[5] Weird

86.1K 6K 477
                                    

“Kenapa kamu nggak pernah ngasih tau ke publik kalo kamu punya pacar, Ra?”

“Apa itu karena kamu beneran cewek bayarannya Randi?”

“Oh iya, pacar kamu namanya siapa? Udah berapa lama kalian pacaran?”

“Apa kamu udah kenal Randi sebelum kalian pacaran?”

Sial, pertanyaan itu membuat Ara semakin muak. Emosinya semakin memuncak, namun sangat tidak etis jika ia harus marah-marah didepan media.

Ara berbisik pelan. “Bawa gue keluar, sekarang!”

“Kenapa? Ara harusnya bilang iya biar gosip nggak jelas itu nggak makin nyebar,” balas Ravin.

Ara menghela napas berat. Itu adalah hal paling konyol dan bodoh jika Ara melakukan itu.

“Cepetan!” Ara menekankan.

“Maaf ya temen-temen, Ara-nya masih ada kerjaan lain.” Ravin menarik tangan Ara untuk menerobos keluar dari wartawan-wartawan itu.

“Ara, sebentar lagi, Ra!”

Ravin terus menarik Ara dari gerombolan wartawan itu. Hingga kini mereka berada didalam mobil Ravin.

Ara menghela napas lega, setidaknya kini ia memiliki oksigen untuk bernapas dan ruang untuk tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan menyebalkan semacam itu.

Ara menatap Ravin tajam. “Kenapa sih lo harus ada disini?“

“Ngapain juga coba lo ngaku-ngaku jadi pacar gue di depan media?” Ara berdecak kesal seraya memegangi kepalanya yang terasa semakin berat.

Ravin menatap Ara. “Ra, Babang Ravin cuma nggak terima kalo mereka nuduh-nuduh lo sembarangan!”

“Enak aja mereka bilang kalo Ara cewek bayaran!”

“Sebagai orang yang mencintai Ara setulus hati, gue nggak terima!” ujar Ravin dengan penuh penekanan.

Ara berdecak kesal. “Terserah apa kata lo deh, susah emang ngomong sama orang nggak punya otak kayak lo!”

“Tindakan bego lo itu cuma nambah-nambahin masalah gue tau nggak?”

“Adik Ara yang cantik nan rupawan.”

“Kalo tadi Ara klarifikasi sama media kalo Ara beneran pacaran sama Babang, pasti mereka berhenti ngatain Ara cewek bayaran.”
Ara menatap Ravin tajam.

“Heh!”

“Cuma orang nggak punya otak yang nutupin gosip pake gosip baru!”

Ravin tersenyum penuh arti. “Ya udah kalo lo nggak mau itu jadi gosip, kita pacaran beneran aja!”

“Gimana?”

“Semua masalah Ara bakalan kelar, ‘kan?”

“Babang Ravin bersedia lahir dan batin kok buat jadi pacar Ara di dunia dan akhirat!”

“Babang Ravin siap jadi imam yang baik untuk anak-anak kita nanti!”

Ara bergedik geli. “Sakit jiwa lo ya?”

Ravin menggeleng cepat seraya tersenyum kearah Ara. “Nggak kok, Ra. Jiwa Babang Ravin nggak akan pernah sakit, kan Babang Ravin selalu cinta sama Ara sepenuh hati dan seluruh jiwa.”

“Lo tuh bisa nggak sih ngomongnya biasa aja?”

“Nggak usah lebay.”

“Terus lo maunya Babang Ravin ngomongnya kayak siapa? Spongebob? Patrick? Apa Squidward? Semuanya Babang Ravin bisa!”

“Ara mau denger?”

Ravin menegakkan tubuhnya seraya berdehem. “Ekhem.”

Ara tahu jika lelaki di sebelahnya benar-benar akan melakukan aksi konyol yang menyebalkan. Ara mendengus kesal. “Nggak usah, mending lo diem.”

“Pecah kuping gue lama-lama!”

Ravin terdiam seraya terus mengendarai mobilnya. Entah mengapa, ia tidak merasa kesal sama sekali karena sikap Ara yang sangat ketus kepadanya. Ia malah tersenyum-senyum sendiri menatap Ara.

Akhirnya, hari ini ia bisa duduk sedekat ini dengan Ara. Akhirnya ia bisa menatap wajah Ara sedekat ini, bukan hanya mengagumi dari jauh seperti biasanya.

Entah apa yang membuat wajah Ara tak pernah sedetik pun membosankan untuk dilihat. Bahkan ketika Ara selalu menunjukkan wajah juteknya pada Ravin.

Ravin terkekeh kecil. “Jangan galak-galak.”

“Lo tuh tambah cantik kalo lagi galak, Ra.”

“Kan Babang Ravin jadi tambah suka.”

“Berisik! Mendingan lo benerin dulu tuh otak lo!”

“Ra.”

“Berarti sekarang gue pacar boongan lo dong?”

“Emangnya, lo serius nggak mau kalo kita pacaran beneran?”

Ara menghela napas gusar. “Heh, gue bilang diem ya diem. Lo tuh berisik banget tau nggak?”

“Lama-lama kepala gue pecah gara-gara dengerin ocehan lo yang sama sekali nggak jelas!”

“Yaudah deh kalo lo nggak mau, jadi pacar boongan lo aja gue udah seneng kok. Yang penting, sekarang ‘kan satu Indonesia taunya kita pacaran,” sahut Ravin.

Ravin kembali terdiam. 15 menit berlalu, Ravin menatap sosok gadis disampingnya yang sampai sekarang tidak berkata satu patah kata pun.

“Ra.”

“Apalagi sih?”

“Kita udah sampe dirumah lo.”

“Lo nggak mau turun?”

“Rumah gue?”

Ara mengerutkan dahinya lalu membulatkan matanya untuk menatap daerah disekitarnya. Ternyata, kini mobil Ravin benar-benar berada di depan rumahnya.

“Lah kok lo tau rumah gue?”

Ravin tertawa renyah. “Apa sih yang nggak Babang Ravin tau dari Ara.”

“Nama lengkap lo Davira Amanda, ‘kan? Lahir di Cambridge tanggal 27 Februari? Tinggi badan 162 cm, berat badan 48 kg—” ujar Ravin terpotong ketika ia menyadari jika Ara sudah turun dari mobilnya.

Ravin tersenyum seraya menggelengkan kepalanya. “Selamat tidur, Ara!”

I love you!” teriak Ravin.

Ara melangkah memasuki rumahnya dengan wajah yang masih tertekuk.

“Heh lumba-lumba, kusut amat muka lo!”

“Masuk rumah salam dulu kek!” ujar Gama—Kakak Ara seraya melempar bantal sofa ke wajah Ara.

Ara sama sekali tak menggubris, bahkan ia tidak melempar balik bantal yang di lempar oleh abangnya. Ia langsung memasuki kamarnya begitu saja.

“Bener-bener ini anak.”

“Assalamualaikum!” teriak Gama dari luar kamar Ara.

Ara menutup pintu kamarnya dengan kencang. “Waalaikumsalam.

Ara merebahkan tubuhnya diatas kasur seraya menghela napas panjang setelah itu ia menatap langit-langit kamarnya.

Ara benar-benar tak mengerti. Menyebarnya gosip miring itu sangat menyebalkan. Apalagi kehadiran cowok aneh itu, benar-benar membuat kepala Ara ingin pecah saat ini juga.

Lagi juga, mengapa gosip itu tiba-tiba bisa tersebar padahal Ara hanya sekali memiliki urusan pekerjaan dengan Randi? Apakah mungkin ada yang sengaja menyebarkan gosip itu? Tapi siapa dan untuk apa?

TBC

Author Note:
Hayo, kenapa gosip itu bisa tiba-tiba kesebar ya? By the way, kalo kalian ketemu cowok kayak Ravin apa yang bakal kalian lakuin? Bakal jutek juga kayak Ara nggak? Thanks for reading

Alya Ranti

Have a Nice Dream [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang