[14] Terjebak

50.9K 3.8K 513
                                    

“Sejauh apapun lo pergi dari gue, gue bakalan terus ada di belakang buat ngejar lo.”

Ara menghela napas berat. “Sayang sayang nenek lo goyang! Bayar dulu tuh utang lo!”

“Minggir!” sentak Ara lalu beranjak bangun dari posisi duduknya.

Ravin tak menyerah. Ia berjalan cepat untuk menyamakan posisinya dengan Ara. Namun Ara terus berjalan. “Ara, jawab pertanyaan Babang Ravin dulu!”

“Pertanyaan apa? Hah?” tanya Ara seraya bertolak pinggang lalu menatap Ravin dengan tatapan tajamnya.

“Babang Ravin sayang banget sama Ara. Ara sayang juga nggak sama Babang Ravin?”

“Nggak usah kebanyakan gombal.”

“Ara yang cantik, ini bukan gombalan. Ini kenyataan!”

“Babang Ravin beneran sayang sama Ara!”

“Babang Ravin cinta sama Ara seratus persen tanpa dipotong pajak!”

“Ara cinta ‘kan sama Babang Ravin?”

Ara melekatkan tatapannya pada wajah Ravin. “Harus berapa kali sih gue bilang kalo gue nggak akan pernah jatuh cinta sama cowok kayak lo?”

“Lo pikir semua cewek bakalan luluh sama gombalan-gombalan lo yang nggak penting itu?”

Bukannya marah, Ravin justru tertawa seraya menatap Ara dengan tatapan teduhnya. “Ya nggak lah, Ra. ‘Kan Babang Ravin nggak pernah gombalin mereka.”

“Yang ada di hati Babang Ravin itu cuma Ara.”

Ara tertawa sinis seraya membalas tatapan Ravin. “Terus lo pikir gue peduli gitu?”

“Lo tuh bisa nggak sih berhenti gangguin gue?”

“Emangnya belum jelas kalo gue nggak punya perasaan sedikitpun buat lo?” sentak Ara.

Ravin tertawa hangat. “Lo bohong, Ra.”

“Kalo emang lo nggak punya perasaan sama gue, kenapa kemaren lo senyumin gue? Kenapa lo khawatir waktu gue kena moca-latte panas?” tanya Ravin seraya menaikkan satu alisnya.

“Nggak usah kegeeran deh lo!”

“Dasar nggak waras!” sentak Ara lalu menabrak tubuh Ravin yang menghalangi langkahnya.

“Ara!”

“Sejauh apapun lo pergi dari gue, gue bakalan terus ada di belakang buat ngejar lo!”

“Jadi, jangan harap Babang Ravin menyerah secepat itu!”

“Aselole!”

“Hwa!” teriak Ravin seraya seolah menunjukkan jurus karatenya.

“Hiyak!”

“Hiyak hiyak hiyak, cinta yang ku tunggu tunggu tunggu. Asyik, tarik Mang!”

Ravin dengan semangatnya memelesetkan lagu Afgan yang berjudul Dia Dia Dia. Setelah itu ia kembali mengejar Ara—sang bidadari tak bersayapnya.

Have a Nice Dream [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang