Enampuluh Lima: Segala Yang Dibalik Rahasia

795 114 42
                                    



Keputusan final yang diambil memberikan konsekuensi berkepanjangan. Menjaga nama baik bukanlah berarti sekedar berperilaku santun –baik jujur ataupun pencitraan. Tentang nama baik Magdeléne yang harus dipulihkan, untung saja fitnah yang tengah terjadi bukanlah kenyataan. Bagaimanapun juga, Magdeléne tidak pernah sama sekali menyelingkuhi Dharma, dan Alaric bukanlah putra Rahadi. Tes DNA tidak akan menjadi masalah jika sampai ada pihak-pihak yang sangat keberatan –kemungkina besar dari pihak keluarga Andjani yang tidak mengetahui aib Magdeléne yang sesungguhnya dan tentu saja tidak akan pernah tahu.

Namun, menjelang makan siang, mereka malah bungkam sewaktu Abraham mengatakan kemungkinan yang buruk.

"Harus kita akui, akan selalu ada orang yang tidak pernah puas dan senang menggali setiap hal yang bukan urusannya demi memenuhi hasrat ingin tahunya. Membenarkan kecurigaannya. Orang-orang macam ini, aku pikir akan sangat berbahaya nanti karena mereka sudah terlanjur ingin melihat Magda jatuh."

Alaric tercenung.

"Mereka pasti beralih mengusik Aymard. Karena, mereka dari awal sudah meyakini, kalau bukan Alaric maka Aymard." sambung Abraham.

Aymard menutup mata dengan perasaan sangat buruk. Alaric mematung dengan tatapan mengarah pada Magdeléne yang duduk menunduk.

"Jadi, mau muter-muter ke mana juga, pada akhirnya mengarah pada Aymard ya?" gumam Daud.

Dharma mengurut pelipisnya. Ia sungguh-sungguh tertekan. Sebetulnya ia malu urusan internal keluarganya menjadi urusan bisnis macam ini. Baginya Daud dan Alexey berlebihan mendahulukan urusan keluarga Dirdja sampai tidak menghadiri undangan makan siang di Istana. Mereka mengutus putra-putra mereka untuk menghadapi orang-orang yang bermaksud melakukan misi filantropis tersebut.

"Itu betul. Semua rencana pemulihan ini akan sia-sia kalau kita tidak mengantisipasi isu yang sesungguhnya." pungkas Alexey tenang.

Dharma menghela napas, "Kupikir, kalau sampai hal itu terjadi, biarkan aku dan keluarga yang menangani, Lexi. Jatmiko sudah tahu dari awal tentang Aymard. Aku dan dia –"

"Terlambat, Dharma. Kami sudah sampai sejauh ini, dan kami selalu menuntaskan urusan sampai akarnya." potong Daud.

Dharma memandangnya, "Aku memang memohon bantuan untuk information resources kalian. Tapi, kalau sampai ke urusan Aymard, itu hal lain. Ada fakta yang tidak bisa disangkal."

Alexey tersenyum, "Kami tahu, Dharma. Maka dari itu kita sebaiknya sekalian memikirkannya. Cara apa yang harus kita tempuh tanpa harus berbohong dan bicara banyak hal."

Magdeléne mengangkat wajahnya, "Bagaimana kalau kita bikin sederhana saja? Aku menyangkal Alaric putra Rahadi. Tapi, kalau mereka beralih pada Aymard, aku mengakuinya saja."

"Mama!" seru Aymard.

"Sayang, pada nyatanya memang begitu bukan? Mama–"

Aymard menggigit bibirnya begitu mendapati Magdeléne seperi linglung. Ibunya itu menoleh kanan kiri seakan sedang berpikir sejenak sebelum akhirnya kembali memandangnya. Wajah Magdeléne pucat dengan sorot mata meredup.

"Mama tidak pernah menyesal memiliki dirimu sebagai anak, Aymard. Kalau mereka mau bilang Mama rendahan gara-gara hal itu, biar saja, Sayang."

Aymard merasakan damai yang menghangatkan sekaligus gundah yang menhunjam hati. Aymard mengerti, Magdeléne nyaris mencapai batas kesanggupannya. Ia beranjak dan duduk di lengan kursi yang diduduki Magdeléne. Aymard raih jemari Magdeléne yang dingin dan meremasnya,

Into You [F I N]Where stories live. Discover now