[6] Pacar?

84.3K 5.4K 331
                                    

Keesokan paginya, mentari mulai menyelinap masuk kedalam kamar Ara ketika seseorang membuka jendela kamarnya. Namun tak ada tanda-tanda jika gadis itu akan bangun, Ara malah kembali menarik selimutnya dan menutup wajahnya dengan bantal rapat-rapat.

Sialnya, ponselnya yang terus bergetar mengganggu tidur nyenyaknya.

Ara berdecak kesal. Dengan malas, Ara mengambil ponselnya yang terletak diatas meja disamping kasurnya. Ara membuka matanya perlahan lalu membuka notifikasi yang masuk di ponselnya.

“Yaelah siapa sih?”

“Ganggu aja pagi-pagi.”

Ravin: Selamat pagi Ara yang cantik.

Ravin: Pagi ini, kamu udah mikirin aku belum?

Ara mengerutkan dahinya. Darimana Ravin bisa tau id line-nya?

Ara mendengus geli. “Dih, sawan ya nih orang?”

“Dasar orang gila.”

Ara kembali meraih selimutnya dan berniat untuk kembali tidur. Lagi pula, ia terlalu malas untuk bersekolah. Pasti ia akan lagi-lagi dihujani oleh pertanyaan-pertanyaan menyebalkan tentang hubungannya dengan Randi.

Namun suara pintu kamar Ara yang terketuk membuat Ara mengurungkan niatnya.

“Ra, ini Mama,” ujar Alea—Mama Ara yang tak kalah cantik dengan Ara. Bahkan, untuk seusianya sekarang. Mamanya dapat dikatakan sangat awet muda.

“Masuk, Ma,” sahut Ara malas dengan suara khas orang yang baru saja terbangun dari tidurnya.

“Loh, kamu kok nggak siap-siap?” tanya Alea bingung.

Ara menggelengkan kepalanya lalu menutup wajahnya dengan bantal. “Ara males ke sekolah, Ma.”

“Pasti banyak yang nanya-nanyain Ara tentang gosip nggak jelas itu.”

Alea menggelengkan kepalanya seraya mengambil bantal yang menutupi wajah putrinya. Namun Ara kembali menarik bantal itu. “Sayang, ayo ah bangun.”

“Ara males Ma dikerubungin wartawan mulu!”

“Emangnya kamu gula dikerubungin? Ayo, Ra.”

Ara berdecak kesal, dengan penuh perjuangan ia membuka matanya lalu duduk menatap Mamanya. “Ara boleh nggak sekolah ya, Ma? Sehari aja. Sumpah, serius, suer sehari doang!” Ara mengangkat jari telunjuk dan jari tengahnya secara bersamaan untuk membentuk lambang peace seraya menunjukkan deretan giginya.

“Boleh ‘kan, Ma? Nanti Ara izin ke Papa juga.” Ara memeluk lengan Mamanya dan merengek agar hari ini ia tak harus pergi ke sekolah.

“Tapi itu pacar kamu udah jemput di depan rumah, kasian dia udah nungguin dari tadi.”

Ara mengerutkan dahinya. “Hah? Pacar?”

“Iya, lagian kamu punya pacar nggak bilang-bilang.”

Ara semakin bingung. “Ara nggak punya pacar, serius!”

“Nggak usah malu-malu, Ra.”

“Orang jelas-jelas tadi itu cowok dibawah bilang ke Mama kalo dia pacar kamu. Mama setuju-setuju aja kok kamu sama dia, nggak tau kalo Papa.”

Ara semakin bingung. “Dih, apaan sih Ma?”

“Ra, dia juga udah ngakuin kalo kamu pacarnya didepan media ‘kan?”

“Ngapain coba masih ditutup-tutupin?”

“Siapa namanya? Ravin ‘kan?” Alea mencoba mengingat siapa nama lelaki yang mengaku sebagai kekasih putrinya.

Have a Nice Dream [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang