[3] Getting You

126K 8.4K 1.1K
                                    

“Dasar sahabat, didepan aja ngedukung. Dibelakang nusuk!”

Bagi Ravin, perjuangan belum lah dimulai. Apapun akan ia lakukan untuk mendapatkan Ara—sang bidadari tak bersayapnya.

Bel pulang sekolah telah berbunyi, Ravin dengan bersemangat keluar dari kelas menuju lokernya untuk mengambil jaket kesayangannya.

Tetapi nampaknya ada yang lebih penting dibandingkan jaket kesayangannya, yaitu sosok gadis yang tengah berdiri di samping loker Ravin, tepatnya di depan loker nomor 27.

Ravin menatapnya sejenak, tak lama ia tersenyum sumringah. “Hai Ara, mungkin bener kata pepatah kalo jodoh pasti nggak akan kemana.”

“Tapi gue lebih percaya sama judul lagunya Afgan, kalo jodoh pasti bertemu.”

“Tau nggak, Ra karena apa?” tanya Ravin. Ara masih sibuk dengan barang-barang yang ada di lokernya tanpa menatap Ravin sama sekali.

Ravin menghela napas sejenak. “Ara.”

Namun reaksi Ara masih sama, nampaknya Ara sama sekali tidak peduli dengan keberadaan Ravin yang ada disampingnya.

Ravin lagi-lagi menghela napas. “Ara, kok lo ngacangin gue sih? Emangnya gue gado-gado?”

“Lo tau nggak, kenapa gue lebih percaya sama Afgan?” tanya Ravin lagi.

Ara mendengus kesal lalu menatap Ravin dengan tatapan tajam miliknya.
“Karena, gue ketemu jodoh gue disini,” ujar Ravin seraya mengedipkan matanya.

Ara memutar kedua bola matanya malas. “Lo bisa diem nggak sih?”

“Nggak bisa, Ra.”

“Bisa nggak, nggak usah ganggu gue terus?” tanya Ara lagi. Ravin menggeleng.

“Nggak bisa!”

“Gue ‘kan suka sama lo!”

“Gue jatuh cinta sama lo sejak pertama kali gue liat lobang idung lo, Ra.”

Sesaat kemudian, Ravin menepuk mulutnya sendiri. “Maksud gue, gue jatuh cinta sama lo sejak pertama kali gue liat wajah lo.”

“Dan gue jamin, lo pasti bakalan jadi pacar gue!”

Ara tertawa sinis seraya menutup lokernya. “Oh ya? Gitu ya?”

Ravin mengangguk cepat. “Iya, gue jamin seribu juta persen!”

Ara lagi-lagi tertawa. “Sini lo!”

Mata Ravin terbelalak, benarkah? Ara memanggilnya? “Tuhkan bener, belom apa-apa aja lo mau deket-deket sama gue.”

“Banyak omong lo!”

“Sini, gue bisikin,” ujar Ara lagi.

Ravin tersenyum seraya menghampiri Ara.

Ara tampak membisikkan sesuatu ditelinga Ravin. “Mending lo sekarang ke laundry, lo cuci otak lo.”

“Atau mendingan lo ke dokter deh.”

Have a Nice Dream [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang