[22] 180 Degrees

41.2K 3.6K 514
                                    

Cinta itu seperti waktu, yang mau tak mau harus direlakan untuk berlalu.

Ara menghela napas berat lalu meletakkan ponselnya ke sembarang arah. Namun suara notifikasi yang terdengar dari ponselnya kembali menarik perhatiannya.

Dengan malas Ara mengambil ponselnya dan membuka notifikasi yang masuk. Mata Ara membulat ketika melihat nama Ravin disana.

Ravin: Nggak bisa, Ra.

Ravin: Gue ada urusan.

Ara menghela napas sejenak sebelum ia mengambil kunci motornya. Akhirnya, malam ini ia harus pergi sendiri bersama vespa kesayangannya.

Bukan bersama Ravin yang biasanya selalu ada untuknya, bukan bersama Ravin yang biasanya selalu bisa membuatnya melupakan masalah yang memenuhi isi kepalanya, bukan bersama Ravin yang biasanya selalu bisa membuatnya tersenyum.

Tak lama, motor Ara berhenti di koridor parkir Street Café. Setelah memarkirkan motornya, Ara berjalan menghampiri meja nomor 19.

Sesampainya Ara disana, sepasang mata menatapnya dengan tatapan tak suka. Gadis berparas cantik itu menatap Ara dari atas hingga bawah lalu tertawa sinis. “Oh, jadi ini yang namanya Davira Amanda?”

“Gue mau kasih tau ya sama lo. Nggak usah kegatelan deh sama pacar orang. Lo nggak punya harga diri apa gimana sih sampe-sampe rela jadi cewek bayaran?”

Ara yang tak terima menatap tajam gadis berparas cantik yang ada dihadapannya. “Denger baik-baik ya.”

“Gue sama Randi cuma partner kerja, nggak lebih dari itu,” tegas Ara seraya tetap menatap Citra dengan tatapan yang sangat mengintimidasi lawan bicaranya.

“Dan gue—nggak ada hubungan apa-apa sama Randi.”

“Terserah lo mau percaya atau enggak.”

“Satu lagi, nggak usah sembarangan ngomong kalo nggak tau faktanya kayak gimana!”

Citra tertawa sinis. “Ya nggak percayalah, kalo emang lo nggak ada hubungan apa-apa sama Randi. Kenapa gosip itu bisa nyebar?”

“Atau jangan-jangan, lo sengaja nyebar gosip itu buat numpang nama sama Randi? Atau malah lo mau jatuhin reputasi Randi pake gosip itu?”

“Lagi juga, faktanya emang lo murahan Davira Amanda!” sentak Citra.

Randi menarik pelan tangan kekasihnya agar gadis itu berhenti berbicara. “Cit.”

“Kok kamu malah belain dia sih?” ketus Citra lalu kembali duduk disamping Randi.

Randi menatap Ara sejenak. Rasanya ucapan Citra tak benar. Untuk apa Ara menumpang nama pada dirinya? Bukankah Frappucino kala itu juga tengah naik daun?

Ara juga tak mungkin ingin menjatuhkan reputasi Randi. Karena setahunya, Frappucino bubar setelah gosip itu beredar.

“Karena menurut aku ada yang nggak beres disini, Cit.”

“Disini Ara nggak salah. Ara juga dirugiin disini.”

Mata Citra membulat kearah Randi. “Sayang, kita hampir batal tunangan gara-gara dia. Terus sekarang kamu malah makin belain dia?”

Have a Nice Dream [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang