Lima: Rubah Kecil Hanya Menggeram

4.1K 322 22
                                    


Ini hari ketiga Aymard memandu Rahman mengenali New York City. Hari pertama mereka habiskan di bagian paling ramai dari Central Park, bagian selatannya saja yang dekat dengan SoHo. Mengagumi Botanical Garden yang sedang wangi. Magnolia di Central Park baru saja bermekaran di penghujung musim dingin yang kembali panjang tahun ini.

Lalu, Rahman sangat antusias sewaktu Aymard mengajaknya pulang memutar lewat East Village. Dari atas tram memberitahu bahwa Roosevelt Island beberapa bulan lagi akan indah karena bunga cherry sepanjang pesisir akan sepenuhnya mekar. Membuat Rahman mengeluh karena tergiur cerita Aymard tentang duduk-duduk di bangku rangka besi pesisir Roosevelt. Ingin bisa melihatnya nanti sambil memandangi deretan pencakar langit Manhattan yang megah di bawah naungan bunga-bunga cherry yang sudah sempurna mekar di puncak musim semi.

Mendengar Rahman merajuk pada ibunya untuk kembali di pertengahan bulan Mei agar bisa menikmati sensasi Festival Bunga Cherry itu, memancing Alaric berbisik memaki pada Aymard. Ia tahu alasan Aymard bisa bercerita dengan begitu indah sampai membuat Rahman tersugesti. Ada kenangan terlalu dalam bagi Aymard di awal musim semi Roosevelt, semacamnya cinta pertama tak terlupakan yang kandas karena perbedaan-perbedaan nyinyir antara dua keluarga.

Aymard menamatkan masa studinya di Babson College, menggembleng dirinya di biro hukum bergengsi Chicago, dan bunga cherry NYC adalah kelemahan romantisnya. Gadisnya yang dulu sangat menyukai bunga cherry. Fakta yang sering dijadikan senjata pamungkas oleh Alaric yang suka merajuk, saat memaksa Aymard mengabulkan permintaan. Andai Rahman tahu, tentu dirinya malas mendengar kisah apapun tentang cherry.

Tapi jelas Rahman tak tahu. Jadi hari terakhirnya di New York tetap ia habiskan di bawah panduan Aymard. Kali ini akan menuju utara, melewati Harlem. Metro adalah denyut nadi Manhattan yang seketika membuat Rahman jatuh hati. Bocah itu tak keberatan sebenarnya menghabiskan seluruh waktu menungganginya. Sesekali saja ke permukaan untuk sekedar membeli minum dan kudapan. Aymard sadar, betapa iri ia dengan kesederhanaan Rahman. Seingatnya, ia sudah sangat rewel dan sok besar saat usia 12. Aymard merasa terlalu cepat kehilangan jiwa kanak-kanaknya.

Rahman memang tak keberatan mendapat lelah mengitari NYC bersama Aymard. Menyambangi taman-taman, toko-toko unik milik komunitas, dan menemani Aymard sedikit bernostalgia di Boerum Hill tanpa dia tahu. Rahman yang baru pertama kali menapak di NYC tertalu antusias mendapati perbedaan signifikan saat membandingkan metropolis satu ini dengan kota kecil tempatnya tinggal. Aymard tak keberatan mendapati Rahman sedikit norak, toh setiap orang memang harus memiliki momen-momen tersebut. Supaya punya kenangan yang menggelitik di kemudian hari. Hari ketiga ini ia pastikan membuat Rahman mengerti NYC memiliki begitu banyak keberagaman. Metro adalah tempat yang tepat untuk menyaksikan keberagaman NYC, dari yang terindah sampai yang terburuk, meski baru di Manhattan saja sebenarnya mereka menjelajah.

Sedangkan, selama Rahman berpetualang bersama Aymard, mau tak mau dengan alasan sopan santun, Alaric harus sudi menjadi teman makan siang Aisha. Kali ini ia yang menjamu Aisha di St. Regis. Kebetulan Aisha ada urusan dengan seorang rekan tak jauh dari St. Regis. Ternyata sama juga dengan ia dan Aymard, ada perkara akuisisi dalam agenda Aisha. Sudah lewat makan siang kini, maka akhirnya high-tea jadi pilihan mereka guna lalui sore. Pilihan tepat mengingat sepanjang siang awan kelabu menaungi, menjadikan angin yang bertiup terasa lebih menusuk. Atlantik Utara sungguh identik dengan hawa dinginnya. Maka dari itu, hanya sedikit hotel di New York yang memiliki kolam renang.

"Kenapa tidak kau bawa pengasuh untuk anak-anakmu? Kau tahu, sedikit kurang ajar sebetulnya membuat Aymard mengasuh anakmu."

Aisha tersenyum lebar, "Maaf kalau kau tersinggung, Alaric. Masalahnya kakakmu yang menawarkan diri. Kau tahu, bocah seperti Rahman belum paham apapun. Menerima tanpa basi basi penuh harapan."

Into You [F I N]Where stories live. Discover now