“Si Ara?” Aron masih tak berhenti tertawa.

Ravin mengangguk.

“Vin, tenang aja. Sampe kuda punya bulu ketek gue juga nggak bakalan pacaran sama Ara.”

“Tapi buktinya tadi lo rangkul-rangkul Ara, Ron! Lo juga keliatannya udah akrab banget sama Ara. Padahal, Ara gue ajak kenalan aja nggak mau.”

Miris. Ravin yang malang.

“Ya gue akrab sama dia karena dia sepupu gue.”

“Salah?” tanya Aron. Mata Ravin langsung membulat penuh kearah Aron.

Ravin turun dari kasurnya seraya menatap Aron tak percaya. “APA?”

“ARA SEPUPU LO?!”

Aron mengangguk. “Iya, puas lo?”

“ARA YANG ITU, ‘KAN?”

“ARA BIDADARI TAK BERSAYAP GUE, RON?”

“ARA VOKALIS FRAPPUCINO?” tanya Ravin yang masih tak percaya.

Aron lagi-lagi mengangguk. “Iya, berisik lo.”

“SERIUSAN LO, RON?”

“Jadi, Ara anaknya Tante Clara? Adeknya nyokap lo?” tanya Ravin sumringah.

Aron menggelengkan kepalanya. “Bukan, sok tau lo.”

“Ara keponakannya bokap.”

“Berarti Ara anaknya Om Revo? Abangnya Om Reynand yang gantengnya sebelas dua belas sama gue?” tanya Ravin lagi.

“Pantes aja Ara cantiknya nggak terkalahkan.”

Aron memutar kedua bola matanya malas. “Hm.”

Ravin meletakkan tangannya dibawah dagu seraya menganggukan kepalanya. Alisnya juga naik turun seakan ia memiliki ide berlimpah didalam otaknya.

“Heh, kenapa lagi lo?” tanya Aron.

“Berarti, lo bisa dong bantuin gue?” Ravin menaikkan kedua alisnya bergantian.

“Hah? Bantuin apaan?”

“Lo ‘kan sahabat gue yang paling ganteng, Ron. Lo juga ‘kan sepupunya Ara.”

Aron menghela napas pasrah. Pasti ada maunya nih anak kecebong.

Ravin meletakkan tangannya diatas pundak Aron seraya masih menaikkan kedua alisnya. “Bisa dong lo bantuin gue buat deketin bidadari tak bersayap gue?”

Aron menepis tangan Ravin seraya menggelengkan kepalanya. “Dih ogah, lo deketin aja sendiri.”

“Lagi juga, emang Ara mau sama lo?”

“Ya nggak ada yang nggak mungkin, Ron!”

“Dengerin gue ya, Ron!”

“Sampe Timy Time nikah terus punya anak juga gue bakalan terus ngejar Ara!”

Kepala Aron semakin terasa berat karena menghadapi Ravin, sahabatnya yang sisa otaknya tinggal setengah. “Daripada gue terus-terusan disini terus kepala gue pecah
mendingan sekarang gue ke kantor bokap.”

Mata Ravin kembali membulat. “Kantor management-nya Om Reynand, Ron?”

Ravin tersenyum penuh arti. “Om Reynand manajernya Frappucino juga ‘kan, Ron?”

“Berarti ada Ara juga dong disana?”

“IKUT, RON!”

“GUE HARUS IKUT!”

Have a Nice Dream [Completed]Where stories live. Discover now