[18] About Sirius

47.4K 3.7K 459
                                    

“Karena bintang paling terang pun akan merasa kesepian kalau dia sendirian.”

Ravin mengamati wajah Ara seraya mengetukkan dagunya. “Apa jangan-jangan, lo udah jatuh cinta sama gue?”

“Apaan sih lo, nggak usah kegeeran deh!” Ara mendorong tubuh Ravin seraya tertawa. Ravin pun ikut tertawa.

Ravin mengarahkan teropongnya kembali keatas langit. “Mungkin sekarang lo emang belom jatuh cinta sama gue.”

“Tapi gue siap kok nungguin lo buat jatuh cinta sama gue.”

Ravin mengalihkan pandangannya kearah Ara. “Selama apapun, perasaan gue ke lo bakalan tetep sama, Ra.”

“Gue bakalan terus jatuh cinta sama lo.”

“Kenapa lo harus nungguin gue jatuh cinta sama lo?” tanya Ara seraya menaikkan satu alisnya.

“Gimana kalo misalnya gue nggak akan pernah jatuh cinta sama lo?” Ara lanjut bertanya. Ravin hanya tersenyum tipis lalu kembali mengarahkan teropong itu kearah langit.

“Nggak papa.”

“Karena kalo diibaratin, lo itu ibarat Sirius. Bintang yang paling terang di langit malam kalau dilihat dari Bumi. Sedangkan anggep aja gue Brown Draft, bintang paling redup yang bahkan hampir gagal mancarin sinarnya.”

“Mungkin karena saking redup cahayanya, banyak orang yang nggak sadar sama kehadirannya, nggak jarang juga dia diabaikan.”

“Tapi, Brown Draft nggak pernah menyerah. Dia terus berusaha untuk mempersembahkan cahaya terindahnya.”

Brown Draft pasti sadar diri kalo Sirius jauh lebih terang dari dia. Tapi dia nggak pernah sekalipun ninggalin Sirius sendirian. Dia akan selalu ada untuk Sirius walaupun lagi-lagi dia terabaikan.”

“Ara tau nggak maknanya apa?”

“Karena bintang paling terang pun akan merasa kesepian kalau dia sendirian. Karena bintang akan lebih terlihat indah kalau dia berkelip bersama di angkasa.”

Ara tertawa. “Kenapa harus ibaratin gue jadi bintang?”

Ravin ikut tertawa lalu mengalihkan pandangannya kearah Ara. “Karena Ara ‘kan artis.”

Ara lagi-lagi tertawa. “Kenapa sih lo freak abis jadi orang?”

“Ya bener dong, Ara ‘kan artis muda yang punya segudang prestasi yang patut dibanggakan. Bayangin aja, Ara baru 17 tahun, cantik, suaranya bagus, udah punya penghargaan dimana-mana, baik hati, tidak sombong, rajin menabung, kurang apa lagi coba?” tanya Ravin.

“Lo kali yang artis. Lo ‘kan terkenal.”

Ravin terkekeh kecil. “Terkenal apanya sih, Ra?”

“Terkenal suka ngutang di kantin!”

“Terkenal suka gombalin cewek cuma buat malakin duitnya doang. Iya ‘kan?” tanya Ara dengan tatapan teduhnya. Tatapan yang selalu berhasil menghadirkan desiran hangat itu didalam perasaan Ravin.

Ravin lagi-lagi tertawa. “Iya ya, Ara tau aja.”

“Lagian lo gila ya? Kasian kali itu cewek-cewek yang lo baperin. Kalo mereka udah baper beneran gimana? Taunya cuma mau lo palakin doang.”

Ara tertawa lepas.

“Ya harusnya mereka tau dong kalo Babang Ravin sukanya cuma sama Ara.”

Ara menatap Ravin. “Masa? Jangan-jangan lo lagi mau malakin gue?”

Have a Nice Dream [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang