[35] Unexpected

37.5K 3.2K 396
                                    

Motor Ravin berhenti di depan rumah paling besar yang ada di salah satu kawasan perumahan elite yang letaknya cukup jauh dari rumahnya. Namun Ravin tak sendiri, ia bersama Shanon kali ini.

Tak lama setelah mereka sampai, sosok bertubuh besar dan berwajah sangar yang sepertinya adalah satpam rumah ini membuka gerbang rumah itu dan menatap Ravin dan Shanon penuh intimidasi.

“Ada urusan apa kalian kesini?” tanyanya dengan begitu sangar.

“Apa kalian sudah izin dengan nyonya?”

Shanon tetapi justru tersenyum manis. “Saya teman anaknya nyonya, saya ingin bertemu dia. Boleh saya masuk?”

Ravin mengangguk dengan wajah sok sangar. “Saya juga temannya.”

Pria itu mengangguk lalu mempersilakan Ravin dan Shanon untuk masuk. “Dia ada di kamarnya.”

Shanon mengetuk pintu kamar gadis itu.

“Masuk!” Sosok itu menyahut sehingga Shanon melangkah masuk ke dalam kamar itu.

Sosok di dalam kamar itu tersenyum kearah Shanon lalu tertawa. “Gue tau lo pasti bakal dateng.”

“Gue tau gimana rasa sakit hatinya saat lo nggak bisa dapetin apa yang lo mau. Gue tau gimana rasanya apa yang lo mau selalu direbut sama orang lain.”

“Dan Ara yang selalu rebut apa yang gue mau.”

“Jadi dia emang harus dihancurin!” ujar sosok itu penuh emosi. Nafasnya memburu menahan amarah yang meluap-luap di dalam kepalanya.

Ravin berjalan memasuki kamar itu seraya menatap sosok itu tajam. “Siapa yang harus dihancurin?”

Sosok itu menoleh kearah sumber suara itu. Matanya terbelalak ketika melihat Ravin berada disana.

Ravin masih menatap sosok itu dengan sangat mengintimidasi. Itu sosok yang sudah tak asing lagi baginya dan sosok yang ia kira adalah gadis berhati baik dan tulus. Tetapi ternyata perkiraannya salah.

“Gue nggak nyangka lo sebusuk itu, Lov,” tutur Ravin.

Iya, sosok itu adalah Lovita. Teman dekat Ara sendiri.

Teman dekat Ara yang seolah terlihat menjadi teman baik yang selalu ada untuk Ara.

Lovita tertawa sinis lalu tak lama ia tertawa terbahak-bahak seraya menatap Ravin dengan tatapan penuh arti. “Terus emangnya kenapa kalo gue busuk?”

“Emang lo pikir cewek lo nggak busuk? Hah?”

“Maksud lo apa sih, Lov?” sentak Ravin.

“Salah apa emang Ara sama lo sampe lo ngancurin band-nya?”

“Sampe lo mau ngancurin hidupnya? Sampe lo bikin semua orang mandang dia sebelah mata? Sampe lo bikin nama dia jelek?”

“Maksud lo apa sih, Lov?” tanya Ravin menggebu-gebu.

Lovita kembali tertawa sinis. “Kenapa sih lo segitunya belain Ara? Emangnya lo pikir Ara beneran sayang sama lo?”

“Lo itu cuma pelampiasan buat Ara, Vin! Nggak lebih dari itu!” sentak Lovita balik.

Namun Ravin tak mau terpancing oleh ucapan Lovita. Ia memicingkan matanya kearah gadis itu.

“Itu bukan urusan lo.”

“Lo keterlaluan tau nggak sih?”

Lovita menghela napas berat lalu menatap Ravin dalam-dalam. “Keterlaluan?”

“Keterlaluan lo bilang?”

“Lo bisa ngomong kayak gitu karena lo nggak ngerti apa-apa, Vin!” ujar Lovita dengan intonasi bicara yang meninggi.

Have a Nice Dream [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang