[19] First Love

52.1K 3.8K 660
                                    

“Ada makna berarti yang bahkan kadang orang lain nggak bisa ngerasain kalo cuma liat pake mata.”

Sudah pagi, mentari pun sudah keluar dari tempat persembunyiannya dan kembali mempersembahkan sinar terindahnya untuk semesta.

Kini Ravin tengah berada di meja makan untuk menyantap sandwich sebelum ia berangkat ke sekolah. Di depannya ada Papanya dan di sebelahnya ada sosok yang menjadi malapetaka untuknya. Siapa lagi kalau bukan Shanon?

Shanon adalah adik kelas yang sudah lama menyukai Ravin. Mungkin ini juga salah Ravin yang menggombali siapa saja hanya untuk memalak uangnya. Namun Shanon ini gila, ia bisa melakukan apa saja hanya untuk menarik perhatian Ravin.

Ravin menatap Papanya. “Pa, Papa belum jawab pertanyaan Ravin. Kenapa sih Papa harus nyuruh dia buat tinggal sama kita?”

Vito—Papa Ravin justru tertawa seraya mengunyah makanan yang masih tersisa di dalam mulutnya. “Nanti kamu juga tahu.”

Ravin memutarkan kedua bola matanya malas.

“Emangnya gue cenayang apa?” dumel Ravin dengan memelankan suaranya.

“Yang penting, mulai sekarang kamu harus jagain Shanon. Jangan galak-galak juga ya sama Shanon?” pinta Vito.

Setelah makanan mereka habis, Vito tersenyum kearah Ravin dan Shanon.

“Udah sana kalian berangkat. Oh iya, mulai sekarang kamu juga harus anter jemput Shanon ya, Vin?”

“Ravin berangkat, Pa,” ujar Ravin malas seraya mencium punggung tangan Vito lalu beranjak pergi tanpa menunggu Shanon.

Shanon berjalan cepat untuk menyejajarkan posisinya dengan Ravin lalu tersenyum manja. “Tuh, Kak Ravin denger ‘kan apa kata Om Vito? Mulai sekarang, Kak Ravin harus jadi malaikat pelindung buat aku.”

Ravin bergedik geli. “Heh jenglot, nggak usah sok cantik lo! Muka lo kayak upil kuda tau nggak?”

Ravin langsung naik ke atas motornya. Shanon yang merasa ditinggal mengerucutkan bibirnya. “Ih Kak Ravin, tungguin dong!”

Tanpa aba-aba, Shanon langsung menaiki motor Ravin. Mau tak mau, pagi ini Ravin harus berangkat bersama Shanon.

Ravin menghela napas berat.

Sial amat gue, baru kemaren ketemu bidadari. Kenapa sekarang jadi ketiban jenglot gini?

“Kak Ravin kenapa sih jutek banget sama aku? Aku kurang cantik ya, Kak?” tanya Shanon.

“Kata temen-temen aku, Kak Ravin sukanya sama Kak Ara. Padahal kata mereka juga, aku lebih cantik loh daripada Kak Ara.”

“Lagi juga, Kak Ravin terlalu baik buat Kak Ara. Kak Ara nggak pantes dapetin Kak Ravin.”

“Kak Ravin nggak tau ya? Kak Ara ‘kan cewek murahan, masa iya dia ngerebut calon tunangan orang lain?”

“Emangnya, apa sih yang Kak Ara punya tapi aku nggak punya?” tanya Shanon.

Ravin menahan emosinya, matanya sudah membulat, perutnya juga sudah kembali maju mundur karena emosi. Rasanya ia ingin menelan Shanon hidup-hidup karena berani-beraninya berkata seperti itu tentang Ara.

Have a Nice Dream [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang