Ravin, ia terus berjalan untuk meninggalkan Ravin.

“Ara, tunggu!” Ravin berjalan cepat untuk mengejar Ara. Namun Ara berjalan lebih cepat untuk menghindari sosok lelaki aneh yang selalu mengganggu tidur nyenyaknya.

“Lo mau kemana?”

“Tungguin Babang Ravin!”

“Ara!”

“Kita belom kenalan!”

“Bidadari tak bersayapku!” teriak Ravin.

TBC

Author Note:
Kenapa Ravin bisa kenal Ara? Kira-kira Ara siapanya Ravin ya? Thanks for reading

Alya Ranti

Have a Nice Dream [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang