[16] Another Feelings

49.6K 3.9K 451
                                    

[Kalau bisa, bacanya sambil dengerin multimedia ya]

Rasanya benar-benar bodoh. Untuk apa kau merindukan masa lalu yang kenyataannya tak akan bisa terulang kembali?

Kini hari sudah malam dan Ara tengah duduk di tepi kolam renang rumahnya seraya memainkan gitarnya untuk sekadar menenangkan perasaannya.

Bubarnya Frappucino sangat membuatnya terpukul. Tetapi sesungguhnya, ia sangat rindu akan rasanya berada diatas panggung bersama Galang, Chiko, dan juga Boni. Ia rindu akan perasaan hangat dan nyaman setiap kali ia bernyanyi bersama Frappucino.

Dan tak dapat dipungkiri juga, Ara sangat merindukan Chiko yang dulu. Chiko yang selalu bisa membuatnya kembali tertawa, Chiko yang selalu mengerti apapun yang ada di diri Ara. Bukan seperti sekarang, Chiko sudah berubah menjadi Chiko yang egois, Chiko yang mementingkan dirinya sendiri, dan Chiko yang meninggalkan Ara begitu saja.

Padahal, Chiko adalah cinta pertama Ara. Chiko adalah sosok yang membuat Ara percaya dengan yang namanya jatuh cinta.

Namun mengapa ia membuat Ara percaya jika ujung-ujungnya ia juga yang mematahkan kepercayaan itu?

Ara tak bisa munafik, ia merindukan semua itu.

Namun rasanya, apakah mungkin sesuatu yang retak lalu diperbaiki hasilnya akan sama lagi?

Apakah yang sudah pergi jauh akan kembali lagi?

Apakah yang sudah benar-benar berubah bisa kembali seperti dahulu lagi?

Rasanya benar-benar bodoh. Untuk apa kau merindukan masa lalu yang kenyataannya tak akan bisa terulang kembali?

Untuk apa kau berharap pada seseorang yang jelas-jelas meninggalkanmu?

Untuk apa kau terus bertahan dengan perasaan menyesakkan yang semakin lama semakin mengikis perasaanmu?

“Gue sayang sama lo, Ra.”

“Gue janji gue akan terus jagain lo. Gue janji gue nggak akan ninggalin lo.”

“Lo mau ‘kan jadi pacar gue?”

Kata-kata manis Chiko itu beriringan muncul di benaknya dengan kata-kata pedas Chiko yang sungguh menyakitkan.

Udah deh, Ra. Gue udah capek sama lo. Gue juga udah nggak sayang sama lo!

“Males juga pacaran sama cewek kayak lo.”

“Nggak asik.”

Ara menatap langit malam seraya menghela napas berat. Kini, dadanya terasa sangat sesak. “Gue sayang sama lo, Chik. Tapi kenapa sih lo harus berubah? Lo sekarang kayak bukan Chiko yang gue kenal.”

“Kenapa sih gue harus jatuh cinta sama cowok brengsek kayak lo?”

“Emangnya nggak ada cowok lain apa?”

Memang ya, terkadang cinta sekejam itu. Ia tak pernah mengizinkan kita untuk memilih pada siapa kita akan jatuh cinta. Bahkan ia membiarkan kita untuk terus terjerumus pada rasa yang menyesakkan.

Ara memejamkan matanya dan membiarkan perasaan sesak itu mengalir di dalam perasaannya. Sesaat kemudian, Ara membuka matanya.

“Ciluk Ba!”

Tiba-tiba saja, seseorang duduk disebelahnya dengan menutup kedua wajahnya dengan tangannya lalu membukanya seperti tengah berbicara dengan anak kecil.

Have a Nice Dream [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang