[13] Sweet Question

Bắt đầu từ đầu
                                    

“Lo tau nggak, Ron? Kemaren Ara senyumin gue. Gila nggak, Ron? Ara senyumin gue, Ron!” jawab Ravin dengan penuh semangat.

“Itu tandanya Ara udah jatuh cinta sama gue!”

Aron menghela napas berat. “Yang perhatian aja belom tentu suka. Yang peduli aja belom tentu sayang. Gimana lo yang cuma disenyumin?”

Ravin menggelengkan kepalanya. “Ron, lo tuh nggak ngerti.”

“Senyuman Ara tuh udah kayak senyumannya Squidward tau nggak? Langka!”

“Udah deh, mendingan sebagai sahabat yang baik lo sekarang temenin gue ke kelas Ara.”

Aron menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. “Mau ngapain sih lo?”

“Mengejar cinta Ara!”

“Semangat!”

“Hiya!” ujar Ravin seraya menaikan satu tangannya lalu berjalan cepat menuju kelas Ara. Aron menggelengkan kepalanya, ia benar-benar sudah tak mengerti dengan jalan pikiran sahabatnya itu.

Namun sesampainya di kelas Ara, Aron terlebih dahulu masuk ke kelas Ara. Sedangkan Ravin tertahan oleh anak kelas Ara yang menagih hutang di depan sana.

Aron duduk di samping Ara. Ia menatap wajah Ara yang tampak sangat murung. “Heh cumi, kenapa lo? Kusut amat muka lo?”

“Ngapain sih lo disini?” tanya Ara ketus. Dilihat dari wajahnya, Ara memang terlihat sedang tidak baik-baik saja.

Aron mengarahkan matanya kearah pintu di depan kelas Ara, sehingga Ara mengikuti arah mata Aron. “Tuh liat pacar lo!”

“Dia minta temenin gue kesini.”

Ara berdecak kesal. “Sembarangan aja lo ngomong!”

“Ya abisnya, dia tuh suka banget sama lo, Ra. Dia nggak pernah ngejar-ngejar cewek sampe segininya,” timpal Aron.

“Kasian, Ra.”

“Gue takutnya lama-lama itu anak jadi gila beneran!”

“Lagian, kenapa sih lo nggak pernah nanggepin Ravin?” tanya Aron penasaran.

“Ya lo pikir aja sendiri.”

Mata Ara kembali menatap Ravin yang ada di depan sana.

“Heh Ravin, ngapain lo ke kelas gue? Disini nggak bakal ada yang mau ngutangin lo lagi!”

“Tau, bayar utang lo dulu baru lo boleh masuk kelas gue!”

“Ngutang doang lo, giliran ditagih lo nggak bayar!”

Ravin menghela napas. “Ya gimana gue mau bayar kalo lo aja nagihnya pas gue lagi berak terus pintu toilet lo gedor-gedor!”

“Minggir lo! Ada tugas penting nih!”

Akhirnya Ravin berhasil menerobos mereka lalu mengusir Aron yang semula duduk disamping Ara. “Minggir lo!”

“Yaudah, gue balik,” ujar Aron lalu segera bergegas pergi dari kelas Ara. Ada-ada saja Ravin, dia yang meminta Aron untuk menemaninya. Dia juga yang mengusir Aron.

“Halo Ara,” sapa Ravin seraya tersenyum kearah Ara.

“Mau ngapain lagi sih lo? Hah?” tanya Ara.

Ravin mengeluarkan sesuatu dari kantong belakang celananya. “Babang Ravin dapet titipan dari Rizky. Suratnya sih atas nama Pak Dhirga.”

Iya, Rizky adalah ketua OSIS SMA Melodi dan Pak Dhirga adalah pembina OSIS.

“Kenapa Rizky nggak ngasih langsung ke gue?”

“Ya ‘kan semua orang taunya Babang Ravin pacar Ara,” jawab Ravin seraya mengedipkan satu matanya.

Ara mengambil surat itu dari Ravin lalu membacanya.

Surat itu berisi tentang permohonan sekolah agar Frappucino bersedia untuk mengisi acara pentas sekolah tahun ini.

Ara menghela napas berat lalu meletakkan surat itu diatas meja. “Gue nggak bisa.”

Frappucino udah bubar.”

Iya, Frappucino sudah bubar. Itulah sebabnya mengapa Ara kembali tampak bersedih. Padahal semalam ia sudah tidak memikirkan tentang itu lagi. Namun pesan Galang yang menyebalkan itu benar-benar merusak semuanya.

Galang: Management udah ngelepas kita.

Galang: Frappucino bubar.

Galang: Puas lo, Ra? Puas ngancurin Frappucino?

“Bubar, Ra?”

“Kenapa?” tanya Ravin penasaran.

“Kenapa sih lo peduli banget? Bukan urusan lo, ‘kan?”

Ravin menggelengkan kepalanya. “Ra, berapa kali sih gue bilang kalo urusan lo itu urusan gue juga?”

Ravin menatap Ara dengan tatapan teduhnya. Tatapan Ravin begitu lekat seakan ia tak ingin melepaskan Ara dari tatapannya. “Gue sayang sama lo, Ra. Makanya gue peduli sama lo.”

“Gue ‘kan udah bilang sama lo. Sebanyak apapun orang yang ninggalin lo, gue bakalan tetep disini.”

“Buat lo,” ujar Ravin dengan masih menunjukkan senyuman hangat miliknya itu.

I love you, Ra.

“Would you say the same?” tanya Ravin seraya melekatkan tatapannya kearah Ara sehingga membuat Ara terdiam.

Nada bicara Ravin terdengar sangat serius, tatapan Ravin juga tak menunjukkan jika lelaki itu tengah bercanda. Ia tetap menatap Ara dengan tatapan lekatnya dan menunggu jawaban dari gadis yang ada di depannya.

Apa yang akan Ara katakan? Apakah Ara akan menerima Ravin untuk menjadi pacarnya?

TBC

Author Note:
Kira-kira, Ara bakal bilang apa ya sama Ravin? Oh iya kalo kalian jadi Ara, kalian bakal jawab apa? Thanks for reading

Alya Ranti

Have a Nice Dream [Completed]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ